Ragam

Ketika Mahasiswa Fakultas Hukum Unmul Menulis dan Menyusun Opini di Media Massa

person access_time 2 years ago
Ketika Mahasiswa Fakultas Hukum Unmul Menulis dan Menyusun Opini di Media Massa

Pemateri dan kader Laboratorium Klinik Etik dan Advokasi berfoto bersama usai belajar menulis opini. (foto: istimewa)

Para kader Klinik Etik dan Advokasi ini punya misi penting. Ikut mencegah perbuatan yang bisa merendahkan wibawa hakim.

Ditulis Oleh: Fel GM
Sabtu, 11 Juni 2022

kaltimkece.id Sebanyak 20 mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, sudah berkumpul pagi-pagi sekali. Mahasiswa dari berbagai semester itu duduk dengan rapi di aula fakultas yang sejuk dan representatif untuk ukuran sebuah ruang pertemuan. Mendengarkan penjelasan narasumber dengan seksama, mereka sesekali terlibat diskusi yang santai.

Sabtu, 11 Juni 2022, para mahasiswa yang merupakan kader Laboratorium Klinik Etik dan Advokasi tersebut mengikuti pelatihan menulis. Sebagai narasumber adalah penanggung jawab redaksi kaltimkece.id, Fel GM. Pelatihan menulis ini merupakan bagian dari program kerja Laboratorium Klinik Etik dan Advokasi. Pada hari itu, pelatihan menulis berfokus kepada karya tulis opini.

Beberapa hal disampaikan pemateri dalam kegiatan yang berjalan selama tiga jam itu. Di antaranya adalah cara menjadi penulis yang baik, kaidah bahasa yang benar, hingga membedah artikel opini yang telah dibuat mahasiswa. Pelatihan menulis ini diakhiri dengan diskusi bersama yang penuh canda-tawa.

_____________________________________________________PARIWARA

Kristiawan Wisnu Wardhana SH MH adalah koordinator mentor Klinik Etik dan Advokasi. Ia hadir dalam kegiatan didampingi tiga dosen yaitu Irma Suryani SAg MAg, Rini Apriyani SH MH, dan Sholihin Bone SH MH. Menurut Wisnu Wardhana, Klinik Etik dan Advokasi merupakan program hasil kerja sama Fakultas Hukum dengan Komisi Yudisial. Program ini telah berjalan beberapa tahun. Pada 2022, Klinik Etik dan Advokasi mengangkat isu mengenai Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Martabat Hakim (PMKH).

“Secara umum, tujuan kegiatan ini adalah memberi pemahaman kepada para kader mengenai PMKH. Mulai aspek teori, kasus konkret, data, serta aturan tentang PMKH,” jelas Wisnu selepas acara.

Setelah para kader mendapat pengetahuan yang cukup, sambungnya, diadakan kegiatan lanjutan. Satu di antaranya adalah pelatihan menulis opini di media massa. Dibarengi pula dengan upaya menyebarkan pengetahuan tentang PMKH melalui konten video, selebaran, buku saku, termasuk tulisan dan artikel. Semua itu bertujuan agar berbagai lapisan masyarakat dapat mengetahui tentang PMKH.

Sebagai informasi, PMKH adalah perbuatan yang bisa merendahkan martabat hakim. Ada tujuh tindakan yang bisa digolongkan PMKH. Yang paling banyak mendapat perhatian adalah pelecehan dan kekerasan terhadap hakim di ruang sidang.

Wisnu memaparkan, hakim sebenarnya memilki “kebebasan” untuk menjalankan tugas dalam menyelesaikan suatu perkara hukum. Hakim tidak boleh diintervensi siapapun. Akan tetapi, bentuk pelecehan wibawa hakim di ruang persidangan masih saja ditemukan.

Perbuatan itu biasanya terjadi setelah hakim membacakan putusan. Pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut berpotensi melakukan perbuatan yang tergolong PMKH. Contohnya, menghina, mengancam, meneror, bahkan melakukan kekerasan kepada hakim. Perbuatan seperti itu termasuk melecehkan wibawa peradilan sekaligus wibawa hakim. Padahal, sudah ada sanksi hukum yang jelas bagi pelakunya.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Klinik Etik dan Advokasi berharap, lebih banyak masyarakat yang mengetahui PMKH. Dengan pemahaman yang benar, perbuatan yang tergolong PMKH dapat dihindari dan dicegah. Maka dari itu, sosialisasi melalui berbagai konten yang dibuat para kader Klinik Etik dan Advokasi bisa menjadi edukasi yang efektif. Tidak perlu ada lagi “wakil Tuhan di dunia” yang direndahkan wibawa dan martabatnya di ruang peradilan. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar