Musik

Ubah Citra Selili dengan Festival Jazz

person access_time 5 years ago
Ubah Citra Selili dengan Festival Jazz

Foto: Fachrizal Muliawan (kaltimkece.id)

Citra Selili segera memasuki babak baru. Makin kaya dengan semangat jazz yang segera dihelat.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Kamis, 07 Maret 2019

kaltimkece.id Hei warga Kota Tepian, apa yang terbersit di pikiran Kalian jika mendengar Selili? Pelelangan ikan, pusat pengerajin tahu dan tempe, atau perkampungan padat penduduk? Semua benar, tidak ada yang salah.

Tapi siapa sangka, selain sederet hal tadi, kawasan yang dipercaya sebagai salah satu permukiman lama di Samarinda itu juga menyimpan potensi wisata. Nah, pada pengujung Maret 2019, di Selili akan dihelat acara musik bertajuk Selili Jazz Festival pada 30—31 Maret 2019. Festival perdana tersebut akan memberi pengalaman berbeda bagi pencinta musik dan pengunjung konser garis keras Kota Tepian.

Acara yang mengangkat slogan “Ayo Gotong, Jazz Royong” tersebut dilaksanakan di puncak Bukit Stelling, Selili. Selain menikmati musik, pengunjung disuguhkan pemandangan Samarinda dan Sungai Mahakam dari atas bukit.

Wijaya Pambudi, inisiator Selili Jazz Festival, mengatakan bahwa benang merah acara tersebut adalah jazz dan Selili. “Mengapa dua itu, soalnya saya mengenyam pendidikan musik di Institut Seni Indonesia, Jogjakarta, dan warga lokal Selili,” ujarnya setelah Road to Selili Jazz Festival di Satu Kata Coffee, Samarinda, Minggu malam, 3 Maret 2019.

Setahun kembali ke kota kelahiran membuat pria yang akrab disapa Jaya itu terbersit membuat event musik. Acara yang bisa mengangkat nama lingkungan tinggalnya. Pria yang tinggal di Selili sejak 1994 itupun akhirnya memilih jazz sebagai benang merah perhelatan. “Karena saya suka musik jazz dan tergabung di komunitas Mahakam Jazz River,” tuturnya.

Ada dua kepentingan dalam Selili Jazz. Pertama, komunitas jazz ingin punya acara tahunan. Kedua, karang taruna Selili punya wadah mengangkat nama daerahnya. Ya, dalam praktiknya Jaya dibantu Selili Muda atau Semud, karang taruna di Selili.

Keresahan Jaya dan Semud juga tak lepas dari citra Selili yang kian horor. Mulai banyak preman hingga sarang transaksi gelap. “Makanya, event musik yang matang kami gelar. Mengubah citra itu lewat kesenian,” ucapnya.

Format Selili Jazz tak hanya mengumpulkan pengunjung menonton konser di atas bukit lalu pulang. “Karena di atas bukit, maka formatnya kami buat nonton konser sambil camping,” ujarnya.

Hingga H-30, Jaya dan kawan-kawan sudah menyiapkan berbagai hal. Termasuk roadshow di beberapa tempat. Roadshow to Selili Jazz Festival pada 3 Maret lalu adalah perhelatan keempat. Selain itu, mereka membangun akses menuju lokasi acara. Juga bumi perkemahan dadakan hingga fasilitas pendukung seperti toilet. “Jadi yang ditawarkan adalah pengalaman mendaki bukit, menonton pagelaran musik, kemudian kemping,” tuturnya.

Acara seperti ini sebenarnya umum di daerah lain. Kabupaten Berau memiliki Maratua Jazz and Dive Fiesta, menjual pengalaman menikmati musik di pulau eksotis. Ada juga Ngayogjazz di Jogjakarta yang menghelat festival musik jazz ke kampung-kampung. “Spirit seperti itu yang mau kami ambil,” ujarnya.

Untuk menonton Selili Jazz pengunjung dikenakan tiket Rp 450 ribu per empat orang. Fasilitas yang didapat adalah tenda dan makan. Untuk tiket masuk, pengunjung yang hanya ingin menonton festival musik namun tidak camping, masih digodok Jaya dan kawan-kawan.

Ticketing Sebagai Edukasi

Mengenakan biaya tiket untuk nonton konser sebenarnya biasa. Namun, beberapa tahun terakhir pengunjung konser Kota Tepian cukup terlena konser-konser yang dihelat korporasi dan pemerintahan tanpa dikenakan tiket masuk. “Sebenarnya cukup berjudi juga, tapi ini mesti dilakukan karena event ini kami lakukan secara kolektif tanpa sponsor,” ujarnya.

Sempat terbersit menggaet beberapa pihak termasuk pemerintahan. Namun, yang mereka dapat sementara ini hanya restu. Bukan pendanaan.

Selain itu, ticketing adalah  bentuk edukasi. Acara musik yang sehat adalah acara yang bisa menghidupi dirinya sendiri. “Jadi penonton juga ikut andil dalam berlangsungnya sebuah acara musik,” jelasnya.

Penampil Lokal, Tak Melulu Jazz

Hingga kini, sudah 14 penampil memastikan tampil di Selili Jazz. Semuanya musisi lokal. Di antaranya, Wajah Abstrak, Jendela dan Pena, Irine Sugiarto, Murphy Radio, dan Davy Jones.

Dari beberapa line up, tak semuanya mengusung musik jazz. Murphy Radio beraliran math rock. Davy Jones dikenal dengan rock and roll.

Menurut Jaya, jazz tak selamanya soal aliran musik. Yang juga penting adalah spiritnya. Para penampil, dianggap memiliki semangat jazz. “Kalau ngomongin sejarah, jazz itu bicara soal perjuangan dan kebebasan,” terangnya.

Selain camping dan nonton konser, Selili Jazz menghadirkan para komika dari komunitas stand up comedy. Para komika menyiapkan konten ghibah. Membahas isu-isu soal skena indie Samarinda dengan cara yang ringan. “Supaya enggak bosan, selain tampil, para komika Samarinda juga menyumbang konten,” tuturnya. (*)

 

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar