Samarinda

Rintihan Para Pengemudi Gojek di Samarinda

person access_time 11 months ago
Rintihan Para Pengemudi Gojek di Samarinda

Sejumlah pengemudi ojek online melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gojek Samarinda. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Sistem kerja ojol disebut kerap merugikan pengemudi. Upah yang diterima dengan daya dikeluarkan pun acapkali tidak berkesesuaian.

Ditulis Oleh: Muhammad Al Fatih
Kamis, 27 Juli 2023

kaltimkece.id Sesaat setelah menurunkan seorang penumpang di Kecamatan Palaran, Samarinda, sebuah pesan pendek tiba di gawai pintar Echa Salvitri. Pengemudi ojek daring berbendera Gojek Indonesia itu segera membuka pesan tersebut. Kedua matanya mendelik melihat isi pesan. Ia diminta mengambil masakan ayam di sebuah restoran lalu mengantarkannya ke penginapan si pemesan.

Senin, 24 Juli 2023, Echa dilanda kekesalan mendapat pesanan tersebut. Pasalnya, bayaran yang ia terima tak sesuai dengan jarak yang harus ditempuh. Dari tempatnya berpijak sampai restoran, kata Echa kepada kaltimkece.id, jaraknya sekitar 13 kilometer. Itu belum termasuk jarak dari restoran ke penginapan si pemesan.

“Sementara ongkosnya, cuma Rp 8 ribu,” sebut perempuan itu dengan nada kesal. Ia mengatakan, murahanya bayaran perjalanan ini karena sistem hanya menghitung jarak dari restoran ke penginapan tanpa memperhitungkan jarak dari tempat asal pengemudi.

Echa sebenarnya tidak mau menerima pesanan tersebut. Selain jarak yang terbilang jauh, ongkosnya tak menutup biaya bahan bakar kendaraannya. Dalam sehari, ia mengaku bisa tiga kali mengisi bensin untuk sepeda motornya. Walau demikian, peraturan membuatnya kehilangan daya untuk menolak. Jika membatalkan orderan, kata dia, akun Gojek-nya akan dibekukan sementara.

“Misalnya, saya cancel pada siang, mungkin, habis magrib baru dapat pesanan lagi,” kata Echa. Tak ingin kehilangan peluang untuk menambah penghasilan, ia segera tancap gas menjemput pesananan tadi.

Setelah tugasnya beres, Echa bergegas menuju Kantor Gojek Samarinda di Jalan Mulawarman. Setibanya, ia bergabung dengan ratusan pengemudi ojol yang sedari tadi bersorak-sorak di depan kantor tersebut. Senin itu, para pengemudi yang mengatasnamakan Bubuhan Driver Gojek Samarinda (Budgos) ini melakukan demonstrasi.

Setidaknya ada enam poin yang menjadi tuntutan mereka kepada pihak aplikator Gojek Indonesia. Pertama, beber Echa, Budgos menuntut agar jarak penjemputan pesanan tidak jauh dari posisi pengemudi. Kedua, kebijakan double order atau pemesanan ganda dievaluasi. Dalam kebijakan ini, seorang pengemudi Gojek bisa mendapatkan dua pesanan dari pelanggan yang berbeda untuk satu warung makan atau restoran yang sama.

Kebijakan double order disebut kerap menimbulkan sejumlah masalah di lapangan. Salah satu masalahnya adalah apabila lokasi pemesan pertama berjarak cukup jauh dari restoran. Sementara lokasi pemesan kedua jaraknya cukup dekat. Pengemudi lantas mendahulukan pengantaran pesanan yang pertama. Akibat dari kejadian ini, makanan milik pemesan kedua lekas dingin. Walhasil, pengemudi yang disalahi.

“Pelanggan kadang mengomeli kami karena kami dianggap mutar-mutar terlalu jauh,” cerita Echa.

Masalah lainnya adalah bayaran. Echa mengatakan, pengemudi hanya mendapatkan Rp 2 ribu dari pemesan kedua dalam mekanisme double order. Ongkos tersebut dinilai tidak layak. Pasalnya, pengemudi mesti kerja dua kali untuk mengantarkan pesanan.

Echa Salvitri (kanan), pengemudi ojek daring di Samarinda. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Tuntutan ketiga adalah tambahan biaya ongkos kirim untuk layanan GoFood dengan pesanan di atas Rp 200 ribu. Alasannya, upah yang saat ini diterima pengemudi dari melayani pengiriman banyak barang disebut tidak jauh berbeda dengan pengiriman sedikit barang. Padahal, kata Echa, ada waktu dan tenaga yang lebih banyak dikeluarkan oleh pengemudi untuk memenuhi pesanan banyak barang.

Tuntutan keempat, menaikkan tarif beroperasi di situasi sulit seperti hujan. Echa menyebutkan, kebijakan ini pernah ada. Dulu, tarif yang diterima pengemudi ojol akan naik hingga Rp 2 ribu jika melayani pelanggan saat hujan. Kini, kebijakan tersebut ditiadakan.

Kelima, Budgos meminta agar alokasi pemesanan untuk seluruh pengemudi Gojek di Samarinda diberikan secara adil dan merata. Pasalnya, jumlah pesanan yang diterima seorang pengemudi berbeda-beda, ada yang sedikit, ada pula yang banyak. Hal ini disebut dapat menimbulkan kesenjangan di antara pengemudi Gojek.

Tuntutan yang terakhir adalah, Gojek Indonesia diminta menjalankan amanat Keputusan Menteri Perhubungan 1001/2022. Keputusan tersebut menjelaskan mengenai biaya sewa aplikasi paling tinggi sebanyak 15 persen dengan alokasi tunjangan kesejahteraan kepada pengemudi sebanyak lima persen.

Unjuk rasa tersebut dihadiri Koordinator Gojek Indonesia Timur, I Gusti Ngurah Supriasta Dyana. Ia mengatakan, semua tuntutan dari para pengemudi Gojek ditampung dan dipertimbangkan. Apabila sebagian atau seluruh tuntutan dikabulkan, kata Gusti, implementasinya tak hanya berlaku di Kaltim tapi seluruh daerah di Indonesia.

I Gusti Ngurah Supriasta Dyana, koordinator Gojek Indonesia Timur. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim, Rozani Erawadi, tak banyak memberikan komentar mengenai tuntuan para pengemudi Gojek di Samarinda. Ia mengatakan, pihaknya hanya dapat mengakomodir tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Tenaga kerja yang tak ada di regulasi tersebut, bukan menjadi kewenangan Dinas Tenaga Kerja.

Pada kesempatan yang berbeda, dosen Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Setiyo Utomo, memberikan tanggapan. Ia mengatakan, hingga kini belum ada payung hukum yang jelas dalam melindungi para pengemudi ojek daring. Yang ada hanya peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian.

“Seharusnya, ada regulasi yang secara konkret mengatur kedudukan perusahaan transportasi daring,” ujar Tio, panggilan pendeknya, kepada kaltimkece.id, Selasa, 25 Juli 2023, via telepon.

Ia melanjutkan, Gojek Indonesia seharusnya juga melakukan kontrak kerja dengan para pengemudi. Mengingat, mereka telah memberikan keuntungan besar untuk perusahaan. Kontrak ini diperlukan agar kesejahteraan para pengemudi terjamin. Paling tidak, dengan adanya kontrak kerja, mereka mendapatkan asuransi kesehatan. Asuransi ini tentu dibutuhkan para pengemudi ojol karena pekerjaannya berisiko menimbulkan kecelakaan.

“Hukum seharusnya berorientasi kepada kepentingan dan kesejahteraan publik karena hukum berada di bawah masyarakat,” ucap Tio.

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar