Nusantara

Paling Top! Persoalan Warga Dekat IKN Nusantara Akhirnya Mulai Teruraikan setelah Ditengahi Unmul

person access_time 2 years ago
Paling Top! Persoalan Warga Dekat IKN Nusantara Akhirnya Mulai Teruraikan setelah Ditengahi Unmul

Universitas Mulawarman menjadi penengah dalam forum diskusi membahas sejumlah masalah IKN Nusantara. (foto: samuel gading/kaltimkece.id)

“Kami takut berakhir seperti kampung miliader itu. Sudah dapat duit tapi miskin kembali. Tolong perhatikan masyarakat, jangan cuma konglomerat saja.”

Ditulis Oleh: Samuel Gading
Senin, 06 Juni 2022

kaltimkece.id Pemindahan ibu kota negara ke Kaltim dilaporkan menimbulkan berbagai masalah. Selain minimnya pelibatan warga lokal dalam pembangunan IKN Nusantara, lahan milik warga di kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) juga disebut terancam dirampas negara. Pemerintah menjamin ancaman tersebut tak pernah terjadi.

Hal tersebut diketahui dari forum diskusi yang diadakan tim transisi IKN Nusantara di Bendungan Sepaku Semoi, Penajam Paser Utara, Rabu, 1 Juni 2022. Kegiatan bertajuk Sosialisasi Isu Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat ini dihadiri sejumlah dosen Universitas Mulawarman, masyarakat Kecamatan Sepaku (PPU), dan Sultan Paser. Ada juga perwakilan dari Pemkab PPU, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam forum ini, Unmul bertindak sebagai penengah.

Membuka diskusi, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Humas Unmul, Prof Bohari Yusuf, mengatakan, kepastian status lahan di KIPP memang sedang hangat diperbincangkan. Isu ini mulai mucul ketika plang-plang batas KIPP bermunculan di sejumlah desa di Sepaku.

“Diskusi hari ini tidak akan berjalan secara formal. Tidak ada presentasi. Bapak-ibu bisa mengemukakan isi hati sepuasnya. Kita semua akan lebih banyak mendengar,” katanya kepada para audiensi.

Menyambut instruksi Prof Bohari itu, Sekretaris Kecamatan Sepaku, Adi Kustaman, menjelaskan duduk persoalannya. Selepas UU IKN disahkan DPR RI, ia mencatat, terdapat 800 hektare lahan delineasi area penggunaan lain (APL) di KIPP. Lahan tersebut milik tiga golongan. Ketiganya adalah sebuah perusahaan perkebunan belum HGU, Pemkab PPU, dan masyarakat sipil. Luas lahan milik Pemkab PPU disebut 42,6 hektare. Adapun legalitas lahan yang dimiliki masyarakat sipil berupa sertifikat hak milik dan hak pakai, segel, hingga lahan garapan tidak berdokumen.

“Nasib tanah milik masyarakat inilah yang kini dipertanyakan. Ini suara masyarakat desa yang perlu dilanjutkan kepada tim transisi IKN Nusantara,” tandasnya.

_____________________________________________________PARIWARA

Pernyataan tersebut segera dilanjutkan tiga warga Desa Bumi Harapan (Sepaku), Hassanuddin, Ibrahim, dan Sunaryo; serta Kepala Adat Suku Balik, Sibukdin. Mereka membahas mengenai pemasangan patok yang tergesa-gesa, nilai ganti rugi lahan, minimnya sosialisasi kepada masyarakat, hingga nasib warga jika direlokasi. Hassanuddin menyebut, tak sedikit masyarakat menyatakan tidak mau pindah walau diberi ganti rugi. Warga disebut takut bernasib sama seperti warga Desa Sumurgeneng, Tuban, Jawa Timur. 

“Kami takut berakhir seperti kampung miliader itu. Sudah dapat duit tapi miskin kembali. Tolong perhatikan masyarakat, jangan cuma konglomerat saja. Kami butuh kepastian,” ungkapnya.

Sibukdin turut memberikan kritikan. Ia mengatakan, warganya tak pernah dilibatkan dalam sosialisasi pembangunan IKN Nusantara. Menurutnya, Suku Balik yang sudah lama bermukim di Sepaku, bahkan sebelum adanya transmigran dan perusahaan, patut dilibatkan. Yang bikin Sibukdin berang, sukunya belum diakui negara.

“Kami heran, kalau tanah saja bisa diakui negara, kenapa keberadaan kami tidak diakui negara? Berarti, kami bukan warga negara? Tolong akui keberadaan dan perkuat hak-hak kami,” ucapnya, lantang.

Setelah diskusi berjalan sekitar 40 menit, Prof Bohari Yusuf mempersilakan kalangan pemerintah merespons pernyataan tersebut. Kepala Biro Hukum Kementerian ATR/BPN, Joko Subagyo, memulainya lebih dulu. Awalnya, ia menjelaskan soal status lahan masyarakat yang bakal diambil Badan Otorita.

Joko membetulkan bahwa tanah di KIPP terdiri dari kawasan hutan dan APL. Rujukannya adalah Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengeloalaan Pertanahan di IKN Nusantara. Dalam beleid itu diatur soal dua mekanisme mengambil tanah masyarakat yakni pelepasan kawasan hutan dan pengadaan tanah.

Lahan warga yang masuk APL, kata Joko, Badan Otorita akan mengambilnya menggunakan mekanisme pengadaan tanah. “Bisa dilakukan melalui jual beli langsung atau peralihan sejenisnya,” jelasnya.

Berikutnya, Joko mengklarifikasi mengenai kebijakan menghentikan segala bentuk peralihan hak atas tanah bagi lahan yang belum ada surat maupun sudah terdata tapi belum bersurat. Regulasi ini dipastikan bukan membatasi warga melainkan melindungi masyarakat dari spekulan tanah. Perpres 65/2022 menekankan bahwa izin-izin peralihan hanya bisa dilakukan seizin Badan Otorita.

“Sementara untuk tanah-tanah yang sudah ada suratnya, kedepan, akan dikuatkan haknya,” sebutnya. Untuk mendapat penguatan ini, pemilik lahan diharuskan melengkapi berkas seperti melampirkan surat pernyataan fisik sporadik. Syarat untuk mendapatkan surat ini yaitu pernyataan pemilik lahan, keterangan bebas sengketa, serta diketahui lurah dan camat.

Joko memastikan, kementeriannya akan membantu warga mengurus lahan yang belum memiliki tanda bukti awal kepemilikan. Sedangkan tanah-tanah yang sudah terdaftar, ia menjamin, ATR/BPN tidak mengotak-atik kepemilikannya. “Kami akan mempertahankan dan justru membantu penataannya. Pengunaannya juga melihat dari rencana Badan Otorita,” imbuhnya.

Joko turut menjelaskan soal pemasangan sejumlah plang KIPP. Menurutnya, terjadi miskomunikasi dalam masalah ini. Plang-plang tersebut bertujuan menginformasikan mengenai lokasi KIP yang masuk APL di luar kawasan hutan, bukan mengambil lahan milik warga. BPN disebut yang memerintahkan pemasangan tanda batas itu. Kepala Kantor Pertanahan PPU, Ade Chandra Wijaya, yang duduk dekat Joko, membenarkan hal tersebut.

“Tidak serta merta pemasangan itu berarti mengambil tanah milik masyarakat. Ada mekanismenya. Pengadaan tanah juga tidak mengenal ganti rugi namun ganti kerugian. Hal ini diatur dalam UU 2/2012,” jelas Ade. Ia menambahkan, penilaian ganti rugi lahan milik warga dilakukan tim appraisal yang dibentuk secara independen.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Melengkapi penjelasan tersebut, Joko menyebutkan, parameter menghitung nilai ganti rugi juga sangat besar. Jika nilai ganti rugi tidak tepat, dana akan dititipkan di pengadilan melalui konsinyasi. Mengenai keluhan Kepala Adat Sibukdin, Joko belum bisa memberikan jawaban. Pihaknya mesti berkoordinasi kepada Kantor Pertanahan PPU terlebih dahulu.

“Secara fisik, saya belum mengetahui kondisi pertahanan bapak. Jadi, kami akan melihat dulu kenapa hal ini bisa terjadi,” kata Joko kepada Sibukdin. Pria berkaca mata ini melanjutkan, kementerian akan mempertimbangkan opsi sosialisasi pemindahan ibu kota baru langsung ke desa-desa untuk memperjelas informasi.

Komentar Joko itu sekaligus menandai berakhirnya diskusi. Sebelum menutup acara, Prof Bohari berpesan, masalah patok ini tidak terulang kembali. Baginya, patok hanyalah penanda administratif dan tidak mengurangi hak perdata masyarakat. Ia juga berharap, Kementerian ATR/BPN membantu menangani masalah sertifikat dan surat-surat kepemilikan lahan.

“Yang terpenting adalah komunikasi. Kampus mencoba berdiri sebagai fasilitator untuk membantu tim transisi dalam berbagai persoalan, khususnya dalam pemberdayaan masyarakat,” tutup alumnus Universite de Pau et Des Pays de L'Adour, Prancis, ini.

Direktorat Jendral Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Embun Sari

Deliniasi hanya batas wilayah administrasi. Pemasangan patok wajib dipasang tapi tidak menghilangkan hak keperdataan seseorang, hanya sebagai penanda. “Tanah bapak tidak akan berkerang sejengkal pun karena patoh itu,”. Tegasnya.

Pengadaan tanah akan dilakukan tahapan yang detail, mulai perencanaan, persiapan, pelaksanaan, sampai penyerahan hasil. Itu wajib ditempuh. Hak warga tidak akan ada yang dikecualikan. Setelah dinilai oleh Apraisal, akan ada musyawarah bentuk ganti kerugian. Metode ganti ruga juga tidak harus cash, namun bisa tanah dan bangunan pengganti yang senilai harga tanah yang digunakan untuk ibu kota baru.

“Metode ini disebut sebagai preferensi,”.

Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian PUPR, Diana Kusumastuti

Pemilihan daerah Sepaku ini sudah menempuh tahap pengkajian mendalam. Dulu pilihan awalnya bukandi Sepaku, namun Samboja. Tetapi, dengan berbagai pertimbagan seperti lingkungan, Sepaku yang dipilih. “Kawasan Sepaku yang memiliki banyak konsesi hutan akan lebih mudah (diurus),”.

Namun, saat melakukan perencanaan dan pendataan, muncul lahan milik penduduk, meskipun jumlahnya tidak banyak. (*)

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar