Lingkungan

Perjuangan Warga Long Isun demi Hutan Adat, Didukung Penuh Ketua DPRD Kaltim

person access_time 4 years ago
Perjuangan Warga Long Isun demi Hutan Adat, Didukung Penuh Ketua DPRD Kaltim

Warga Long Isun bersama koalisi menemui Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK (foto FH Pokja 30 for kaltimkece.id)

Dua tahun sudah, warga Long Isun di Mahakam Ulu berjuang mendapat pengakuan hutan adat. Kawasan itu masuk konsesi perusahaan kayu.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Senin, 10 Februari 2020

kaltimkece.id Warga Long Isun, Kabupaten Mahakam Ulu, kembali menagih janji pemerintah kabupaten setempat. Mereka menuntut pengakuan hukum terhadap hutan adat yang selama ini masuk konsesi hutan dan dikuasai PT Kemakmuran Berkah Timber (KBT).

Hutan tersebut terletak di Kampung Long Isung, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahulu. Luas hutan adalah 80.435 hektare. Sekitar 13 ribu hektare disebut sebagai hutan adat yang saat ini sedang diperjuangkan statusnya. 

Sebagian besar hutan adat itu, menurut warga, dikuasai PT KBT. Padahal, pada Februari 2018 lalu, sudah ditandatangani perjanjian antara masyarakat, Pemkab Mahulu, Ketua DPRD Mahulu, serta perusahaan. Untuk menyelesaikan konflik, empat kesepakatan dihasilkan dalam pertemuan tersebut. Namun, kesepakatan itu belum berjalan hingga sekarang. 

Empat kesepakatan berbunyi, pertama, menghentikan konflik tata batas antara masyarakat Kampung Long Isun dan Kampung Naha Aruq dengan PT KBT. Kedua, tata batas wilayah Kampung Long Isun dengan Kampung Naha Aruq yang berlaku adalah sesuai keputusan Bupati Kutai Barat. 

Yang ketiga, masyarakat di kedua kampung bermusyawarah dan bermufakat secara adat mengenai tata batas yang difasilitasi Dewan Adat Dayak Wilayah Mahakam Ulu. Wilayah konsensi PT KBT yang masuk wilayah Kampung Long Isun juga ditetapkan status quo dan diproses menjadi hutan adat. 

Terakhir, penetapan hutan adat melibatkan Dewan Adat Dayak Mahakam Ulu dan Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat.

Dalam perjalanannya, Pemkab dan DPRD Mahulu belum menetepkan hutan tersebut menjadi hutan adat. Alhasil, konflik masyarakat Long Isun dengan perusahaan terus berlangsung.

Masyarakat Long Isun yang didampingi Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat, menyerahkan dokumen pengusulan Masyarakat Hukum Adat Kampung Long Isun secara resmi kepada Pemkab Mahulu pada 19 September 2018. Koalisi Kemanusiaan terdiri dari Walhi Kaltim, Perkumpulan Nurani Perempuan, FH Pokja 30, dan Jaringan Advokat Lingkungan. 

“Regulasinya sudah ada. Namun, faktanya hingga saat ini belum ada perkembangan mengenai usulan pengakuan dan perlindungan masyarakat Hukum Adat Kampung Long Isun,” kata Direktur Pokja 30, Buyung Marajo, Rabu, 5 Februari 2020.

Buyung menyebut, masyarakat adat Long Isun berupaya mendapatkan pengakuan akan hutan adat mereka. Bagi masyarakat, hutan, tanah, dan sungai bukan hanya ibu dari kehidupan Suku Dayak yang terbiasa berburu, berladang, dan meramu. Menjaga dan merawat hutan adalah bentuk tanggung jawab turun-temurun. 

“Kami meminta pemerintah daerah memberikan pengakuan kepada masyarakat hukum adat Kampung Long Isun,” ungkapnya.

Christina Yeq Lawing, warga Long Isun, mengungkapkan kegelisahan terhadap kepastian status hukum hutan adat tersebut. Penantian selama dua tahun terakhir semenjak pengajuan status hutan tidak memiliki hasil. Christina adalah ibu dari Theodorus Tekwan Ajat, 44 tahun, yang ditahan pada 2014 lalu lantaran dituduh memeras dan merampas dengan kekerasan. Peristiwa itu tidak lepas dari konflik lahan di kampung tersebut. 

“Kami, putra-putri Dayak, sayang hutan dan alam,” terangnya.

Temui Ketua DPRD Kaltim

Perjuangan warga Long Isun berlanjut pada Senin, 10 Febuari 2020. Koalisi Kemanusiaan bersama tokoh Kampung Long Isun mendatangi kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda.

Dalam rapat dengar pendapat, mereka menyampaikan masalah tersebut. Koordinator Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat, Yohana Tiko, mengatakan bahwa konflik terjadi sejak 2011 silam.

Puncaknya setelah tokoh pemuda bernama Theodorus Tekwan Ajat ditangkap dan ditahan selama 109 hari pada Agustus 2014. 

“Pada Desember tahun yang sama, ia dibebaskan secara bersyarat dan hingga kini menyandang status tersangka,” ungkapnya.

Baca juga:
 
Saat ini, koalisi bersama masyarakat masih menunggu rampungnya pembahasan rancangan peraturan daerah yang mereka ajukan. DPRD Kaltim diminta untuk memberikan dukungan kepada pimpinan di tingkat provinsi.

“Kami berharap DPRD Kaltim berkoordinasi dengan gubernur agar memfasilitasi pembahasan rancangan perda sebagaimana Permendagri 80/2015 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah,” jelas Tiko.

Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK, menyatakan dukungan atas perjuangan masyarakat Long Isun beserta koalisi. Ia akan berkomunikasi dengan Kepolisian Daerah Kaltim sehubungan status tersangka Tekwan Ajat yang menjadi tersangka di Polres Kutai Barat.

Tanggapan Perusahaan 

Di tempat terpisah, Direktur PT Kemakmuran Berkah Timber (KBT) Suherianto, memberikan penjelasan kepada kaltimkece.id. Suherianto menyatakan, perusahaan sudah tidak beraktivitas lagi di sekitar Kampung Long Isun.

"Empat kesepakatan di Hotel Aston, sebenarnya di dalam status quo. Jadi, kalau masih dibilang bermasalah, kami menganggapnya bukan masalah. Kami tidak bekerja lagi di areal mereka (warga)," katanya melalui sambungan telepon, Senin sore, 10 Febuari 2020.

Suherianto menambahkan, secara hukum, daerah tersebut masuk areal PT KBT. Perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak bumi bangunan. Meskipun demikian, areal tersebut tidak diikutkan dalam kegiatan produksi. Suherianto menjelaskan, meskipun konsesi PT KBT di areal status quo, perusahaan tidak bisa secara sepihak melepaskan lahan konsesinya.

"Karena bukan wewenang perusahaan. Ini wewenang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup. Untuk mengeluarkan (lahan Desa Long Isun) dari areal PT KBT, kami tidak bisa," jelasnya.

Suherianto juga menyatakan, PT KBT selama ini selalu tersudutkan perihal kasus penetapan seorang warga bernama Tekwan sebagai tersangka oleh Polres Kubar. Perusahaan sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan kasus tersebut. Korporasi bahkan telah menyelesaikan secara kekeluargaan sehingga kasus ini tidak berlanjut ke meja hijau.

Baca juga: 
 

"Tapi terserah kepolisian. Kalau perusahaan, inginnya tetap menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat," tutupnya. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar