Samarinda

Ketika Wali Kota Samarinda Naik Pitam di Depan Pertamina lantaran Antrean Solar dan BBM Eceran

person access_time 2 years ago
Ketika  Wali Kota Samarinda Naik Pitam di Depan Pertamina lantaran Antrean Solar dan BBM Eceran

Pertamini disebut memperoleh BBM dari SPBU di bawah Pertamina.

Pertamina dituding biang kerok distribusi BBM yang bermasalah. Mulai menjamurnya Pertamini hingga antrean solar.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Jum'at, 22 April 2022

kaltimkece.id Persoalan perdagangan bahan bakar minyak eceran termasuk antrean solar yang masih mengular dibahas kembali. Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menuding bahwa Pertamina sebagai pangkal penyebab kedua masalah tersebut. Disebut sebagai biang kerok, perusahaan milik negara itu membantah.

Kamis, 21 April 2022, Andi Harun menumpahkan kegeramannya ketika melayani wawancara kaltimkece.id. Wali Kota waktu itu baru saja mengikuti rapat yang diadakan Dinas Perhubungan Samarinda. Pertemuan ini membahas pengendalian antrean BBM jenis solar bersubsidi di Samarinda yang dihadiri perwakilan PT Pertamina. 

"Saya bilang (dalam rapat) bahwa biang keroknya adalah Pertamina. Saya tidak takut menghadapi siapapun jika menyangkut keselamatan warga Samarinda. Bisa jadi, saya ada salah. Tapi, belum tentu Pertamina benar karena (faktanya) ada Pertamini," kata Wali Kota. 

_____________________________________________________PARIWARA

Pernyataan itu disampaikan setelah Tim Wali Kota Akselerasi Pembangunan (TWAP) memberikan rekomendasi kepadanya. Menurut TWAP, sudah ada empat kecelakaan yang disebabkan perdagangan BBM eceran dan Pertamini sejak 2018. Kecelakaan terjadi di Palaran, Jalan Otista, Jalan Kehewanan, dan Jalan AW Syahranie. Dalam peristiwa terakhir, sebuah mobil yang lepas kendali menabrak rumah toko yang menjual BBM eceran. Kebakaran diduga karena percikan api menyambar lapak BBM. Delapan nyawa melayang setelah satu keluarga terjebak asap di dalam ruko. 

Kembali ke Wali Kota, Andi Harun mengatakan bahwa ia sempat bertanya mengenai perdagangan BBM eceran dan Pertamini yang menjamur. Perwakilan perusahaan menjawab, masih menurut Andi Harun, Pertamina tidak bisa melarang sepeda motor dengan tangki berkapasitas besar mengisi BBM di SPBU. Sepeda motor jenis tertentu itu memang ditengarai sebagai alat mengambil pasokan BBM di SPBU untuk dijual kembali. 

Jawaban itu disebut Wali Kota sesuatu yang menarik. Pertamina ternyata tidak bisa mengontrol BBM yang dibeli sepeda motor untuk dijual kembali di Pertamini. Pertamina justru meminta agar Wali Kota membuat surat edaran sebagai dasar hukum. Andi Harun bilang, jika diminta membuat tujuh surat edaran pun ia siap. Masalahnya, sambung dia, bukan di situ melainkan di pengawasan.

“Oke, sepeda motor dipakai untuk mengisi BBM di SPBU. Faktanya, Pertamini itu menjual BBM dari Pertamina, 'kan? Kenapa tidak melarang orang yang menjual padahal bisa saja diciduk? Apakah Pertamina tidak tahu ada Pertamini? Pasti tahu,” tuding Wali Kota.

Persoalan BBM eceran dan Pertamini ini sebenarnya sudah dibahas sejak tahun lalu. Wali Kota mengaku, perwakilan Pertamina pernah menemuinya. Jalan keluar saat itu adalah Pertamina menyediakan Pertashop. Pertashop adalah bisnis legal menjual BBM yang dijalankan masyarakat. 

Akan tetapi, Andi Harun mengatakan, bisnis itu perlu modal sekurang-kurangnya Rp 200 juta disertai ketersediaan lahan. Pedagang kecil yang selama ini menjual BBM eceran tidak akan mampu. Pada akhirnya, Pertamini dan BBM eceran tetap menjamur. Wali Kota meminta solusi dari fenomena tersebut. Kalau perlu, kata dia, ada pasal yang menyeret orang yang memperdagangkan BBM eceran. Pengetap maupun calo yang ketahuan mengisi BBM di SPBU untuk dijual kembali juga dibeberkan ke publik. 

Ditemui kaltimkece.id selepas rapat, Sales Branch Manager Pertamina Kaltimtara, Muhammad Rizal, menanggapi pernyataan Wali Kota. Menurutnya, Pertamina membina lembaga penyalur mereka yaitu SPBU. Sementara mengenai keberadaan Pertamini dan BBM eceran, Rizal mengatakan, tidak ada hubungannya dengan Pertamina karena bukan ranah perusahaan. 

"Makanya, kami buat Pertashop. Kenapa bisa ada Pertashop? Ada kriteria khusus dalam pembuatannya. Ada aspek keselamatan. Sementara kalau Pertashop dibuat lebih kecil, tentu menyalahi aspek keamanan,” jelasnya. Rizal melanjutkan bahwa Pertamini belum tentu kegiatan ilegal. Ada kemungkinan Pertamini memiliki badan usaha seperti UD atau usaha dagang dan sebagainya. Ia menyarankan agar izin berjualan Pertamini turut diperiksa. 

“Jadi bukan menyalahkan. Kita (Pertamina dan pemkot ) sama-sama. Kami tidak lepas tanggung jawab. Tanggung jawab kami, penyaluran sampai di SPBU itu tepat. SPBU menyalurkan BBM kepada kendaraan yang sesuai," urai Rizal. 

Ia memberi permisalan. Sebuah mobil dengan kapasitas tangki 50 liter keluar dari SPBU kemudian menjual BBM. Hal itu tidak diperbolehkan. Yang berhak menindak perbuatan tersebut adalah aparat penegak hukum. Jika kemudian digodok aturan baru yang melibatkan Pertamina dalam penindakan, perusahaan mengaku siap. Hal yang sama berlaku tentang permintaan mempublikasikan nomor polisi kendaraan yang dipakai para pengetap. Pertamina menyatakan, kewenangan perusahaan hanya kepada SPBU. Jika ketahuan menjual BBM kepada pengetap, SPBU bisa disanksi. 

“Karena itu, kedatangan kami ini (dalam rapat) mengajak. Ayo, sama-sama susun aturannya. Jangan menuduh siapa yang salah dan benar,” terangnya. 

Masalah Antrean Solar

Pembahasan kedua sesuai dengan tema rapat. Antrean kendaraan besar yang hendak mengisi solar bersubsidi di berbagai SPBU masih nampak. Kondisi ini disebut mengancam nyawa penduduk Samarinda. 

Wali Kota Andi Harun menceritakan bahwa seorang lurah hampir meninggal dunia karena nyaris tertabrak antrean mobil di SPBU. Ada pula kecelakaan yang disebabkan pengendara sepeda motor yang menabrak kendaraan yang mengantre BBM di bahu jalan. 

Wali Kota melanjutkan, ia tidak peduli urusan kuota solar bersubsidi. Yang Andi Harun lebih pedulikan adalah nyawa warga Samarinda. Wali Kota bahkan sempat naik pitam saat mengutarakan persoalan ini. Jika dirinya menjadi pejabat di Pertamina, Andi Harun mengatakan, lebih baik dirinya mundur. Jabatan disebut datang dan pergi tapi manfaat kepada kemanusiaan tidak boleh ditawar-tawar. 

“Jangan bohongi hati nurani karena ada manusia yang meninggal karena tata kelola SPBU yang buruk. Soal itu, jangan lempar tanggung jawab. Sampai kapan kita biarkan jatuhnya korban jiwa karena hal ini. Sehebat apapun kau (Pertamina) ajukan presentasi, tidak semua menjadi lebih baik karena substansinya belum selesai," kata Andi Harun dengan nada tinggi. 

Ia juga mengkritik kartu antrean BBM di SPBU yang disiapkan Pertamina untuk mengatasi antrean solar. Masalahnya, sampai hari ini antrean masih ada. Andi Harun turut mempertanyakan Pertamina yang tidak melarang SPBU di dalam kota menjual solar bersubsidi. Padahal, Pertamina tidak bisa mengatur antrean di dalam kota sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan. 

“Lempar, dong, ke pinggiran kota. Kenapa tidak hentikan penjualan di dalam kota? Orang sudah meninggal berkali-kali karena hal ini. Saya tadi sudah menekankan (Pertamina) untuk tidak bertemu saya sampai semua ini beres," sambung Andi Harun.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Perwakilan Pertamina, Muhamamad Rizal, memerinci bahwa kuota solar di Samarinda mengalami penurunan. Kuota tersebut berasal dari BPH Migas sementara Pertamina hanya operator. Kuota ini juga diserahkan kepada pemerintah daerah karena dirumuskan bersama-sama. 

Rizal melanjutkan, antrean solar di SPBU mulai terurai setelah kedatangan dan inspeksi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Samarinda. Mengenai fuel card atau kartu antrean solar bersubsidi, Rizal mengatakan, telah menyampaikan rencana implementasi kepada wali kota dan jajaran pemkot. Pertamina memerlukan payung hukum dari Pemkot Samarinda untuk implementasinya. 

“Jadi, aturan saat ini kendaraan roda enam sesuai spesifikasi 200 liter. Nanti, Wali Kota mengeluarkan surat edaran jika mau diturunkan menjadi 100 liter. Penyesuaian ini dapat menghindari kendaraan dua kali datang ke SPBU serta agar implementasi kartu benar-benar terkendali,” jelasnya. 

Ia mengatakan, setiap kendaraan yang mengisi solar bersubsidi sudah diregistrasi di SPBU. Ada 7.500 kendaraan yang terdaftar di Samarinda. Sebanyak 78 persen roda enam ke atas. 

Tentang penjualan solar bersubsidi di tengah kota, Rizal mengatakan, Pertamina bisa saja memindahkan distribusi ke pinggiran kota. Sekali lagi, kebijakan tersebut memerlukan dasar hukum karena menutup penjualan solar di SPBU. 

“Bagaimana jalur logistik di dalam kota, itu harus dipikirkan. Kami tunggu suratnya. Contohnya, penjualan solar yang kami tutup sudah ada satu yaitu SPBU di Jalan Juanda. Kalau ditutup semuanya, bagaimana sikap asosiasi (pengusaha logistik)? Kalau Pertamina, tidak ada masalah,” pastinya. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar