PARIWARA

Politik Tanpa Beban ala Iswandi

person access_time 5 years ago
Politik Tanpa Beban ala Iswandi

Foto: Dokumentasi Iswandi

Namanya jadi familier ketika maju di kontestasi Pilwali Samarinda 2015. Asanya untuk mengabdi masih terang menyala.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Kamis, 04 April 2019

kaltimkece.id Dunia perpolitikan bagi sebagian orang diidentikan sebagai hal yang menyeramkan. Bahkan culas. Namun, calon legislatif (caleg) satu ini membawa pandangan baru, yakni politik riang gembira. Dia adalah Iswandi, caleg PDI Perjuangan nomor urut 2 untuk DPRD Kaltim daerah pemilihan Samarinda.

Pria yang kini wakil ketua DPD PDI Perjuangan Kaltim itu memang punya pandangan sendiri. Semua hal yang dilakoni mesti dilandasi rasa suka, riang, dan gembira. Baginya, bila belum apa-apa sudah dijadikan beban, dalam menjalaninya tidak akan enjoy. “Enggak hanya politik,” ucapnya.

Dalam kontestasi seperti pemilihan legislatif, terpilih dan tidak terpilih adalah hasil akhir. Maka, ketika hasil yang didapat tak seperti yang diharapkan, secara psikologi tak akan jadi beban. “Kalau sudah jadi beban sejak awal, itu yang membuat rumah sakit jiwa menyediakan ruangan baru setiap setelah pemilu,” kelakarnya.

Menjadi kontestan pemilu bukan kali pertama dilakoni Iswandi. Pada 2015 lalu, dia pernah menjadi calon wakil wali kota Samarinda. Berpasangan dengan Mudiyat Noor. Namun, pasangan ini tak terpilih dalam kesempatan tersebut. “Kalau saat itu saya jadikan beban, kan berabe,” ucapnya.

Sebelum terjun ke dunia politik, nama Iswandi sebenarnya sudah lama tercatat di dunia kampus. Dia pernah menduduki ketua senat Universitas Mulawarman. Iswandi, seangkatan dengan dua politikus Kaltim, yakni Darlis Pattalongi (PAN) dan Sarwono (PKS). Suami Hayu Hartutie Yuliasari itu lulus 1997. Memilih mengejar karier walau sejak kuliah sudah memiliki kartu anggota PDI Perjuangan.

Iswandi berkarier di perusahaan lembaga keuangan ternama. Di situ kariernya meroket. Berbagai posisi, termasuk kursi direktur, telah ditempati. Keluar pada 2010 dan terjun ke dunia market trader. Dilakukan hanya dari rumah.

Sembari menjalani masa sebagai mahasiswa hingga pekerja, sejak era 90-an, Iswandi sudah menjadi kader partai berlambang banteng tersebut. Meskipun, namanya di kancah perpolitikan masih cukup awam di telinga publik. “Hingga 2010 saya membantu dari belakang layar saja,” ungkapnya.

Fokus Kesehatan dan Pendidikan

Soal alasan masuk bursa pemiluhan legislatif, Iswandi punya misi mulia. Menyandang status sebagai anggota dewan, memudahkannya membantu masyarakat lebih banyak. Dia melihat, banyak dana bisa dialokasikan untuk kepentingan publik.

Di balik latar belakangnya sebagai sarjana ekonomi, Iswandi menjatuhkan fokus ke bidang pendidikan dan kesehatan. Menurutnya, dua hal ini adalah kebutuhan dasar. Dia meyakini, hanya pendidikan bisa mengangkat martabat seseorang. “Boleh kasih contoh, ketika keluarga kurang mampu bisa menyekolahkan anaknya sampai sarjana, siapa yang ikut dipandang? Orangtuanya kan?”

Dengan kata lain, ketika pendidikan Kaltim bisa dibenahi, citra daerah juga bakal dipandang.

Sementara soal kesehatan, Iswandi berusaha menghapus anekdot orang susah dilarang sakit. Miris mendengarnya. Padahal, negara memiliki program untuk kesehatan masyarakat. Maka dari itu, bila terpilih dirinya akan menempatkan beberapa orang di rumah sakit untuk mengurusi birokrasi. “Mulai pengobatan di klinik hingga mencari ruang rawat inap,” ujarnya.

Iswandi mempersilakan masyarakat menagih janji bila dirinya tak kunjung merealisasikan dari kursi dewan.

Dengan fokus ini, tempat ideal Iswandi di DPRD adalah kursi komisi IV. Namun, untuk hal tersebut dia tak ambil pusing. “Mau ditempatkan di komisi mana pun, pendidikan dan kesehatan akan jadi fokus saya,” ujarnya.

“Ketimbang janji ngecor jalan, enggak usah janji juga pasti ada dana dari pemerintah,” sambung dia.

Berikan yang Bermanfaat

Selain politik riang gembira, selama sosialisasi Iswandi melakukan pemeriksaan mata dan pemberian kacamata gratis. Menurut dia, dari pada memberi uang, lebih baik memberikan sesuatu yang bermanfaat. “Kalau uang, sehari bisa habis. Kalau kacamata bisa dipakai hingga beberapa tahun,” ujarnya.

Program ini, bagi beberapa pihak, dianggap potensi melanggar aturan. Apalagi soal anggaran. Bisa-bisa melebihi angka yang ditentukan. Namun, dalam praktiknya, Iswandi tak sendiri. Dia dibantu beberapa kawan yang juga terpanggil. Dari sejumlah koperasi, hingga persatuan pengusaha optik . “Panwaslu juga sempat menegur, program itu bisa melebihi anggaran sosialisasi. Namun setelah saya jelaskan mereka mengerti,” ujarnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar