Ragam

Sebenar-benarnya Toleransi di Tanah Datar, Rukun hingga Pemakaman

person access_time 4 years ago
Sebenar-benarnya Toleransi di Tanah Datar, Rukun hingga Pemakaman

Foto: Wahyu Musyifa (kaltimkece.id)

Kerukunan warga tergambar indah di perbatasan Samarinda-Kukar.

Ditulis Oleh: Adolf Reisha Ding
Minggu, 27 Oktober 2019

kaltimkece.id Gapura itu 4 meter tingginya. Ia berdiri di Jalan Poros Samarinda-Bontang, 7 kilometer dari Bandara APT Pranoto, dekat persimpangan Muara Badak, Kutai Kartanegara. Di atas kedua tiang gerbang beton bercat kuning emas itu, terpasang dua tanda. Di sebelah kiri kubah sedangkan salib di bagian kanan.

Gapura ini menjadi penanda sebelum masuk ke Pemakaman Terpadu Desa Tanah Datar, Kecamatan Muara Badak, Kukar. Dari tepi jalan raya, terbentang 300 meter jalan masuk. Jalan ini lebarnya 3 meter. Sebagian sudah cor beton, sebagian lagi tanah bercampur batu. Satu dua rumah penduduk berdiri di tepinya. Setelah melewati sebuah tanjakan, barulah pemakaman itu terlihat.

Pemakaman tersebut sudah dikelilingi tembok setinggi 1 meter. Masuk dari pintu utama, wilayah makam terbagi dua. Setengah hektare di sisi kanan adalah pemakaman muslimin. Di sebelah kiri, juga setengah hektare, kuburan Kristen. Keduanya hanya dipisahkan jalan setapak. Itu sebabnya, nisan-nisan kuburan muslim berdekatan dengan salib-salib yang ditanam di tanah —ciri makam Kristen.

Kamis, 24 Oktober 2019, kaltimkece.id mewawancarai ketua rukun tetangga setempat. Muhammad Tuo adalah Ketua RT 04 Dusun Utara, Desa Tanah Datar. Ia menceritakan awal berdirinya pemakaman terpadu ini.

Sebermula pada 1999, seorang yang cukup terpandang di Tanah Datar, Muhammad Yamin, mewakafkan tanah. Luasnya 1 hektare. Yamin mewakafkannya untuk area pemakaman. Pada 2002, untuk pertama kalinya, warga sekitar dimakamkan di situ.

Yang menarik, pemakaman ini tidak dikhususkan bagi satu umat. Siapapun warga, apapun agamanya, boleh beristirahat dengan tenang di sini ketika akhir hayat tiba. Inilah wujud toleransi yang hidup di Tanah Datar. Sebuah desa yang ditinggali warga beragam agama. Permukiman yang rukun, saling menghormati dan menghargai perbedaan.

Lagi pula, jelas Muhammad Tuo sebagai ketua RT, lokasi pemakaman muslimin dan Kristen sebelumnya sangat jauh. Untuk umat Islam, makam terdekat sejauh 5 kilometer dan masuk wilayah Samarinda di Sungai Siring. Sementara kuburan Kristen, 16 kilometer jauhnya di Muara Badak.

Setelah 17 tahun sejak makam ini pertama kali digunakan, kini sudah 60 warga yang dimakamkan. Mereka beragama Islam dan Kristen.

Gatot Widodo adalah pengurus makam terpadu itu. Dia menjelaskan, area pemakaman boleh digunakan siapapun. Tidak ada biaya yang dipungut kepada keluarga yang memakamkan anggota keluarga di sini. Cukup bergotong-royong membantu penggalian hingga selesai.

“Rencananya, makam ini diperluas lagi jika perlu,” ucap Gatot.

Di antara batu nisan dengan simbol yang berbeda-beda, toleransi yang nyata tergambar di Tanah Datar. Bukan saja bagi yang masih hidup, demikian mereka yang sudah beristirahat dengan damai. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar