Risalah

Risalah Carolus Tuah: Debat Kandidat, Apa yang Kita Dapat?

person access_time 6 years ago
Risalah Carolus Tuah: Debat Kandidat, Apa yang Kita Dapat?

Carolus Tuah (ilustrasi: Danoo)

Debat publik Pilgub Kaltim berjalan datar-datar saja. Para kandidat mesti lebih cermat.

Ditulis Oleh: Carolus Tuah
Jum'at, 27 April 2018

kaltimkece.id Empat pasangan calon yang bertarung di Pemilihan Gubernur Kaltim 2018 baru saja melewati debat publik. Kita, seluruh masyarakat Kaltim, menyaksikan penampilan keempatnya lewat tayangan langsung di Metro TV pada Rabu, 25 April 2018. 

Bagaimana performa mereka?

Mari lihat gestur, struktur kalimat, serta pandangan mata para kandidat, ketika mereka berbicara. Nyaris semua pasangan calon diserang kegugupan di semua segmen. Mereka belum tampil lepas. Mungkin karena ini debat pertama. Penampilan perdana dari para kandidat pemimpin Kaltim di depan pemirsa yang akan menilai profil mereka. 

Mari ulas satu per satu penampilan para kandidat dalam debat bertema isu strategis di Kaltim.

Hasdam-Rizal 

Calon gubernur nomor urut 1, Andi Sofyan Hasdam, tampil meyakinkan pada awal debat. Hasdam tancap gas dengan narasi kesehatan yang cukup komprehensif. Harap maklum, dia memang seorang dokter spesialis saraf.

Sayangnya, premis yang dibangun Hasdam tidak komplementer dengan pembahasan masalah. Wali kota Bontang dua periode itu pada awalnya menawarkan gagasan agar Kaltim lepas dari kebergantungan migas dan batu bara. Gagasannya menjadi kosong ketika tidak disertai penjelasan memadai. Padahal, Hasdam punya banyak kesempatan menyampaikan uraian. Ia justru larut dalam perdebatan participating interest Blok Mahakam dan pemanfaatan batu bara.

Baca juga: Debat Kandidat di Masa Lalu, Bawa Foto SD Rusak hingga Jurus Diam

Rizal Effendi, pasangan Hasdam, juga terlihat tidak mampu memperkuat narasi yang dibangun sang cagub. Padahal, sudah selayaknya, publik diberi asupan informasi yang memadai mengenai langkah melepaskan Kaltim dari kebergantungan ekonomi berbasis industri ekstraktif. Sedikit disayangkan memang. Namun demikian, Rizal, wali kota Balikpapan dua periode, mampu menutupi lewat penampilan yang tenang. Data-data yang diajukannya akurat dan matang, khas seorang wartawan. 

Pernyataan penutup menjadi catatan penting bagi pasangan ini. Hasdam terbukti piawai di sesi akhir. Dia menyebutkan nama almarhum Nusyirwan Ismail, wakil wali kota Samarinda yang sempat mendampinginya sebagai cawagub. Pernyataannya memang sangat menyentuh. 

Jaang-Ferdian

Pasangan calon nomor urut 2 adalah Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang, berdampingan dengan Awang Ferdian Hidayat. Secara umum, tak sukar menilai bahwa keduanya tampil tidak mengesankan. Jaang sama sekali tak menunjukkan pengalaman politiknya selama 18 tahun, 10 tahun wawali dan 8 tahun wali kota. Dia sangat kesulitan membuat pernyataan maupun jawaban yang lugas. 

Contoh paling detail adalah pertanyaan penanganan banjir yang tidak terjawab dengan baik. Untuk isu yang satu ini, Jaang mestinya sudah menyiapkan jawaban yang paling masuk akal. Banjir di Samarinda adalah keluhan banyak warga kota. Tidak perlu heran jika para tim pakar menyiapkan perkara ini untuk diajukan kepadanya.  

Baca juga: Di Balik Tergelincir Lidah Rp 1 Triliun untuk Satu Desa

Sayangnya, jawaban Jaang tentang banjir sangat biasa-biasa saja sekaligus membuat kening mengernyit. Ia mengajukan program pengerukan Sungai Mahakam, yang jelas-jelas, kewenangan pengelolaan sungai mulai perencanaan hingga kegiatan berada di tangan pemerintah pusat. 

Ketidakcemerlangan Jaang dilengkapi pasangannya, Awang Ferdian Hidayat. Putra Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak itu tampil dalam gugup dan gagap. Lengkap dengan blunder Rp 1 triliun untuk satu desa, yang mestinya Rp 1 triliun untuk seluruh desa. Ferdi membuat pernyataan keliru dan terlihat seperti menghafal. Kesimpulannya, Ferdi sama sekali tidak mampu menunjang performa Jaang.

Isran-Hadi

Menuju pasangan nomor urut 3, Isran Noor dan Hadi Mulyadi. Terutama Isran, pasangan ini berulang kali mencetak blunder. Isran gagal mendefinisikan makna kedaulatan, kata yang menjadi jargonnya. Mantan Bupati Kutai Timur yang mundur di tengah jalan itu bahkan kerap mengeluarkan celetukan "aneh." Ia berusaha membuat komentar jenaka yang sama sekali tidak lucu. Sungguh, badut pun akan terhina dengan selera humornya. 

Isran terlihat sangat tidak siap dalam debat. Dia sama sekali tidak mampu memanfaatkan waktu. Tentu saja, blunder-blundernya diperparah dengan keliru mengutip pernyataan bahwa tidak ada di negeri ini, jalan tol dan bandara yang dibangun dari APBD. 

Sebagai orang yang pernah menjadi ketua umum sebuah partai, gaya bertutur Isran sungguh tak meyakinkan. Kalimat yang disusunnya tidak sistematis sehingga memunculkan kesan tak menguasai masalah dan isu strategis Kaltim. Di samping itu, Isran cenderung menyoal kinerja gubernur saat ini.

Baca juga: Yang Tak Terlihat di Layar Kaca saat Debat: Misteri Kertas Pertanyaan

Isran sedikit beruntung. Penampilan pasangannya, Hadi Mulyadi, cukup menutupi hal-hal "aneh" yang diperbuatnya. Hadi, politikus dari Partai Keadilan Sejahtera, menyelamatkan Isran lewat pembawaan yang elegan. Tak sulit menilai bahwa Hadi sibuk menambal kekurangan Isran yang konyol tadi. Secara umum, poin plus sangat pantas diberikan kepada Hadi yang tampil tenang dan berwibawa.

Rusmadi-Safaruddin

Pasangan terakhir adalah Rusmadi-Safaruddin. Cukup mudah melihat bahwa Rusmadi, sebagai calon gubernur, belum bisa move on dari masa lalu. Patut dicatat bahwa Rusmadi adalah abdi Gubernur Awang Faroek Ishak, baik sebagai kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah maupun sekretaris daerah. 

Pada mulanya, penampilan Rusmadi memang meyakinkan. Dia selalu menyertakan data dengan akurat dan cermat. Sayang ribuan sayang, sama seperti pasangan yang lain, Rusmadi gagal memaknai pernyataannya. Dia justru memilih tampil seolah sebagai petahana dengan gaya defensif alih-alih menjabarkan rencana kerja politiknya. Ia juga beberapa kali disergap gugup dan gagap.

Pasangannya, Safaruddin, juga tampak kewalahan mengimbangi gaya bicara Rusmadi yang terbiasa terstruktur dan sistematis. Inspektur jenderal purnawirawan itu hanya seperti pelengkap. Sesekali mencoba melucu, bukannya memperkuat narasi yang tidak dipaparkan dengan konkret oleh pasangannya. 

Namun demikian, Safaruddin sempat menyita perhatian dalam debat. Ia tampil spontan dan jenaka. Safaruddin juga terlihat lebih berani "menyerang" lawan debat dibandingkan seluruh kandidat yang lain.

Penilaian Keseluruhan

Kegugupan para kandidat, sayangnya, membuat mereka kehilangan daya pikat. Mungkin juga, ada yang memang tidak memiliki daya pikat itu. Bagaimanapun, bisa dilihat dengan jelas bahwa para pasangan calon seperti menghafal visi-misi dan program kerja. Setiap yang keluar dari lisan hanya seperti mendengar orang yang tengah membaca tulisan. Lebih menyedihkan lagi, ada calon yang mencoba melucu, yang konyolnya, dengan cara-cara yang konyol.

Secara umum, sebagian besar kandidat berusaha menjadi antitesis gubernur petahana, Awang Faroek Ishak. Sedangkan dari sisi program, keempat pasangan menawarkan hal yang nyaris seragam. Mereka berkutat di tema transformasi ekonomi, dana desa, beasiswa, dan participating interest di blok migas.

Padahal, sebagai warga Samarinda, saya sangat berharap pembahasan yang mendalam mengenai banjir ibu kota. Padahal, sebagai warga Kaltim, saya sangat ingin pembahasan yang menyeluruh tentang lubang-lubang tambang yang telah merenggut 28 nyawa. Padahal, sebagai penduduk Bumi Etam, saya begitu ingin mendengar para kandidat beradu gagasan tentang perbaikan jalan yang banyak rusak di sepenjuru provinsi. 

Itulah isu strategis di Kaltim yang perlu penanganan segera. Bukan program-program yang selama ini sudah dikerjakan gubernur petahana. (*)

Catatan Redaksi: Isi artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar