Ragam

Bertemu Murtono, Guru SMP yang Berkebun di Tepi Landasan Pacu Bandara Temindung

person access_time 4 years ago
Bertemu Murtono, Guru SMP yang Berkebun di Tepi Landasan Pacu Bandara Temindung

Murtono sedang merawat kebun di dekat landasan pacu Bandara Temindung yang tak beroperasi (wahyu musyifa/kaltimkece.id)

Sebagian lahan di Bandara Temindung berubah menjadi kebun. Warga mengaku, hasil panen dalam sebulan sebesar Rp 1,7 juta.

Ditulis Oleh: Adolf Reisha Ding
Selasa, 22 Oktober 2019

kaltimkece.id Meskipun mulai tergelincir ke barat, matahari tetap saja menatap tajam hingga menembus tulang. Seorang pria di bawah teriknya langit Samarinda mengayunkan cangkul berkali-kali. Di tepi aspal landasan pacu Bandara Temindung yang sudah tak beroperasi, ia menggemburkan tanah. Tanah gembur itu berbentuk bedengan yang rapi dengan barisan tanaman terung, cabai, dan mentimun. Beberapa dari mereka mulai berbuah.

Adalah Murtono, lelaki berusia 54 tahun, yang menggarap sejumput lahan di lokasi bekas bandara. Pakaian merah lengan panjangnya telah basah oleh keringat. Sesekali, ia membetulkan topi hitam agar sinar surya tak segera menyerang pandangan. Murtono memang tinggal tak jauh dari “kebun”. Rumahnya hanya berbatasan dengan tembok bandara yang berlokasi di Kecamatan Sungai Pinang tersebut.

Ditemui reporter kaltimkece.id pada Ahad, 20 Oktober 2019, Murtono bersedia diwawancarai. Lelaki ini sebenarnya seorang guru. Ia mengajar di SMP 18 Samarinda. Sebelum berkebun, Murtono awalnya hanya berolahraga di lokasi bandara yang sudah tak digunakan ini.

“Kalau tidak keliru, waktu itu Juli 2019,” tuturnya. Saat itulah, ia melihat seorang pria sedang bercocok tanam di pinggir landasan pacu. Murtono segera teringat masa kecil. Ayahnya mengajaknya bertani, dahulu, 40 tahun yang lalu.

Keinginan itu tiba-tiba saja tumbuh lagi. Murtono lalu menyiapkan lahan 30 meter x 30 meter. Ia menanaminya dengan bibit terung, cabai, dan mentimun. Manakala matahari belum terbit, Murtono selalu melihat kebun tersebut. Ia menyempatkan lagi merawat tanaman selepas pulang mengajar saban pukul 15.30 Wita.

Murtono menanam 300 pohon terung dan 200 pohon cabai. Terung dipanen setiap empat hari. Hasil tiap panen adalah 20 kilogram. Sementara cabai dituai setiap pekan dengan berat 4 kilogram. Hasil kebun itu Murtono jual ke pasar. Jika ada warga yang ingin membeli di kebun, harganya boleh lebih murah.

“Bulan kemarin (September), saya dapat Rp 1,7 juta dari panen 140 kilogram terung dan 16 kilogram cabai,” terangnya.

Mengenai aktivitas berkebun itu, Murtono sekali lagi menjelaskan hanya hobi. Di samping itu, ia ingin kebun miliknya bisa dinikmati pengunjung yang beraktivitas di sepanjang landasan pacu. Setiap sore, banyak sekali orang yang memanfaatkan bekas landasan pacu. Mulai anak-anak yang bermain layang-layang, sepak bola, joging, sembari menikmati keindahan petang. Itulah sebabnya, Murtono tidak memilih tanaman yang menjulang tinggi seperti pohon pisang atau pepaya.

“Nanti kumuh. Tanam yang rendah-rendah saja. Jadi orang semakin menikmati kalau melewati kebun saya,” ucapnya. Dia juga sadar, kebun itu bukan miliknya. Murtono siap angkat kaki kapan saja apabila Pemprov Kaltim sewaktu-waktu menggunakan lahan tersebut.

“Kalau pemerintah mau pakai, ya, silakan,” ucapnya.

Bandara Temindung dibangun pada November 1973 oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kaltim. Konstruksi landasan pacunya didirikan dengan teknik sederhana yakni pelat besi di atas tanah. Lapangan terbang ini diresmikan pada 24 Juli 1974 dengan luas lahan 13 hektare. Temindung sempat ditutup sementara karena sering terendam banjir. Setelah beberapa perbaikan, bandara kembali beroperasi.

Lihat juga foto-foto lainnya:
 

Rabu, 23 Mei 2018, adalah hari terakhir penerbangan di bandara ini. Selepas 44 tahun beroperasi, bandara dengan panjang landasan pacu 1.160 meter ini resmi ditutup. Sebagai gantinya, pemerintah membangun Bandara APT Pranoto di Sungai Siring. Saat ini, pemanfaatan lahan Bandara Temindung yang merupakan aset Pemprov Kaltim masih dibahas. Sejumlah wacana mencuat seperti dijadikan ruang terbuka hijau maupun polder pengendali banjir. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar