Pendidikan

Pandangan Berbagai Elemen di Kaltim terhadap SKB Tiga Menteri tentang Hak Memilih Seragam Sekolah

person access_time 3 years ago
Pandangan Berbagai Elemen di Kaltim terhadap SKB Tiga Menteri tentang Hak Memilih Seragam Sekolah

Siswi sekolah negeri di Samarinda (foto: arsip kaltimkece.id)

Terbitnya SKB tiga menteri mendapat tanggapan berbagai elemen di Kaltim. Banyak pihak mendukung kebijakan tersebut.

Ditulis Oleh: Muhammad Rizki Al Hadid
Jum'at, 05 Februari 2021

kaltimkece.id Pemerintah pusat baru saja mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. Peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidikan di sekolah berhak memilih seragam dan atribut dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu. Sejumlah elemen di Kaltim memberi pandangan terhadap SKB tersebut.

Tiga menteri yang menandatangani surat keputusan tersebut adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Selain hak memilih seragam, SKB mengatur sanksi buat pimpinan pemerintah daerah atau kepala sekolah yang tidak melaksanakan keputusan. SKB mengharuskan pemda dan kepala sekolah mencabut aturan, jika ada, yang mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan atau tanpa kekhususan agama. Ada tenggat 30 hari untuk mencabut aturan tersebut.

Kepada kaltimkece.id, Gubernur Kaltim Isran Noor menilai, SKB tiga menteri itu bagus. Indonesia merupakan negara yang beragam. Jangan sampai ada kasus yang melanggar hakikat keberagaman bangsa.

“Sebenarnya, bagi saya tak masalah,” kata Gubernur pada Jumat pagi, 5 Februari 2021.

Isran mengatakan, penerbitan SKB tidak lepas dari kejadian di Padang, Sumatra Barat, yang sempat viral. Andaikata peristiwa tersebut berlangsung di Kaltim, sambung Gubernur, tak perlu ditindak melainkan kesadaran masyarakat yang perlu dikedepankan.

“Tetapi kalau sampai mengganggu keyakinan beragama orang lain, tentu tidak dapat dibenarkan. Asalkan tidak memaksa. Kalau memaksa, itu yang berbahaya. Pakai jilbab, misalnya. Kalau nyaman, silakan. Yang jelas, di Kaltim belum ada kasus seperti itu,” terangnya.

Di tempat terpisah, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi memberikan pernyataan singkat. Menurutnya, Pemkot Balikpapan mendukung kebijakan pusat termasuk SKB tiga menteri tersebut. “Yang jelas, nanti (penerapan) sesuai petunjuk dari kementerian,” kata Rizal kepada kaltimkece.id, Jumat sore.

Adapun Pemkot Samarinda, melalui Kepala Dinas Pendidikan, Asli Nuryadin, mengaku masih mempelajari SKB tiga menteri tersebut.

Pandangan terhadap SKB tiga menteri juga datang dari Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim Musyahrim. Menurutnya, selama ini tidak pernah ada kekhususan yang mewajibkan pemakaian jilbab di Kaltim. Siswi muslim boleh mengenakan jilbab, sementara yang nonmuslim tidak memakainya. “Jika dipertegas dengan aturan pemerintah, itu bagus,” paparnya.

Walaupun demikian, secara pribadi mantan Kepala Disdik Kaltim ini menilai, terlampau berlebihan jika urusan seperti itu diatur-atur. Kehidupan beragama di sekolah-sekolah di Bumi Etam selama ini berlangsung normal. “Jilbab itu bukan kelengkapan bersekolah,” terangnya seraya menambahkan, “Jadi aturan tersebut sebenarnya tak terlalu berpengaruh bagi Kaltim.”

Tanggapan juga datang dari pelajar. Ketua OSIS SMA 1 Samarinda, Angger Karisma Deotama, menganggap bahwa SKB tiga menteri sudah tepat. Setiap orang punya kebebasan mengekspresikan agama dan tak boleh ada paksaan. “Saya mendukung kebijakan ini,” imbuhnya.

Tanggapan Ormas Islam

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kaltim, Syaparudin, menuturkan bahwa SKB tiga menteri memberi keleluasaan sekolah menentukan pilihan atribut sekolah. Artinya, disesuaikan ketentuan dan kondisi masyarakat yang plural dan beragam. Kejadian di Padang, menurutnya, cukup menjadi pelajaran agar tidak terjadi di Kaltim. Seluruh pihak terutama sekolah mesti menyesuaikan dengan SKB tiga menteri tersebut.

Jika terjadi di Kaltim, PWNU Kaltim meminta agar menyesuaikan dengan SKB tersebut. Pemprov Kaltim harus bersikap tegas terhadap pelanggaran namun tetap melalui pendekatan persuasif.

Sekretaris Pengurus Cabang NU (PCNU) Samarinda, Ahmad Junaidi, menambahkan pandangannya. Menurutnya, sekolah sebagai wadah pendidikan di lingkungan negeri, harus memiliki aturan spesifik mengenai penggunaan atribut beridentitas agama. PCNU Samarinda sangat setuju terhadap aturan tersebut.

“Atribut keagamaan adalah hak dari masing-masing pemeluk,” kata Junaidi.

PCNU Samarinda berharap, para pihak seperti kepala sekolah maupun pemangku kebijakan sekolah memahami aturan tersebut. Aturan itu dibuat demi tidak terjadinya intoleransi yang terkesan diskriminatif bagi golongan minoritas.

Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kaltim, Suyatman, mengaku belum mengetahui sikap resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah terhadap SKB tiga menteri. Ia tak ingin pernyataannya berseberangan dengan PP Muhammadiyah. Akan tetapi, menurutnya, tentu tak ada masalah di sekolah-sekolah umum manakala SKB tersebut diterapkan.

“Pakai jilbab boleh, yang tidak pakai jilbab silakan. Itu hak asasi manusia. Yang jelas, mengenakan jilbab itu pelaksanaan syariat Islam,” terangnya.

Suyatman mengambil contoh di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT). Mahasiswi nonmuslim tidak mengenakan jilbab. “Tapi kalau rela ikut temannya, tak masalah. Tapi tidak disuruh. Sebaliknya, kalau yang muslim dipaksakan tidak pakai jilbab, juga tidak boleh,” tutupnya. (*)

Dilengkapi oleh: Surya Aditya (Balikpapan), Giarti Ibnu Lestari (Samarinda)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar