Politik

Menilai Kualitas Calon Wali Kota Samarinda-1: Keliru Menanggapi hingga Minim Ide Segar

person access_time 3 years ago
Menilai Kualitas Calon Wali Kota Samarinda-1: Keliru Menanggapi hingga Minim Ide Segar

Para calon wali kota Samarinda, dari kiri: M Barkati, Andi Harun, Zairin Zain.

Tema pertama debat publik calon wali kota Samarinda adalah penanganan pandemi. Kualitas masing-masing mulai terlihat.

Ditulis Oleh: Fel GM
Senin, 19 Oktober 2020

kaltimkece.id Pembawa acara sekaligus moderator memanggil para kandidat wali kota Samarinda. Satu per satu kandidat naik ke panggung seraya profil mereka dibacakan oleh moderator. Ahad malam, 18 Oktober 2020, Debat Publik Calon Wali Kota Samarinda berjalan di ballroom Hotel Mercure.

Calon nomor urut satu, Muhammad Barkati, adalah yang pertama naik ke panggung. Ia lahir di Samarinda, 9 Januari 1969. Pendidikan terakhirnya adalah S-1 dari Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Andi Harun menjadi calon wali kota nomor urut dua. Laki-laki yang lahir di Bone, 12 Desember 1972 ini adalah calon termuda. Ia meraih doktor bidang hukum dari Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Sementara kandidat nomor urut tiga adalah Zairin Zain yang lahir di Tenggarong pada 14 Juli 1959 atau yang tertua dari dua calon lain. Zairin adalah doktor di bidang perikanan dari Universitas Diponegoro, Semarang.

Setelah ketiganya naik panggung dan memaparkan visi dan misi, debat publik memasuki sesi menjawab pertanyaan dari pakar. Setiap jawaban akan ditanggapi calon wali kota yang lain. Sesi ini dibagi tiga subtema yakni kesehatan dan penanganan Covid-19, pendidikan, serta ekonomi. Setelah itu, dilanjutkan sesi tanya jawab bebas. Setiap calon akan bertanya kepada dua calon yang lain.

Seluruh sesi debat publik tersebut kaltimkece.id sajikan dalam tiga artikel berseri. Yang pertama adalah mengenai subtema pandemi dan kesehatan, yang kedua rangkuman dari subtema pendidikan dan ekonomi, sedangkan yang terakhir ialah sesi tanya-jawab antarkandidat. kaltimkece.id menyertakan transkripsi utuh dari debat publik agar pembaca lebih objektif melihat tuturan para kandidat (transkripsi ini boleh diabaikan apabila pembaca telah menyaksikan siaran langsung maupun rekaman debat tersebut). Kami melakukan beberapa perbaikan minor demi kenyamanan pembaca belaka.

Untuk mengukur kualitas para calon wali kota dalam debat, kaltimkece.id meminta pengamat politik Lutfi Wahyudi memberi penilaian seobjektif mungkin. Persepsi utuh dari akademikus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, sekaligus kandidat doktor ilmu politik dari Universitas Gadjah Mada, tersebut, kami letakkan di setiap akhir pernyataan kandidat. Berikut artikel yang pertama tentang pandemi dan kesehatan.

[Pertanyaan moderator dari amplop yang dipilih Zairin Zain] Wabah pandemi Covid-19 sudah berlangsung kurang lebih tujuh bulan. Jumlah kasus di Samarinda terus meningkat tajam bahkan masih dalam status zona merah dengan tingkat kematian terbesar setelah Balikpapan. Langkah apa yang akan Anda lakukan dalam menuntaskan permasalahan penanganan wabah covid-19 dan berapa lama waktu yang dibutuhkan?

[Zairin Zain menjawab pertanyaan moderator] Jadi Covid-19 ini semua orang bisa terkena, tergantung imunitas tubuh kita masing-masing. Semua orang bisa terkena. Presiden Amerika pun terkena. Pangeran Charles pun terkena. Atlet-atlet terkenal terkena. Sehingga kami ingin bagaimana pengentasan daripada Covid-19 ini kita manfaatkan dana 10 persen yang sudah disiapkan oleh pemerintah untuk dana kesehatan itu bisa digunakan. Penanganan Covid ini tidak bisa saja dari pemerintah. Bisa juga kita gunakan dana-dana CSR dari perusahaan-perusahaan untuk membantu masyarakat kita bisa dideteksi dengan swab agar mereka bisa terbebas dari penyakit Covid ini.

Kemudian ada beberapa dana juga yang ada di OPD-OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Ini juga bisa dimanfaatkan untuk membantu masyarakat terutama masyarakat yang pra-sejahtera, yang tidak mampu. Karena dengan biaya yang cukup besar, Rp 1,9 juta untuk swab itu, saya kira untuk dibelikan beras, makanan bulanan, itu bisa mencukupi daripada mereka swab. Nah ini tentu pemerintah harus memberikan bantuan, subsidi, kepada masyarakat yang membutuhkan. Bahwa pemeriksaan swab itu perlu. Inilah saya kira penambahan ruang isolasi juga diperlukan (waktu habis).

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Jawaban di atas tidak langsung ke pertanyaan yang diajukan. Meskipun telah disebutkan beberapa langkah yang akan dilakukan, namun belum komprehensif. Langkah konkret belum tergambar dengan jelas dan jawaban lebih berfokus kepada ketersediaan dan penggunaan dana. Pada akhirnya, kandidat kehabisan waktu.

[Muhammad Barkati menanggapi jawaban Zairin Zain]: Kalau betakun (bertanya) dengan senior ini agak gugup juga. Alhamdulillah, terima kasih apa yang disampaikan. Kalau betakun dengan senior ini yang gampang-gampang aja. Menurut bapak, apakah kebijakan pemerintah selama ini sudah cukup mengendalikan Covid-19? Seperti sudah banyak tadi diterangkan, bagaimana kebijakan pemerintah yang selama ini melaksanakan, bahkan di Samarinda sudah ada perwali?

[Moderator tiba-tiba memotong ucapan M Barkati]: Mohon izin, bapak. Silakan tanggapannya. Pertanyaan ada di segmen berikutnya. Silakan, pernyataan Pak Zairin ditanggapi, bukan ditanyakan. 

[Barkati melanjutkan tanggapan]: Dalam pandemi begini, tentunya perlu ada pemahaman terhadap masyarakat mengenai virus itu sendiri. Dan agar masyarakat kita tidak ketakutan yang berlebihan… (waktu habis).

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Calon wali kota nomor urut satu sepertinya gagal paham atau bisa juga kurang fokus.

[Andi Harun menanggapi jawaban Zairin Zain]: Dari penjelasan Pak Doktor Zairin Zain, di awal sangat bagus. Bahwa begitu berbahayanya Covid-19 yang bisa menginfeksi siapa saja. Namun, saya menunggu ada terobosan yang spektakuler mengenai tingkat kebeberhayaan di awal penjelasan. Namun, saya mendengar secara persis, sesuai dengan pertanyaan moderator, hanya berupa pemanfaatan dana 10 persen yang sudah diatur dalam sistem penganggaran dana kesehatan nasional demikian juga melibatkan swasta. Namun, Pak Zairin, perlu diingat bahwa peraturan presiden hingga peraturan mendagri telah mengatur di awal bahwa ada program refocusing kemudian penyesuaian anggaran terhadap semua APBD. Bahkan di Kaltim telah dilakukan pemotongan hingga 50 persen dan diimbau menyiapkan dana cadangan.

Tapi ini bukan sekadar biaya. Kita harus menyiapkan strategi. Pasangan kami menyiapkan dua strategi dasar. Pertama Samarinda Sehat, kedua adalah Samarinda Pulih. Kami ingin tidak bicara soal dana tapi ada langkah-langkah konkret dan terukur bagaimana penyediaan infrastruktur, potensi pemanfaatan vaksin secara masif, dan program tracking serta pemulihan ekonomi secara bersamaan. Kita tidak bisa mendahulukan pemulihan ekonomi atau penanganan Covid. Dua-duanya harus berjalan secara pararel. Terima kasih.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Tanggapan kandidat nomor urut dua ini menyajikan respons kritis, argumentatif, dan solutif.

***

[Pertanyaan moderator dari amplop yang dipilih Andi Harun]: Infrastruktur dan sistem kesehatan kita tidak siap menghadapi pandemi Covid-19. Samarinda hanya memiliki satu rumah sakit daerah, itu pun tipe C. Ke depan, tidak menutup kemungkinan terjadi wabah serupa. Kebijakan apa yang disiapkan untuk mengantisipasi ketidaksiapan infrastruktur dan sistem kesehatan tersebut?

[Andi Harun menjawab pertanyaan moderator]: Tugas pemimpin harus menghadapi dan memperhitungkan semua risiko. Covid di depan mata. Ada fakta dan realita bahwa rumah sakit kita sangat terbatas termasuk fasilitas infrastruktur kesehatan. Namun, program penanganan Covid dari sisi medis tidak boleh berhenti. Kita harus memanfaatkan fasilitas publik yang mungkin telah direncanakan pada masa datang. Ada wisma atlet, hotel, dan penginapan yang bisa dimanfaatkan untuk penanganan pasien.

Tetapi lebih dari itu, kami akan bersinergi dengan semua unsur forum koordinasi pimpinan daerah. Di tingkat provinsi, TNI, Polri, termasuk aparat lainnya memiliki sarana yang bisa disinergikan. Covid harus ditangani bersama. Tidak mungkin pemda sendiri. Harus bangun kekuatan bersama unsur pimpinan, swasta, dan masyarakat agar masifnya dan keterukuran penanganan covid dari sisi pemanfaatan sarana dan prasarana publik dapat ditangani bersama.

Negara sedang membutuhkan kita. Negara membutuhkan tanggung jawab kita bersama. Tidak boleh ada satu pun di antara sisi pilar kehidupan berbangsa ini; pilar negara, pilar masyarakat, pilar swasta, harus bareng-bareng untuk melakukan upaya yang sangat masif terhadap penanganan dan penyiapan sarana dan infrastrukturnya.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Kandidat nomor urut dua sudah menjawab sebagian dari pertanyaan yang diajukan. Akan tetapi, jawaban itu belum menyentuh esensi pertanyaan yang berkaitan dengan fakta pengantar yang menyertai pertanyaan yang diajukan moderator.

[Zairin Zain menanggapi jawaban Andi Harun]: Jadi kalau kita lihat, penanganan Covid ini ada jangka pendek dan ada jangka panjangnya. Kita belum tahu persis sampai kapan covid ini berlangsung di negara kita. Nah, tentu ada prioritas utama kita untuk jangka pendeknya. Saat ini, kita tahu persis, semua rumah sakit kedodoran. Bahkan kita sudah menggunakan wisma atlet dan beberapa hotel sama halnya seperti di pusat, di Jakarta. Tentu pemerintah tidak harus berpangku tangan seperti ini. Harus ada program-program terobosan dalam jangka pendek ini. Apakah fasilitas untuk penanganan Covid yang diutamakan atau infrastrukturnya.

Kalau menurut kami, dua-duanya harus dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Karena kalau tidak ada fasilitas itu, kita akan kewalahan. Dan kasihan banyak masyarakat kita nanti tidak tertampung di fasilitas-fasilitas yang ada. Inilah saya kira, Pak Andi, yang perlu kita pikirkan bagaimana nantinya karena kita belum tahu persis sampai kapan ini berlangsung. Ini harus kita tangani paling utama agar kita semua bisa sehat, bisa hidup seperti semula lagi. Tidak bisa kita hidup abnormal seperti ini. Mudah-mudahan, program pemerintah ke depan bisa mengatasi ini semua.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Respons calon wali kota nomor urut tiga ini sudah mengarah kepada pernyataan kandidat nomor urut dua saat menjawab pertanyaan moderator. Namun demikian, respons tersebut masih di tahap pengantar. Ini sangat disayangkan.

[M Barkati menanggapi jawaban Andi Harun]: Memang, menghadapi Covid ini, perlu ada kebersamaan antara swasta, pemerintah, dan masyarakat. Tanpa kebersamaan, tidak mungkin kita akan berhasil secara tuntas. Tapi, pemerintah tetap harus menjadi leader atau mengambil peran yang lebih besar. Apapun, semua keputusan ada di pemerintah. Jangan sampai karena narasi kebersamaan sehingga pemerintah bisa dengan gampang menghindar dari tanggung jawab yang lebih besar. Kita semua tidak ingin, mungkin berharap, kalau bisa isuk (besok) sudah bisa selesai corona ini. Tidak berlarut-larut kalau bisa. Karena bagaimanapun kita semua, hampir semua elemen, merasa terganggu. Kita tidak ingin ini berkepanjangan.

Jadi, infrastruktur harus disiapkan. Dengan jangka panjang itulah, bisa saja dipersiapkan. Kita tidak tahu, apa ada wabah lagi ke depan. Dengan infrastruktur, bisa digunakan untuk wabah-wabah yang lain ke depan. Insya Allah, kita terus bersama-sama rakyat dan swasta. Terima kasih.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Pernyataan calon wali kota nomor urut satu yang bagus dan harus digarisbawahi adalah, “Pemerintah tetap harus menjadi leader atau mengambil peran yang lebih besar.” Sayangnya, pernyataan ini sekaligus menunjukkan kelemahan kandidat nomor urut satu. Seolah dia lupa bahwa saat ini kandidat nomor urut satu tersebut tidak lain bagian dari pihak yang perannya sedang dikritik. Artinya, mengkritik diri sendiri.

***

[Pertanyaan moderator dari amplop terakhir untuk M Barkati]: Pasal 71 ayat 2 UU 36/2009 tentang Kesehatan mewajibkan pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji. Pertanyaannya, apa komitmen dan strategi Anda untuk memenuhi kewajiban tersebut mengingat saat ini diperkirakan akan terjadi defisit anggaran sebagai akibat dari pandemi Covid-19?

[M Barkati menjawab pertanyaan moderator]: Bicara anggaran, semua pasti bicara duit. Bicara program, juga bicara duit. Dan bicara duit, pasti bicara aturan. Kalau kita melanggar aturan pasti bermasalah. Dan komitmen kami akan selalu bekerja sesuai dengan aturan dan insya Allah kami berkomitmen untuk berusaha tidak melanggar aturan dan aturan yang dibuat itulah sebagai pedoman dalam bekerja. Sehingga dalam perjalanan kita tidak bermasalah. Dan kami yakin aturan itu dibuat untuk kepentingan masyarakat. Aturan juga dibuat untuk pelaksanaan oleh pemerintah. Dan ini jelas kalau aturan 10 persen, ya, jelas 10 persen. Kada (tidak) mungkin-lah kami mengurangi.

Apalagi itu aturan, undang-undang. Kalau undang-undang itu dilanggar, pasti bermasalah. Insya Allah, kami berkomitmen melaksanakan apapun aturan yang sudah dibuat. Dan, kami yakin juga aturan itu untuk melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat demi kesejahteraan masyarakat kita di daerah ini. Insya Allah, keseimbangan antara kami sebagai pengelola keuangan dan pelaksana… (waktu habis).

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Jawaban ini tidak nyambung dengan pertanyaan.

[Andi Harun menanggapi jawaban M Barkati]: Saya kira sudah tepat bahwa kita harus mengalokasikan anggaran sesuai tuntutan UU tersebut sebesar 10 persen. Namun, bahkan saya yakin, pada APBD 2021, alokasi anggaran untuk bidang kesehatan dipastikan melebihi 10 persen. Kita masih berfokus bersama-sama pola basis, program pembangunan selama covid masih ada, masih berbasis penanganan Covid. Tidak hanya dinas kesehatan, tapi seluruh dinas di lingkungan pemkot Samarinda harus memiliki program yang semuanya bermuara kepada penanganan Covid dan pemulihan ekonomi dalam masa relaksasi dan pasca-covid.

Ada anggaran di (APBD) murni dulu Rp 350 miliar dialokasikan APBD Samarinda. Saya dapat informasi dari pimpinan DPRD Samarinda bahwa ini dicadangkan sekitar Rp 80 miliar. Ini akan menambah besarnya skema pembiayaan pada anggaran kesehatan. Pasangan kami akan melakukan lompatan dengan, jika dipandang perlu, menggunakan mekanisme perubahan APBD untuk menambah dana cadangan bagi pengembangan dan alokasi dana kesehatan sampai secara ideal menurut UU terpenuhi ditambah lagi alokasi Covid karena seperti disampaikan, kita belum tahu kapan Covid berakhir.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Respons kandidat nomor urut dua ini lebih mengena ketimbang jawaban dari kandidat yang seharusnya memberikan jawaban.

[Zairin Zain menanggapi jawaban M Barkati]: Kita tahu persis bahwa UU sudah menyatakan kegiatan untuk kesehatan dialokasikan 10 persen dari besaran APBD. Itu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi karena UU. Walaupun terjadi defisit anggaran, itu tidak boleh dikurangi. Apalagi sekarang bahwa sektor kesehatan merupakan sektor unggulan, ditambah lagi ada Covid ini, tentu 10 persen ini akan ditambah lagi. Tidak mungkin kita pertahankan 10 persen, kita harus tambah dana ini. Apalagi, seperti dikatakan Pak Andi Harun, ada pemotongan 50 persen anggaran kemarin. Tapi kita tidak siap program. Anggaran itu tidak bergerak. Ini salah satu upaya kami ke depan. Bagaimana kami merencanakan mengupayakan kegiatan yang bisa memanfaatkan dana tersebut. Jangan sampai dana disiapkan 10 persen, ditambah lagi dana-dana yang lain, tidak termanfaatkan. Dan inilah kenapa ditetapkan dengan UU agar tidak diganggu gugat untuk kegiatan lain, kesehatan 10 persen, pendidikan 20 persen, itu tidak boleh diganggu gugat. Maka harus digunakan untuk kesehatan kalau perlu ditambah untuk Covid-19. Itu dari kami.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Logika birokrasi calon wali kota nomor urut tiga ini jalan. Mungkin latar belakangnya sebagai birokrat mendukung untuk itu. Sayangnya, strategi yang diharapkan tidak muncul juga. Mungkin kandidat ini berpikir, pertanyaan tadi untuk kandidat nomor urut satu sehingga merasa tidak perlu menjawabnya.

***

Penilaian Keseluruhan Debat

Melihat debat sesi ini, akademikus FISIP Universitas Mulawarman, Lutfi Wahyudi, menilai bahwa jawaban dan argumen para kandidat belum bisa memuaskan masyarakat. Para kandidat tidak banyak berargumen dengan ide-ide yang segar. Debat publik pun lebih terkesan seperti cerdas cermat pelajar.

“Saya tidak tahu apakah ini karena format yang ditetapkan KPU atas kesepakatan tim pemenangan atau tidak,” kata Lutfi.

Yang jelas, tambah dia, debat berjalan dengan format rezim waktu, bukan rezim substansi. Pada akhirnya, pernyataan para kandidat tidak banyak yang menyentuh substansi. Calon nomor urut satu, misalnya, seringkali kehabisan waktu. Lutfi menyarankan, format debat berikutnya lebih bebas dari kekang waktu. Sebagai contoh, moderator cukup menyampaikan tema umum, bukan pertanyaan yang terfokus. Selanjutnya, setiap kandidat diberi waktu 20 menit untuk membahas tema tersebut. Dari sini, masyarakat akan bisa menilai kapasitas calon pemimpin mereka.

“Calon yang otaknya kosong, akan kelimpungan berbicara ide dan gagasan selama 20 menit itu,” kuncinya. (bersambung)

Indeks Laporan Menilai Kualitas Calon Wali Kota Samarinda
 
Temui kami di Instagram!

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar