Pendidikan

Getir Pendidikan di Muara Pegah, Kukar, Setelah Lulus SD Tak Sedikit Murid yang Menikah

person access_time 1 year ago
Getir Pendidikan di Muara Pegah, Kukar, Setelah Lulus SD Tak Sedikit Murid yang Menikah

Heldawati, guru SD Swasta Muara Pegah di Kukar. (foto: giarti/kaltimkece.id)

Saban hari selalu bergulat dengan keterbatasan. Dari pengajar, buku, hingga sekolah, semua serba minim.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Selasa, 12 Juli 2022

kaltimkece.id Di RT 11 Kampung Muara Pegah, Kelurahan Muara Kembang, Muara Jawa, Kutai Kartanegara, cuma ada satu sekolah. Namanya SD Swasta Muara Pegah. Para pengajar dan muridnya selalu bergulat dengan keterbatasan.

Selasa, 5 Juli 2022, reporter kaltimkece.id mengunjungi SD Swasta Muara Pegah. Di sekolah seluas 30 meter x 50 meter ini terdapat sembilan ruangan. Enam ruangan di antaranya digunakan sebagai kelas. Sisanya untuk ruang kepala sekolah, ruang guru, dan perpustakaan. Sebuah musala tak berfungsi berdiri di sebelah kanan bangunan sekolah.

Kepada media ini, Ketua RT 11 Muara Pegah, Sudirman, mengatakan, SD tersebut dibangun Total E&P Indonesia yang sekarang berganti nama menjadi Pertamina Hulu Mahakam, perusahaan eksplorasi dan eksploitasi migas. SD Swasta Muara Pegah dimanfaatkan anak-anak dari tiga kampung di Muara Kembang yaitu Muara Pegah, Muara Ulu Kecil dan Muara Ulu Besar.

_____________________________________________________PARIWARA

Selama di SD Swasta Muara Pegah, awak media ini ditemani anak Sudirman, Heldawati, 28 tahun, yang menjadi guru. Perempuan berkerudung itu menyebut, dari kelas satu sampai kelas enam, ada 28 murid yang bersekolah di SD tersebut. Sedangkan gurunya cuma tiga orang, salah satunya Heldawati. Memang, dulunya ada enam tenaga pendidik, satu kepala sekolah dan lima guru. Namun mereka pindah ke sekolah negeri karena diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Menyiasati masalah tenaga pengajar, SD Swasta Muara Pegah kerap dibantu guru dari Desa Handil, Kelurahan Muara Jawa Ilir. Akan tetapi, mereka kerap datang tidak tepat waktu karena masalah transportasi. Untuk bisa sampai Muara Pegah, guru dari Handil menggunakan kapal yang biasanya menjemput mereka antara pukul 8-9 pagi.

“Sebelum guru datang, anak-anak malah bermain di luar kelas,” kata Heldawati yang telah mengajar di SD Swasta Muara Pegah selama 12 tahun sejak 2012.

Kendala lainnya adalah buku. Heldawati mengatakan, sebetulnya ada banyak buku tapi tidak ada pembaruan. “Anak-anak tidak beli buku karena orangtua keberatan dengan harganya yang tidak murah,” sebutnya. Sebagai solusinya, guru dari Handil kerap membawakan buku fotokopian untuk para murid belajar.

Para guru SD Swasta Muara Pegah mengajar semua mata pelajaran. Heldawati mengatakan, pembelajarannya berlangsung dari Senin-Sabtu. Menurut perempuan kelahiran Muara Pegah, 5 Juni 1994, itu, murid-muridnya lemah di bidang teori tapi unggul dalam praktik. Ia pernah menjelaskan soal mangrove tapi tak ada yang paham. “Jika mereka disuruh praktik, mereka langsung mengerti,” urainya.

Selepas bersekolah, sambung alumni SD Swasta Muara Pegah itu, para murid biasanya bermain atau berenang. Ada juga yang mencari ikan, udang, atau kepiting bersama orangtuanya. Di Muara Pegah, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan.

Heldawati juga mengeluhkan soal pendidikan lanjutan. Tak adanya SMP dan SMA di Muara Pegah membuat sejumlah murid kerap putus sekolah selepas lulus SD. Dari lima murid yang lulus, sebut Heldawati, biasanya hanya tiga orang yang melanjutkan pendidikan. Ini dikarenakan jarak sekolah lanjutan terbilang jauh dari Muara Pegah.

“Setelah lulus SD, banyak yang langsung menikah,” beber mahasiswi yang sebentar lagi diwisuda dari Universitas Terbuka Kaltim itu.

Pembelajaran SD Swasta Muara Pegah juga dibantu Yayasan Biosfer Manusia (Bioma), sebuah organisasi lingkungan non-pemerintah. Sejak beberapa tahun lalu, Bioma mendampingi tiga kampung di Kelurahan Muara Kembang, salah satunya Muara Pegah. Bersama para warga, Bioma aktif membudidayakan mangrove di kampung-kampung tersebut.

Heldawati mengatakan, ketika anggota Bioma berkunjung ke Muara Pegah, mereka akan ikut mengajar di SD Swasta Muara Pegah. Tentu saja materinya tentang mangrove. “Mereka juga memberi kami banyak buku terkait mangrove dan lingkungan,” sebutnya.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Gaji para guru SD Swasta Muara Pegah berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Heldawati mengaku, mendapat gaji Rp 500 ribu per bulan. Namun waktu pembayarannya tak tentu karena kucuran dana BOS tak terjadwal. Para guru juga mendapat bantuan dari Pos Pengamat Muara Pegah, Pangkalan TNI AL Balikpapan, berupa uang tunai dan sembako. “Saya berharap, fasilitas SD Swasta Muara Pegah bisa ditingkatkan,” ujarnya.

Keluhan soal minimnya tenaga pengajar SD Swasta Muara Pegah telah diterima Lurah Muara Kembang, Masriansyah. Sebagai tindaklanjutnya, kelurahan meneruskan keluhan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kukar. “Pihak dinas mengatakan akan ada pengganti tiga orang yang diangkat PPPK itu,” jelasnya kepada media ini.

Masriansyah juga menjelaskan, sejumlah orangtua di kelurahannya masih minim kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Inilah yang menjadi salah satu sebab murid SD Swasta Muara Pegah masih sedikit. “Meski demikian, kami tidak berhenti menyosialisasikan pentingnya pendidikan di tiga kampung kami,” kuncinya. (*)

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar