Politik

Menilai Kualitas Debat Calon Wali Kota Samarinda (2): Sekolah Reyot dan Aneka Solusi Jukir Liar

person access_time 3 years ago
Menilai Kualitas Debat Calon Wali Kota Samarinda (2): Sekolah Reyot dan Aneka Solusi Jukir Liar

Kemacetan di Samarinda tak jarang disebabkan parkir di tepi badan jalan.

Sesi kedua dan ketiga mengenai pendidikan dan ekonomi. Kualitas debat para calon wali kota semakin terlihat.

Ditulis Oleh: Fel GM
Senin, 19 Oktober 2020

kaltimkece.id Selepas sesi dengan subtema pandemi dan kesehatan, Debat Publik Calon Wali Kota Samarinda memasuki subtema berikutnya, pendidikan dan ekonomi. Ada enam pertanyaan seluruhnya dalam dua sesi ini. kaltimkece.id hanya mengambil dua pertanyaan yang paling dekat dengan permasalahan masyarakat. Kedua pertanyaan tersebut mengenai belum meratanya fasilitas pendidikan serta permasalahan juru parkir liar.

kaltimkece.id menyertakan transkripsi utuh dari debat publik agar pembaca lebih objektif melihat tuturan para kandidat (transkripsi ini boleh diabaikan apabila pembaca telah menyaksikan siaran langsung maupun rekaman debat tersebut). Kami melakukan beberapa perbaikan minor demi kenyamanan pembaca belaka.

Untuk mengukur kualitas para calon wali kota dalam debat, kaltimkece.id meminta pakar politik daerah Lutfi Wahyudi memberi penilaian seobjektif mungkin. Persepsi utuh dari akademikus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, sekaligus kandidat doktor ilmu politik dari Universitas Gadjah Mada, tersebut, kami letakkan di bagian akhir setiap jawaban atau tanggapan kandidat. Berikut artikel yang kedua dengan subtema pendidikan dan ekonomi.

[Pertanyaan moderator untuk amplop pilihan Zairin Zain]: Di wilayah pinggiran Samarinda, fasilitas pendidikan dasar belum tersedia secara layak. Bahkan, kondisinya sangat buruk. Di Berambai, Sempaja Utara, ditemukan sekolah yang menggabungkan beberapa kelas dalam satu ruangan. Tidak memiliki aliran listrik, hanya memiliki dua guru itupun berstatus honorer. Pertanyaannya, apa solusi yang Anda tawarkan agar kesenjangan fasilitas pendidikan di Samarinda dapat terpenuhi secara layak?

[Zairin Zain menjawab pertanyaan moderator]: Ya, kita semua pasti tahu bahwa pendidikan kita ini, kalau dilihat, memang kemajuannya cukup. Hampir 99 persen penduduk kita tidak ada yang buta aksara. Tetapi kalau dilihat dari fasilitas, apa yang disampaikan dari pertanyaan, hampir semua daerah kita, terutama di pelosok, saya kemarin juga menyeberangi daerah kota Samarinda yang terujung yaitu Loa Gagak. Saya sedih melihat di situ. Murid SD-nya 60 orang tetapi sekolahnya meminjam bekas perusahaan plywood Kalamur. Bayangkan, dengan posisi seperti itu, kok, tidak terperhatikan? Itu di tengah kota. Loa Gagak itu tidak jauh. Seberang Loa Duri. Masih kota Samarinda, masih masuk kecamatan, Samarinda… eh… Ulu, ya? Daerah Jembatan Mahulu.

Ini sangat miris tapi masih cukup banyak SD-SD kita, SMP pun masih ada di Samarinda ini yang fasilitasnya sangat memprihatinkan. Dan ini merupakan satu program unggulan kami di pendidikan. Bagaimana meningkatkan infrastruktur pendidikan ke depan. Jangan sampai ada masyarakat kita, anak didik kita, sekolah di bangku yang reyot, atap yang bocor, dan ini harus kita perbaiki.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Jawaban yang masih abstrak. Padahal kandidat ini punya visi-misi penguatan SDM. Solusi yang ditawarkan belum jelas dan kurang konkret.

[Barkati menanggapi jawaban Zairin Zain]: Memang, kita tidak bisa menutup mata. Di Samarinda memang pendidikan masih ada infrastruktur yang kayu dan kurangnya kelas dan lain-lain. Ke depan, tentu tidak ada pilihan selain kita harus rela mem-plot anggaran untuk perbaikan fasilitas pendidikan bahkan untuk tunjangan tenaga pengajar. Kita harus ingat juga bahwa alokasi dana pendidikan justru merupakan investasi yang sesungguhnya. Bagaimana kita ingin menciptakan SDM yang agamais, sehat, cerdas, dan inklusif. Itu semua tidak terlepas dari keinginan kita. Dan tentunya, infrastruktur salah satu sarana dalam pemberian pelajaran kepada anak-anak kita.

Dan seperti yang kita ketahui juga, ini tidak terlepas dari kebersamaan antara eksekutif dan legislatif. Yang mana mungkin selama ini hanya mengejar infrastruktur-infrastruktur yang lain. Insya Allah kita pastikan dana… (waktu habis).

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Respons yang mengejutkan karena mulai mengarah kepada jawaban atas pertanyaan untuk kandidat nomor urut tiga. Sekalipun, respons ini baru bagian pengantarnya.

[Andi Harun menanggapi jawaban Zairin Zain]: Pertama begini, Mas Moderator. Kalau tadi ada kasus di Berambai, bagi kami, tentu saya dan Pak Rusmadi melihat pendekatan kasus untuk menyelesaikan masalah secara komprehensif. Apa langkahnya? Pertama, ketaatan kita kepada undang-undang. Pasal 31 ayat 4 UUD mengamanatkan anggaran pendidikan 20 persen. Coba kalau kita semua, pemerintah, pemimpin daerah, taat mengalokasikan dana 20 persen, maka peristiwa seperti di Berambai, di Loa Gagak, dan juga saya menyeberang ke Loa Kumbar, juga menggunakan fasilitas perusahaan PT Himba Raya di sana.

Tapi kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan pendekatan kasuistis. Kalau ini, pasti kita selesaikan. Sediakan anggaran dan bangun sekolahnya. Tapi yang paling penting dari sikap kepemimpinan adalah political will. Ada kemauan dulu. Biar bagaimana visinya tapi kemauan tidak ada, pasti tidak bisa terbangun. Ada UU-nya, UUD lagi, 20 persen. Mari kita periksa APBD kita. Apakah benar-benar 20 persen sudah dialokasikan ke pendidikan? Percaya saja, kalau kita taat dan patuh kepada aturan ini, insya Allah tidak akan ada sekolah-sekolah reyot seperti dicontohkan dalam pertanyaan ini.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Retorika yang bagus sekalipun kalau kita teliti dengan cermat, solusinya hanya yang pertama, anggaran pendidikan 20 persen. Tidak ada solusi kedua dan seterusnya.

***

Subtema Ekonomi: Juru Parkir Liar

[Pertanyaan moderator untuk amplop pilihan Zairin Zain]: Kebocoran pendapatan dari sektor parkir mencapai miliaran rupiah per tahun. Salah satu penyebab kebocoran adalah banyaknya juru parkir liar dibandingkan juru parkir resmi. Seperti dikeluhkan masyarakat di sekitar Pasar Pagi, Pasar Segiri, Tepian Mahakam, termasuk di depan pusat perbelanjaan. Pertanyaannya, kebijakan apa yang Anda lakukan untuk mengantisipasi kebocoran pendapatan dari sektor parkir tersebut? Apakah Anda berani menertibkan parkir liar yang meresahkan warga Samarinda?

[Zairin Zain menjawab pertanyaan moderator]: Kita tidak menutup mata juga apa yang terjadi saat ini. Parkir liar ada di mana-mana. Dan kami ingin bagaimana OPD yang bertugas menangani parkir ini benar-benar menjalankan tugasnya. Bagaimana dinas perhubungan dan yang terkait untuk bisa memberikan keteladanan terhadap juru-juru parkir. Juru parkir kita tidak pernah dilatih, hanya secara alami jadi juru parkir sehingga banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka tidak mengerti, seharusnya keluar mobil dulu baru jalan, ini tidak, sehingga terjadi insiden-insiden kecil.

Ini tentu tidak harus dibiarkan seperti itu. Saya kira, dinas terkait harus memberikan satu program yang memang bisa menambah PAD karena dari parkir ini cukup besar. Kalau dikelola dengan betul, saya kira PAD kita akan meningkat. Saya belum tahu persis berapa dapat kalau dihitung riil-nya tapi saya kira cukup besar. Tapi bila ini tidak tertata dengan bagus, tidak dikelola dengan baik, sehingga pemasukan PAD kita tidak terlalu besar. Dan ini sebenarnya sumber pendapatan tambahan yang bila dibiarkan sebenarnya sayang.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Kebijakan yang ditawarkan tidak begitu jelas dan masih abstrak. Padahal, kalau tidak salah, kandidat ini pernah menjadi pimpinan instansi yang berkaitan dengan pendapatan daerah.

[M Barkati menanggapi jawaban Zairin Zain]: Kalau urusan parkir itu, rasanya paling gampang, Pak Zairin (sedikit tertawa). Insya Allah, kalau juru-juru parkir itu diberi gawian (pekerjaan) baru, mereka kada (tidak) mau juga panas-panasan. Pasti ampih (berhenti) mereka jadi juru parkir. Kita carikan peluang-peluang pekerjaan. Nanti ke depan, insya Allah, mereka kita berikan gaji yang tetap. Sehingga mereka kita berikan pelatihan-pelatihan dan mereka juga akan jadi juru parkir yang digaji oleh dinas. Dan, tentunya, pakai e-money, online, sehingga tidak ada kebocoran-kebocoran di dalam dana PAD kita.

Kemudian, parkir juga akan kita jadikan perusda (perusahaan daerah) tentunya agar dikelola oleh orang-orang yang profesional. Insya Allah, ke depan, lokasi-lokasi parkir kita buat kantong-kantor parkir sehingga tidak lagi parkir di pinggir jalan, trotoar, dan semua yakin akan rapi. Juru parkirnya digaji tetap dan dikelola perusda yang profesional dan semua dengan online sehingga tidak ada lagi kebocoran dana PAD kita melalui parkir.

Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi: Sekalipun respons yang disampaikan ini terkesan lucu, tetapi masuk akal. Masalahnya adalah kenapa kebijakan itu tidak diterapkan? Padahal, kandidat ini adalah wakil wali kota saat ini.

[Andi Harun menanggapi jawaban Zairin Zain]: Menanggapi tema ini, ada dua masalah yang dihadapi Samarinda. Pertama, soal manajemen pengelolaan parkir. Yang kedua, mentransformasi jika kemudian ada perubahan dari tata cara non-elektronik menjadi elektronik. Bagaimana dengan masyarakat yang selama ini mengelola parkir di lapangan?

Menurut kami, pertama, kami terapkan pengelolaan parkir secara elektronik. Ini tidak perlu lagi repot-repot karena sekitar sebulan lalu, Menteri Dalam Negeri, Pak Tito Karnavian, mengumumkan akan mengeluarkan permendagri agar seluruh pengelolaan perparkiran di Indonesia dikelola secara elektronik untuk mengantisipasi bocornya pendapatan daerah yang sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar.

Tapi yang kedua, sebagai wali kota dan wakil wali kota, termasuk pemerintah kota, kami harus bijak. Selama ini yang mengelola perparkiran adalah warga sendiri. Mereka akan kami adaptasikan untuk masuk ke pengelolaan perparkiran secara modern yakni melalui sistem elektronik. Mereka tetap bisa masuk tetapi mereka harus ikut sistem yang baru tersebut. Mereka akan justru menjadi tenaga-tenaga dan warga kota yang akan secara langsung memberikan pengaruh positif bagi pendapatan daerah dari pengelolaan sektor parkir. Terima kasih.

[Penilaian pengamat politik Lutfi Wahyudi]: Respons kandidat ini lebih bagus daripada yang lain, sekalipun bukan terobosan baru.

Penilaian Keseluruhan Debat

Akademikus dari FISIP, Universitas Mulawarman, Lutfi Wahyudi, menilai bahwa jawaban dan argumen kandidat di kedua sesi ini belum memuaskan. Tidak banyak ide-ide yang segar yang disampaikan. (bersambung)

Indeks Laporan Menilai Kualitas Calon Wali Kota Samarinda
 
Temui kami di Instagram!
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar