Pendidikan

Mengenal Prof Harlinda Kuspradini, Anak Samarinda Bergelar Guru Besar dan Berbagai Penemuannya

person access_time 2 years ago
Mengenal Prof Harlinda Kuspradini, Anak Samarinda Bergelar Guru Besar dan Berbagai Penemuannya

Prof Harlinda Kuspradini, guru besar dari Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman (foto: dokumentasi pribadi).

Perempuan kelahiran Samarinda ini meraih gelar guru besar Universitas Mulawarman. Puluhan tahun ia meneliti tumbuhan obat dan aromatik.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Rabu, 17 November 2021

kaltimkece.id Sudah lewat tengah hari ketika Profesor Harlinda Kuspradini Ph.D masih sibuk dengan berbagai perkakas penelitian. Mengenakan jas laboratorium biru muda, guru besar Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, tersebut, memeriksa labu didih berisi cairan bening. Prof Harlinda kemudian memastikan minyak dan air di tabung transparan tersebut telah terpisah melalui proses penyulingan.

Selasa, 16 November 2021, Prof Harlinda menemui reporter kaltimkece.id selepas aktivitasnya di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Energi Terbarukan di kampus Gunung Kelua, Samarinda. Wakil Dekan Bidang Akademik, Fahutan, Unmul, itu, baru saja menerima gelar profesor dalam usia 45 tahun. Menurut rencana, orasi ilmiah untuk pengukuhan gelar diadakan dalam sidang senat terbuka universitas beberapa waktu mendatang.

"Jika tak ada kendala, pengukuhan berjalan kolektif. Beberapa dosen akan orasi ilmiah dalam pengukuhan tersebut," terang perempuan berkerudung yang punya dua putri dan seorang putra ini.

Prof Harlinda adalah perempuan kelahiran Samarinda pada 28 April 1975. Ayahnya (almarhum) adalah seorang dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unmul. Ibunya seorang dokter, sudah pensiun dari Dinas Kesehatan Samarinda.

Prof Harlinda sekolah sebentar di Jogjakarta sampai kelas lima SD. Setelah itu, pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tingginya diselesaikan di Kota Tepian. Gelar sarjana dan masternya juga dari Samarinda yaitu Fahutan Unmul dengan disiplin keilmuan teknologi hasil hutan. Ia kemudian mengabdi di almamaternya sejak 2001 sebagai dosen. Lewat bantuan beasiswa, Prof Harlinda meraih gelar doktor dari Applied Biological Science, United Graduate School of Agriculture, Gifu University, Jepang.

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Menjadi dosen selama 20 tahun hingga meraih gelar guru besar, Prof Harlinda adalah peneliti yang produktif. Dalam lima tahun terakhir, ia membukukan 16 hasil penelitian dengan 38 publikasi artikel ilmiah. Ia juga tercatat sebagai pemakalah seminar ilmiah atau oral presentation sebanyak 22 kali.

Sebagian besar penelitian Prof Harlinda berfokus kepada pengolahan hasil hutan bukan kayu khususnya tumbuhan obat dan aromatik. Tumbuhan obat adalah sebutan bagi vegetasi yang memiliki fungsi sebagai obat. Adapun tumbuhan aromatik, ditujukan kepada flora yang memiliki kekhasan aroma.

"Banyak jenis tumbuhan aromatik yang juga berfungsi sebagai obat. Demikian sebaliknya, tumbuhan obat yang memiliki kekhasan aromatik,” papar Prof Harlinda memulai penjelasannya. Tumbuhan aromatik yang berkhasiat obat contohnya adalah tumbuhan herbal yang biasa dipakai untuk penyedap rasa makanan. Kayu manis, serai, daun salam, daun jeruk, adalah beberapa di antaranya.

Prof Harlinda selama 20 tahun meneliti tumbuhan obat dan aromatik yang berfungsi sebagai antimikroba alami. Ia telah mengeksplorasi lebih dari 40 jenis flora di Indonesia yang berpotensi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan enzim glukosiltransferase, penyebab karies gigi. Bagian-bagian tumbuhan seperti batang, daun, maupun akar diperiksa. Setelah itu, bagian-bagian tumbuhan tadi diekstraksi. Proses ini bertujuan mengeluarkan senyawa kimia sekaligus mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif. Hasil ekstraksi inilah yang berkhasiat mencegah karies atau gigi berlubang.

Penelitian Prof Harlinda berikutnya adalah tumbuhan aromatik. Ia telah meneliti berbagai tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri. Prof Harlinda pun memegang Hak Kekayaan Intelektual atau HKI untuk minyak atsiri dari daun Dryobalanops lanceolata dan proses penyulingan minyak atsiri daun Litsea Sp dengan jenis paten sederhana.

Minyak atsiri adalah minyak yang terkandung di dalam sel-sel tumbuhan. Bagi tumbuhan, minyak ini sebenarnya berfungsi sebagai metabolit sekunder atau pertahanan diri. Akan tetapi, minyak ini juga berguna bagi manusia. Minyak atsiri adalah bahan yang sangat dibutuhkan dalam industri parfum, kosmetika, farmasi, hingga makanan dan minuman. Bisa juga dijadikan insektisida atau pestisida nabati.

“Jenis minyak atsiri yang dihasilkan berbeda-beda, bergantung dari sumber tumbuhan aromatiknya. Kandungan kimianya juga bervariasi sehingga bisa dijadikan produk yang beraneka ragam,” jelas Prof Harlinda.

Untuk memperoleh minyak atsiri dari tumbuhan aromatik, Prof Harlinda memakai teknik ekstraksi. Metode paling sederhana adalah lewat penyulingan. Caranya dengan memisahkan atau memurnikan minyak dengan bantuan uap air.

Perbedaan tekanan uap akan memisahkan senyawa yang diinginkan tersebut. Minyak atsiri memang mudah menguap sehingga sering disebut minyak terbang atau minyak eteris (essential oil atau volatile oil). Penemuan Prof Harlinda ini kemudian menghasilkan produk minyak atsiri yang diperjualbelikan dengan nama dagang A-TREO. Adapun A-TREO adalah kependekan dari A Tropical Rainforest Essential Oil. Nama ini dipilih melihat banyaknya potensi tumbuhan aromatik dari hutan tropis basah di Kaltim yang dapat dikembangkan menjadi sumber minyak atsiri.

Gelar Profesor

Lewat pengabdian di kampus, penelitian, dan publikasi karya ilmiah, Harlinda akhirnya meraih gelar guru besar di Universitas Mulawarman. Ia menjelaskan, ada beberapa tahapan untuk mendapat gelar profesor. Dosen harus mencapai angka kredit tertentu sesuai nilai kum yang diperoleh berjenjang. Dari jabatan fungsional akademik asisten ahli, asisten profesor (lektor), hingga lektor kepala, dan akhirnya profesor.

Syarat berikutnya adalah mengantongi ijazah doktor atau sederajat. Kemudian mengajukan gelar guru besar setelah tiga tahun memperoleh ijazah S-3, dan karya ilmiah yang dipublikasi pada jurnal internasional bereputasi.

“Terakhir, memiliki pengalaman sebagai dosen paling singkat sepuluh tahun,” tutup pengampu mata kuliah pengolahan hasil hutan bukan kayu yang telah menerbitkan tiga buku ini. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar