Ragam

Lamin Dayak Sangatta, Oase di Tengah Hiruk-pikuk Dunia Tambang

person access_time 1 year ago
Lamin Dayak Sangatta, Oase di Tengah Hiruk-pikuk Dunia Tambang

Lamin Dayak Sangatta di Kutai Timur. Seluruh kayunya jenis ulin, ikon kebersamaan masyarakat Dayak. FOTO: ARSIP PRIBADI FELLY LUNG

Aktivitas tambang batu bara terbesar di dunia membawa peradaban baru bagi Kutai Timur; urbanisasi masyarakat pekerja. Peradaban masyarakat Dayak di Sangatta perlahan memudar. Keresahan itu mendorong Dr Felly Lung membangun lamin adat di jantung kota.

Ditulis Oleh: Fel GM
Kamis, 16 Maret 2023

kaltimkece.id Jeritan gergaji mesin bersahutan dengan desis pemapas kayu ketika Dr Fellysianus Lung menemui lima pemahat yang sedang bekerja. Penanggung jawab pembangunan rumah panjang di Kutai Timur itu segera terlibat diskusi. Ditemani kopi hitam yang mulai dingin di bawah terpal biru, Felly Lung dan para pengrajin berembuk mengenai pola ukiran. Mereka akan memahat permukaan batang ulin berdiameter 50 sentimeter. 

Siang yang terik pada pembuka April 2022, Felly Lung datang ke Jalan Poros Kabo, Desa Swargabara, Sangatta Utara, Kutai Timur. Ia mendirikan lamin adat Dayak di situ. Kebetulan, pembangunan lamin memasuki pekerjaan ukiran. Diskusi Felly Lung dan para pemahat pun berjalan hingga jauh malam. Boy Alexander selaku ketua Aliansi Dayak Bersatu Kutim, turut dalam obrolan tersebut. 

Fely Lung harus sering-sering bertukar pikiran. Persoalannya adalah lamin tersebut akan dihiasi ukiran dari ratusan corak. Pola ukiran harus mewakili komunitas sub-suku Dayak yang hidup di Kalimantan Timur. Felly bahkan mendatangkan pemahat dari Desa Budaya Pampang, Samarinda, untuk mewujudkan rencana itu. 

“Tidak perlu buru-buru, yang penting hasilnya bagus. Lagi pula, progresnya masih sesuai jadwal,” pesan Felly Lung kepada para pengukir sebagaimana dikisahkan ulang kepada kaltimkece.id, Sabtu, 11 Maret 2023. Rekan-rekan yang berdiri di sampingnya yakni Michael Yosef, Raynol, dan Eka Saputra mengangguk setuju.

Dr Felly Lung (kanan), Michael Yosef, bersama pengukir yaitu Ali dan TM Krawing. FOTO: ARSIP FELLY LUNG
 

Tiga bulan sejak pemancangan tiang pertama pada 27 Februari 2022, bentuk lamin yang semua materialnya dari kayu ulin itu sudah mulai kelihatan. Felly Lung dan kawan-kawan datang setiap hari ke lokasi proyek. Felly Lung bukan hanya penanggung jawab pembangunan. Ia adalah figur utama di balik pendirian lamin tersebut. 

Felly Lung adalah pemuda Dayak yang lahir 41 tahun silam. Ia meraih gelar doktor (S-3) ilmu sosial dari Universitas Merdeka Malang. Felly saat ini bekerja sebagai Superintendent Public Communications di PT Kaltim Prima Coal. Selaku lulusan sarjana hukum, ia advokat sekaligus ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi SAI) Kutai Timur. Doktor muda ini juga memimpin Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kutim.

Desain Grafik: M IMTINAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Belasan tahun aktif di organisasi kepemudaan dan kedaerahan, Felly Lung kerap dinaungi kegelisahan. Kota tempat ia bekerja, Sangatta, tidak memiliki ikon khas Dayak. Padahal, ratusan subsuku Dayak yang berdiam di Kutai Timur. Felly Lung merasa komunitas Dayak memerlukan wadah yang mewujudkan semangat kebersamaan. 

Keresahan itu tiba di puncaknya tatkala Felly Lung berembuk bersama beberapa pemuda Kutai Timur. Mereka yang tergabung dalam Aliasnsi Dayak Bersatu itu berpandangan seragam. Wadah kebersamaan itu seharusnya tidak jauh-jauh dari identitas Dayak. Ya, rumah panjang atau lamin. Ide membangun lamin pun lahir pada Januari 2022.

Rumah panjang atau lamin adalah identitas yang melambangkan persatuan Suku Dayak. Sampai satu abad silam, komunitas Dayak masih hidup di lamin. Sosiolog Herbert L Whittier dari Universitas Oxford menggambarkan bahwa lamin terbesar orang Kenyah terdiri dari 65 ruangan. Seluruh kompartemen memiliki pintu yang terhubung ke beranda. Sementara bagian kolong lamin biasanya digunakan untuk memelihara ternak (Identitas Dayak, hlm 64). 

Sebuah lamin yang panjangnya bisa sampai 200 meter dihuni puluhan kepala keluarga. Rumah panjang ini memiliki organisasi sosial. Ada ketua lamin yang tinggal di kamar tengah. Para penghuni harus mematuhi aturannya. Sebagai contoh, seorang lelaki yang ingin pindah karena menikahi perempuan dari lamin lain harus memperoleh izin dari ketuanya (hlm 14).

“Banyak nilai-nilai sosial dari peradaban Suku Dayak yang dulu hidup di lamin. Sekarang, nilai-nilai itu hampir tidak kita temukan lagi. Termasuk di Kutai Timur yang menjadi rumah ratusan subsuku Dayak,” kata Felly Lung. “Makanya, kami memutuskan membangun rumah panjang di Sangatta.”

Felly Lung dan kolega segera memulai pembangunan. Tak menunggu lama, mereka mendatangkan tiga arsitek untuk rancang desainnya. Arsitek pertama menangani desain konstruksi, yang kedua desain ruang, yang terakhir merancang atap. Pemancangan tiang pertama pada 27 Februari 2022. Sebaris doa pemimpin agama Katolik di Sangatta menjadi penyiram semangat membangun lamin. 

Pilar Lamin Dayak Sangatta yang sudah diukir ditancapkan dengan bantuan crane. FOTO: ARSIP FELLY LUNG
 

Kesulitan Tingkat Tinggi: Ulin

“Semua material dari kayu ulin. Sesulit apapun kayu itu, kita harus mengumpulkannya. Ulin adalah kayu khas Kalimantan yang kuat dan tahan segala cuaca. Lamin ini harus berdiri sampai 100 tahun lagi,” tutur Felly Lung dalam pertemuan panitia pembangunan lamin, awal Februari 2022. 

Peserta rapat bermufakat. Kayu ulin yang dipilih. Keputusan yang berani mengingat untuk mendapatkan material itu adalah bagian tersulit dari proyek ini. Ditambah lagi, panitia pembangunan lamin menyatakan, tidak memakai kayu ulin dari pohon hidup buat tiang bulat penyangganya. Harus kayu ulin yang sudah mati. Kayunya juga mesti kuat dengan urat kayu yang sudah keluar. 

Selalu ada jalan bagi niat-niat yang tulus. Sejumlah organisasi kepemudaan daerah menyatakan siap membantu. Petinggi-petinggi komunitas adat di sepenjuru Kutai Timur turut serta. Pencarian kayu ulin pun dimulai. 

Setiap ada informasi kayu ulin bulat yang sudah mati, panitia menuju ke lokasi. Kayu seperti ini hanya bisa ditemukan di dalam rimba. Felly Lung dan teman-temannya harus berkali-kali masuk hutan. Mereka mengambil kayu dari Muara Wahau, Busang, Rantau Pulung, Sangatta Selatan, Kabo, dan beberapa kecamatan lain di Kutai Timur. Bukan sekali dua kali pula, mobil mereka harus masuk bengkel karena menarik kayu keluar dari hutan.

Ketua Aliansi Dayak Bersatu Kutim, Boy Alexander, bersama kayu ulin yang berhasil dikumpulkan dari berbagai kecamatan di Kutai Timur. FOTO: ARSIP FELLY LUNG
 

Satu per satu kayu ulin terkumpul. Di lokasi pembangunan, Felly Lung bersama puluhan pemuda Dayak mulai bekerja. Ulin-ulin bulat yang sudah diukir ditancapkan ke tanah dengan bantuan ekskavator. 

Nilai-nilai kebersamaan nampak dalam pembangunan. Lamin berukuran 10 meter x 20 meter itu dikerjakan secara gotong-royong. Selain lima pengukir, ada 30 sukarelawan yang bekerja tanpa dibayar. Pembangunan juga melibatkan tiga orang untuk pekerjaan taman ditambah 20 orang untuk aspal dan pengecoran. 

“Kami bangga sekali. Di tengah masyarakat di era digital ini, kami pemuda-pemudi Dayak menunjukkan keteguhan dan semangat kebersamaan. Inilah nilai sebenarnya dari sebuah lamin,” tutur Felly Lung. 

Para pemuda yang terlibat dalam pembangunan Lamin Dayak Sangatta sedang makan bersama. Rumah panjang ini dibangun oleh puluhan relawan yang tidak dibayar. FOTO: ARSIP FELLY LUNG
 

Lamin dibangun di lahan seluas 1.500 meter persegi. Lokasinya di jalan poros Kabo tepat di jantung kota Sangatta. Pembangunan rumah panjang itu selesai dalam setahun. Pada Ahad, 5 Maret 2023, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman bersama wakil bupati Kasmidi Bulang meresmikannya. 

Lamin Dayak Sangatta ini terdiri dari dua lantai. Lantai atas adalah aula. Ruang serbaguna itu bisa dipakai untuk pentas seni, tempat pernikahan adat, pertemuan, dan pameran. Kapasitasnya 300-an orang. Aula juga menjadi pusat kesenian Dayak di Kutai Timur. Setiap pekan, diadakan pertunjukan tari daerah. Lamin ini memang diarahkan sebagai destinasi wisata. Felly Lung mengatakan, Sangatta adalah kota pekerja yang minim tujuan wisata. 

Sementara di lantai bawah atau kolong lamin, terdiri dari gudang, ruang rapat, WC, kamar mandi, tempat berwudu dan Sentra UMKM atau galeri. Lapangan di lantai pertama juga dijadikan Pasar Dayak yang menjual hasil panen seperti bawang dayak. Pasar ini diadakan sepekan sekali. 

Selain UMKM, masyarakat Dayak dari seluruh Kutai Timur boleh menjual hasil pertanian di sini. Dengan demikian, lamin adat ini juga menjadi sentra ekonomi khususnya bagi masyarakat Dayak.

Lamin Dayak Sangatta yang dibangun dengan semangat kebersamaan. Berfungsi sebagai sentra UMKM, kesenian, hingga pelestarian adat-istiadat. FOTO: ARSIP FELLY LUNG 
 

Total anggaran pembangunan Lamin Dayak Sangatta disebut Rp 3,6 miliar. Felly Lung mengatakan, sekitar 80 persen dana berasal dari dana pribadinya. Sisanya merupakan sumbangan donatur, bantuan perusahaan, dan pemerintah daerah. Felly Lung mengaku, nyaris tak percaya lamin selesai dibangun kurang dari setahun. Ia dan kawan-kawan tak pernah menargetkan waktu penyelesaiannya. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah bergotong-royong dan terlibat. 

“Lamin ini merupakan simbol, dalam tanda kutip, ‘perlawanan dalam menegaskan pentingnya adat istiadat dan pelestarian’ masyarakat Dayak di Kutai Timur,” tegas Felly Lung. 

Dr Felly Lung, inisiator dan penanggung jawab pembangunan Lamin Dayak Sangatta. Sebagian besar biaya pembangunan dari dana pribadinya. FOTO: ARSIP FELLY LUNG
 

Menurutnya, orang-orang Dayak selama ini tersisih di tengah pengerukan sumber daya alam yang masif. Tambang batu bara terbesar di dunia ada di Kutai Timur. Ditambah lagi, puluhan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Aktivitas itu mempersempit ruang hidup masyarakat Dayak yang bergantung kepada hutan. 

Masyarakat Dayak di Kutai Timur juga menghadapi tantangan yaitu krisis keterlibatan dan pengakuan sumber daya manusia. Krisis itu muncul di tengah masifnya pekerja luar yang mengisi peluang-peluang kerja. 

“Pemuda-pemudi Dayak akhirnya hanya mengisi level down grade. Kehadiran rumah Dayak atau Lamin Dayak Sangatta di tengah jantung kota Sangatta bukan hanya ikon. Kami ingin menyampaikan pesan moral akan tanggung jawab kita bersama dalam mengembangkan SDM masyarakat Dayak dan melestarikan kebudayaan serta adat-istiadatnya,” tegas Felly Lung. 

Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman (ketiga dari kanan) dan wakil bupati Kasmidi Bulang (keempat dari kanan). Meresmikan Lamin Dayak Sangatta pada Ahad, 5 Maret 2023. FOTO: ARSIP FELLY LUNG
 

Kehadiran lamin juga disebut memupus kerinduan masyarakat adat. Dari lamin inilah, semua masyarakat yang berkunjung ke Lamin Dayak Sangatta bisa menemukan cakrawala informasi, sarana edukasi tentang budaya Dayak, sekaligus menjaga keberlangsungan adat-istiadat. Yang terpenting dari semua itu, pemuda-pemudi Dayak di Kutim telah menunjukkan usaha nyata melestarikan budaya dan adat lokal. Sebab jika bukan mereka, lantas siapa lagi? (*)

Senarai Kepustakaan

  • Maunati, Yekti. 2004. Identitas Dayak, Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. LkiS: Yogyakarta.
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar