WARTA

Produksi dan Ekspor Batu Bara Kaltim dalam Pantauan KPK

person access_time 5 years ago
Produksi dan Ekspor Batu Bara Kaltim dalam Pantauan KPK

Foto: Getty Images

Perberdaan data memicu persoalan serius. Ketidakpastian angka ekspor batu bara bikin curiga mengemuka.

Ditulis Oleh: Sapri Maulana
Kamis, 21 Februari 2019

kaltimkece.id Terdapat perbedaan data ekspor batu bara. Terjadi antara kementerian dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dianggap celah korupsi sektor pertambangan.

Kekhawatiran itu dikemukakan Indonesia Corruption Watch atau ICW, seperti dilansir katadata.co.id. Perbedaan data mengemuka 2006 hingga 2016. Kementerian Perdagangan mendata ekspor batu bara 3.421,6 juta ton. Sedangkan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM, mencatat ekspor batu bara 2.902,1 juta ton. Dugaan kerugian pun ditafsir mencapai US$ 27,062 miliar. Jika dirupiahkan maka sekitar Rp 365,3 triliun (kurs Rp 13.500).

Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kaltim Baihaqi Hazami memiliki pandangan soal selisih data tersebut. Perbedaan titik hitung menjadi salah satu penyebab. Misalnya Bea Cukai yang ia sebut menghitung saat proses ekspor, berbeda dengan Kementerian Perdagangan. Sedangkan Kementerian ESDM, menghitung berdasar jumlah muatan kapal.

“Perlu rekonsiliasi antar instansi penerbit data. Banyak kemungkinan (penyebab perbedaan data),” kata Baihaqi kepada sejumlah awak media, saat ditemui di Kantor ESDM Kaltim, Jalan MT Haryono, Samarinda, beberapa hari lalu.

Pada Kamis 15 November 2018 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK datang ke Kaltim. Dipimpin Agus Rahardjo selaku ketua. KPK mendatangi sejumlah perusahaan tambang dan kapal tongkang di perairan Sungai Mahakam. Tak ketinggalan kawasan Muara Pegah, Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara.

Menurut Baihaqi, salah satu tindak lanjut hasil kunjungan tersebut ialah dibuatnya pos pantau gabungan. Terdiri dari berbagai instansi  seperti Dinas ESDM, Dinas Perhubungan, dan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan. Gabungan unit tersebut bergerak di bawah naungan KPK.

“Akan dibentuk pos pantau di Muara Pegah di bawah supervisi KPK. Nantinya, metode penghitungan tiap instansi disamakan agar tidak terjadi perbedaan lagi,” kata dia. Terkait perkembangan pos pantau, saat ini, kata Baihaqi, masih proses survei lokasi.

Baca juga:
 

Gubernur Kaltim Isran Noor juga pernah memaparkan potensi tidak efektifnya kelola sumber daya alam. Saat itu, Isran memaparkan kepastian angka produksi perusahaan yang mengeruk SDA. Dia pernah meminta bawahannya menghitung rata-rata kapal tongkang batu bara melintas di Sungai Mahakam. Dalam kurun pukul 06.00 hingga 16.00 Wita, sekitar 50 hingga 60 yang lewat. Jika satu angkutan memuat 10 ribu metrik ton batu bara, dalam rentang waktu tersebut, ada 600 ribu metrik ton melintas. “Kalikan saja dengan 365 hari,” sebutnya, akhir Januari lalu.

Menurut Isran, tak ada yang bisa mengontrol besaran produksi perusahaan. Korporasi sekadar membuat laporan berdasar hitungan masing-masing. Begitu juga dari sektor minyak dan gas. Padahal, dengan bantuan teknologi, jumlah produksi seharusnya bisa dihitung dan dikontrol.

Pada 2017, produksi batu bara dari perusahaan tambang di Kaltim mencapai 82,87 juta ton. Tahun sebelumnya, produksi masih di kisaran 74,17 juta ton. “Kebocoran itu banyak sekali. Ini juga persoalan. Tapi Pusat tidak mampu dan daerah tidak bisa berbuat banyak. Itu yang saya bilang perlunya konsolidasi regulasi,” ucap Isran.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kaltim Pradarma Rupang justru menilai Gubernur Kaltim memiliki kewenangan mengontrol kelola SDA. Khususnya di sektor tambang batu bara. Misalnya menentukan lokasi pelabuhan atau jetty tambang yang saat ini menyebar di banyak titik.

“Gubernur bisa menolak usulan perusahaan terkait lokasi pelabuhan. Bisa ditetapkan di kawasan tertentu untuk memudahkan pengawasan dan penghitungan produksi batu bara,” kata Rupang.

Apalagi, kebocoran dimaksud, dinilai Jatam karena minim pengawasan. Begitu banyaknya izin batu bara di Kaltim. Untuk mewujudkan pengaturan lokasi, bisa dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Kaltim. (*)

  

Editor: Bobby Lolowang

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar