Lingkungan

Tanggapan Wagub Kaltim atas Kritik Anak Sendiri soal Masalah Tambang

person access_time 5 years ago
Tanggapan Wagub Kaltim atas Kritik Anak Sendiri soal Masalah Tambang

Foto: kaltimprov.go.id, Instagram

Kegelisahan Fatih Nokturnal adalah satu dari jutaan keresahan akan teror dampak pertambangan batu bara yang terus menghantui.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Senin, 13 Mei 2019

kaltimkece.id Unggahan artikel berjudul "Surat Terbuka untuk Abi: Selesaikan Masalah Lubang Tambang Kaltim!” menjadi pembicaraan. Tulisan berisi kritik terhadap Pemprov Kaltim tersebut jadi perhatian lantaran ditulis Fatih Nokturnal, alias Muhammad Al Fatih Hadi. Ia merupakan putra Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi.

Beberapa media massa, baik Kaltim maupun nasional, ramai-ramai mengutip surat terbuka tersebut. Jumlah pengunjung berita yang mengulas surat itu juga cukup tinggi. Kritik terhadap Pemprov Kaltim oleh Fatih cukup tajam.

Pemuda yang kini sedang melanjutkan pendidikan di Al Ma'had Al Islami dan Khaleed bin Waleed High School di Al Ain, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab tersebut tak segan mengkritisi ayahnya sendiri. Dalam tulisannya, ia mengungkit sikap Hadi yang menuntut tak lagi ada korban di lubang bekas galian tambang Kaltim. Seruan itu dikemukakan beberapa bulan lalu. Namun, baru-baru ini kembali terdengar anak Bumi Etam meninggal di lubang tambang. Korban ke-33.

Baca juga:
 

Hadi Mulyadi yang jadi sorotan dalam opini itupun jadi buruan media. Saat dikonfirmasi kaltimkece.id pada Senin, 13 Mei 2019, ia merasa tulisan putranya hal biasa. Dalam keluarganya, ia membiasakan anak-anaknya mengkritik orangtua jika diperlukan. "Dalam rumah tangga saya sudah terbiasa hidup dalam demokrasi," ujar Hadi.

Fatih, sejak kecil, dikenal memiliki pemikiran cukup kritis. Ia juga gemar menulis dan kerap menuangkan pemikiran yang sudah tiga kali dimuat di media massa nasional. Itu kenapa Hadi begitu maklum dengan kegelisahan anaknya.

Di sisi lain, kritikan adalah hal yang bisa disampaikan siapapun. Tak terkecuali buah hati sendiri. “Yang harus saya lakukan sekarang adalah bekerja keras memperbaikinya," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Hadi menegaskan, kritik dan tuntutan dari berbagai lini, bukan alasan utamanya untuk bergerak. Persoalan tambang di Kaltim memang sudah serius dan harus mendapat langkah nyata. "Walau perlu waktu panjang," ujarnya.

Hadi terkenang ketika kabar korban ke-33 di lubang tambang tersiar dan diketahui publik. Ia mendapat telepon dari Fatih saat itu juga. Mempertanyakan langkah konkret menyudahi tren buruk tersebut. “Dia kan di luar negeri. Setiap dia tanya saya selalu jawabnya singkat. Mungkin dia enggak puas dengan jawaban singkat saya,” kata Hadi.

Meski demikian, Hadi sekata dengan opini anaknya mengenai persoalan tambang di Kaltim. Hanya, ada beberapa hal yang mesti dipertimbangkan. Tak semua hal bisa dimengerti publik. “Ada hal yang dia tidak ketahui. Agak rumit lah ceritanya. Intinya kalau soal penanganan tambang, saya setuju dengan usulan anak saya,” tutup Hadi.

Patut Ditiru

Kegelisahan Fatih yang dituangkan dalam surat terbuka, mendapat apresiasi Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kaltim. Kelompok aktivis tersebut berharap reaksi serupa dapat menjadi contoh anak muda lainnya di provinsi ini. Perlu upaya konkret mengingatkan Gubernur dan Wakil Gubernur akan janji-janjinya. Segenap anak-anak Bumi Etam, harus terlindungi dari ancaman bahaya lubang tambang.

“Apa yang dilakukan Fatih adalah contoh baik seorang pemuda yang cinta Tanah Airnya. Mungkin bagi sebagian orang dia anak durhaka. Bagi kami tidak,” sebut Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang.

Keresahan dari anak pemimpin daerah seperti Fatih, dirasa tidak mengejutkan berkaca kondisi lingkungan Bumi Etam kini. Tempat banyak jiwa dilahirkan, kini diporak-porandakan ganasnya industri tambang. Aktivitas eksplorasi yang setelah selesai dikurasi kekayaannya, ditinggal begitu saja. Dibiarkan terluka berharap alam yang memulihkan.

Opini Fatih mewakili kemarahan jutaan orangtua dan anak-anak yang setiap hari mempertanyakan langkah konkret duet Isran Noor dan Hadi Mulyadi. Korban terus berjatuhan. Begitupun lubang tambang, terus bertambah dan ditinggalkan begitu saja.

“Bagi kami, pemerintah tahu apa yang harus dilakukan. Sayangnya langkah kompromi yang dipilih. Bukan tindakan tegas pencabutan IUP bagi yang melanggar serta penutupan lubang tambang,” sesal Rupang. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar