Lingkungan

Pantang Menyerah Desa Sempayau Membudidayakan Ikan setelah Tangkapan Laut Berkurang Drastis

person access_time 2 years ago
Pantang Menyerah Desa Sempayau Membudidayakan Ikan setelah Tangkapan Laut Berkurang Drastis

Perairan di Desa Sempayau, Kecamatan Sangkulirang, Kutai Timur.

Berkali-kali gagal tak menyurutkan semangat. Penduduk Desa Sempayau menjemput asa membudidayakan ikan air tawar lewat pendampingan KalFor Project.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Senin, 23 Mei 2022

kaltimkece.id Kicau burung walet di pagi hari membangunkan Muhammad Sofendy, 43 tahun. Penduduk Dusun Kalimaya, Desa Sempayau, Kecamatan Sangkulirang, Kutai Timur, tersebut bergegas memeriksa sarang burung yang ia dirikan pada 2019. Setelah semua dipastikan aman, Sofendy menuju kolam ikan air tawar. Keadaan kolam yang baru berusia lima bulan itu amat menyedihkan. 

Dua tahun lalu, Agustus 2020, Sofendy membangun enam kolam ikan dari terpal. Ia mengeluarkan modal Rp 20 juta termasuk buat membeli benih ikan. Dua kolam berukuran 6 meter x 2 meter diisi dengan benih lele. Empat kolam sisanya yang berukuran 8 meter x 4 meter diisi benih gurami, mas, dan nila. 

“Yang bertahan hidup setelah lima bulan itu hanya lele. Sisanya mati semua,” tutur Sofendy kepada kaltimkece.id, Sabtu, 21 Mei 2022.

Benih nila, mas, dan gurami disebut serentak mati ketika berumur tiga bulan. Sofendy tak tahu penyebabnya tetapi ia belum berhenti berusaha. Setelah kolam dibersihkan dan diisi air kembali, benih ditebar. Ayah empat itu mengatakan, benih lagi-lagi mati seperti percobaan pertama. 

"Mungkin saya yang kurang ilmu atau bagaimana, saya juga kurang mengerti," tutur ketua Lembaga Pengelola Pulau Seribu, Desa Sempayau, tersebut. 

Sofendy kemudian menjelaskan alasan percobaan budi daya ikan air tawar tersebut. Sebagai putra kelahiran Desa Sempayau, ia sebenarnya mengikuti jejak orangtuanya sebagai seorang nelayan. Akan tetapi, sejak enam tahun belakangan, ikan di perairan Sangkulirang berkurang. Dahulu, tangkapan ikan bisa mencapai 40 kilogram sekali melaut selama enam jam. Sekarang, keluhnya, dapat 3 kilogram ikan saja sudah bagus.  

Berkurangnya hasil laut menyebabkan banyak penduduk desa yang meninggalkan pekerjaan nelayan. Sebagian warga termasuk dirinya mencari kerja serabutan. Kadang-kadang berladang, tak sering pula jadi buruh bangunan. Sebagian yang lain membangun usaha sarang burung walet. 

“Di situ saya mencoba membudidayakan ikan air tawar. Harapannya supaya bisa menjadi mata pencaharian warga yang dulunya melaut. Ternyata gagal,” kenangnya. 

Sebagai informasi, Desa Sempayau berdiri di pesisir Kutai Timur. Desa ini dicapai selama tiga jam perjalanan darat dari Sangatta, ibu kota kabupaten. Pemandangan pulau-pulau kecil yang ditumbuhi mangrove ditemukan di hilir desa. 

Masalah yang dihadapi Sofendy kemudian menjadi satu dari antara fokus program Kalimantan Forest (KalFor) Project. Lagi pula, Sempayau merupakan desa dampingan program ini sejak 2020. KalFor Project bertujuan mengelola lahan berhutan di dalam areal penggunaan lain (APL) yang  biasanya sudah berupa izin perkebunan atau pertambangan. Program ini adalah kerja sama Direktorat IPSDH, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan dengan UNDP, Pemprov Kaltim, serta Pemkab Kutai Timur.

Project Leader Kawal Borneo Community Foundation (KBCF), Mukti Ali, mengatakan, KBCF dilibatkan di KalFor Project sebagai pendamping desa. Kegiatan tahap pertama pendampingan yang dimulai pada 2020 terdiri dari sosialisasi, pembentukan kelompok, penggalian potensi, serta penentuan kawasan. 

"Sekarang sudah memasuki tahap kedua yaitu pengembangan usaha," terang Mukti Ali. 

Sejumlah usaha yang didampingi KBCF yaitu budi daya perikanan air tawar, madu kelulut, tanaman herbal, dan pengembangan ekowisata. Khusus budi daya ikan air tawar, jelas Mukti Ali, diadakan pelatihan bagi warga. Sebanyak 14 orang dari setiap desa dampingan mengikuti pelatihan di Desa Sempayau pada 14-16 Mei 2022.

Warga yang mengikuti kegiatan tersebut dilatih membuat pakan ikan. Masyarakat diharapkan bisa memproduksi pakan secara mandiri dari komoditas yang tersedia di desa. Program pengembangan usaha ini juga diberikan kepada kelompok pengelola hutan milik desa sebagai stimulan. 

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Penyebab kegagalan budi daya ikan air tawar di Desa Sempayau juga dipelajari agar tingkat keberhasilannya meningkat. Menurut analisis guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman, Prof Esti Handayani Hardi, ada beberapa penyebab kematian ikan. Bisa disebabkan kualitas benih, kondisi air, jenis pakan, termasuk proses transfer benih ke kolam. 

”Apabila benih yang baru ditebar mati, kemungkinan disebabkan benih dan air yang kurang sesuai,” ucapnya. Prof Esti menyarankan, benih yang disebar di kolam terpal lebih dahulu diberikan imunitas tambahan. Dengan demikian, ikan tidak mengalami stres.   

Kepala Desa Sempayau, Syafei, berharap besar dari pendampingan dan kerja sama KalFor Project. Ia komit mendukung kegiatan dalam program KalFor. Pemerintah desa bahkan telah menganggarkan penyediaan kapal untuk menunjang operasi program di Pulau Seribu di desa tersebut. 

"Warga memiliki motivasi, semangat, dan sangat antusias,” jelasnya. 

Program pelatihan budi daya ikan air tawar disebut cocok diberikan kepada warga desa. Lagi pula, bahan baku pakan ikan seperti dedak hingga ubi kayu tersedia. Syafei berharap, budi daya ini kelak berhasil. Penduduk pun mendapat pengganti mata pencaharian yang sebelumnya lenyap karena berkurangnya ikan di laut. (*) 

Artikel ini merupakan hasil kerja sama Kalimantan Forest Project, Kawal Borneo Community Foundation, dan kaltimkece.id.

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar