Lingkungan

Pantauan KPK di Kaltim, Kerugian Negara Rp 1,3 Triliun dan Dugaan Tambang Ilegal

person access_time 5 years ago
Pantauan KPK di Kaltim, Kerugian Negara Rp 1,3 Triliun dan Dugaan Tambang Ilegal

Foto: Arditya Abdul Azis (kaltimkece.id)

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. KPK pun berharap demikian.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Jum'at, 16 November 2018

kaltimkece.id Karut-marutnya pengelolaan sumber daya alam terutama batu bara mengundang kedatangan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Kamis, 15 November 2018, Ketua KPK Agus Rahardjo memimpin rombongan yang mengawasi kegiatan penambangan dan perdagangan batu bara di Kaltim. 

Tim KPK mendatangi sejumlah perusahaan tambang dan kapal tongkang di perairan Sungai Mahakam, kawasan Muara Pegah, Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara. Sejak pagi hingga sore, Agus selaku ketua KPK melihat proses bongkar-muat berton-ton batu bara di muara yang menghubungkan Sungai Mahakam dengan Selat Makassar.

KPK khusus datang ke Kaltim karena provinsi ini adalah penghasil batu bara terbesar di Indonesia. Menurut Agus, pengawasan lembaga antirasuah yang dipimpinnya dalam dugaan pengelolaan batu bara yang telah menimbulkan kerugian negara. Adapun kerugian negara yang dimaksud, kata Agus, sangat besar. KPK memperkirakan nilai kerugian negara dari pemasukan sektor pertambangan batu bara mencapai Rp 1,3 triliun per tahun. 

Perkiraan ini tak jauh berbeda dengan temuan Indonesian Corruption Watch atau ICW. Kerugian negara dari sektor batu bara, sebut ICW, mencapai Rp 133 triliun dalam kurun 10 tahun. Kerugian datang dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP yang belum dibayar.

“Kami datang (ke Kaltim) untuk pengecekan. Ada perbedaan data yang cukup besar antara tiga lembaga yaitu Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Bea Cukai,” terang Agus Rahardjo kepada kaltimkece.id di dermaga Distrik Navigasi Samarinda, selepas pemantauan tim di lapangan. 

Perbedaan angka potensi kerugian disebabkan adanya ketidaksesuaian data. Sebagai contoh, perbedaan laporan surveyor yang menghitung kadar kalori dan volume batu bara. Tim KPK bersama empat direktorat jenderal kementerian kemudian menelusuri alur pengiriman dan muat batu bara di perairan Sungai Mahakam. 

Di samping mencocokkan nilai kerugian negara, penelusuran tim di kawasan sungai Mahakam menemukan banyak dugaan pelanggaran. Agus menerangkan, KPK mendapati tiga jetty (pelabuhan pengumpul batu bara) yang berdekatan. Sementara itu, tidak ada tambang di ketiga jetty tersebut. Hal itu mencuatkan kecurigaan adanya tambang ilegal.

"Kami tanya ternyata tidak ada perusahaan tambangnya. Jangan-jangan yang diangkut batu bara ilegal," kata Agus.

Dari pemantauan ini, KPK bersama lembaga terkait akan menginventarisasi pengelolaan batu bara dari hulu sampai hilir. Dimulai dari kejelasan perizinan, kepemilikan jetty, termasuk tongkang dan tugboat yang mengangkut batu bara. 

"Perlu pendalaman lebih lanjut. Kami berharap, pasal 33 UUD 1945 sepenuhnya untuk masyarakat," kata Agus.

Ketua KPK juga menerangkan bahwa sejumlah laporan dari sektor pertambangan batu bara di Kaltim telah diterima. Satu di antara laporan tersebut berisi kewajiban reklamasi bekas tambang yang abai dijalankan perusahaan. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan, lubang bekas tambang telah menimbulkan korban jiwa.

Menyikapi laporan tersebut, KPK bersama sejumlah kementerian dan pemerintah daerah tengah meninjau ulang. Tinjauan tersebut seputar koordinasi pengawasan penambangan serta perdagangan batu bara.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Agus Purnomo, menanggapi tidak sinkronnya data pelaporan yang dipersoalkan KPK. Ketidaksesuaian data diketahui mulai dari kelengkapan izin, pelayaran kapal, tugboat, dan tongkang. Padahal, angka pemasukan ke negara seharusnya sama. "Tidak sinkron secara kuantitatif. Akan disinkronisasi," kata Agus Purnomo.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur, Wahyu Widhi Heranata, setuju bahwa banyak pemasukan negara yang hilang. Dengan angka sebesar Rp 1,3 triliun per tahun, Wahyu yakin sebagian di antaranya berasal dari Kaltim. 

"Dari Rp 1,3 triliun itu, potensi kerugian negara dari Kaltim sekitar 20-30 persen,” jelasnya. Wahyu menyatakan, kebanyakan lost tersebut dari pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B yang izinnya diterbitkan pusat.

Merajalela di Tenggarong Seberang

Mengenai dugaan tambang ilegal di Kaltim, Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam telah membenarkan. Lembaga nonpemerintah yang fokus di sektor pertambangan batu bara ini menyatakan, hasil investigasi mereka telah diserahkan kepada KPK.

“Dari penelusuran kami, terdapat 20 titik tambang ilegal yang beroperasi di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara,” demikian Pradarma Rupang, dinamisator Jatam Kaltim.

Selain ke KPK, laporan tersebut telah dilayangkan kepada Polres Kukar. Jatam menduga, aktivitas ini telah berlangsung lebih dari setahun. Dugaan tersebut dikuatkan dengan banyaknya truk pengangkut batu bara yang melintas di jalan umum, jalur Samarinda-Tenggarong, pada malam hari. Diduga kuat, angkutan ini membawa batu bara ilegal ke jetty-jetty seperti yang disebutkan KPK.

“Yang terparah adalah korban jiwa terakhir atas nama Ari Wahyu Utomo, meninggal di lubang yang diduga dari aktivitas tambang ilegal ini,” papar Rupang. Ari Wahyu adalah korban ke-31 yang meninggal di lubang bekas tambang di Kaltim dalam kurun 2011-2018.

Pernyataan Jatam selaras dengan keterangan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Wahyu Widhi Heranata. Temuan sementara Dinas ESDM Kaltim, meninggalnya Ari di lokasi aktivitas tambang ilegal. Dugaan itu diperoleh Dinas ESDM berdasarkan keterangan perusahaan yang memegang izin usaha pertambangan di wilayah tersebut. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar