Terkini

Banyak Petugas Hipertensi setelah Lima Hari Rekapitulasi

person access_time 5 years ago
Banyak Petugas Hipertensi setelah Lima Hari Rekapitulasi

Foto: Fachrizal Muliawan (kaltimkece.id)

Pesta demokrasi disambut penuh antusias. Tapi petugas pemilu mendapat beban yang tak ideal untuk tubuh.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Rabu, 24 April 2019

kaltimkece.id Pagi buta, Selasa, 23 April 2019, Andie Yulianto, salah seorang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Samarinda Kota, sudah bangun dari tidur. Selasa itu adalah hari kelima ia menjadi PPK di kecamatan tersebut.

Rekapitulasi suara tingkat kecamatan dimulai 08.00 Wita. Andie bergegas menuju kantor Kecamatan Samarinda Kota di Jalan Arief Rahman Hakim. Padahal, baru beberapa jam lalu dia menyelesaikan rekapitulasi hari keempat yang tuntas 00.00 Wita. Begitulah keseharian Andie sejak Jumat, 19 April 2019.

“Sepertinya enggak hanya saya yang lima hari terakhir seperti itu. Anggota PPK lain juga,” ucapnya kepada kaltimkece.id.

Kerja PPK saat rekapitulasi tergantung para saksi. Bila para saksi memutuskan lanjut, Andie dan kawan-kawannya meneruskan tugas. Begitu juga bila para saksi meminta dilanjutkan keesokan hari. Jalannya rekapitulasi memang tak bisa dilakukan tanpa saksi. “Hak mereka juga bila dalam proses rekap meminta hitung ulang. Ya walau terkadang para saksi menyerah juga lantaran keletihan,” ucap dia. “Tapi bedanya saksi bergiliran, sedangkan kami jadwal giliran terbatas,” tambah Andie.

PPK baru bisa jeda saat istirahat, salat, atau makan. Biasanya ketika zuhur dan magrib. “Untuk salat asar biasanya bergantian. Sekitar lima sampai 15 menit per orang,” jelasnya.

Dengan tuntutan rutinitas itu, anggota PPK banyak yang drop. Ketika hari pertama dan kedua masih prima, mulai hari ketiga banyak yang letih.

Honor PPK berkisar Rp 850 ribu. Untuk staf PPK Rp 1,6 juta. Angka yang sama untuk anggota PPK. Sedangkan ketua PPK menerima Rp 1,8 juta. Petugas dituntut bekerja profesional hingga proses rekapitulasi selesai.

Beda PPK, beda pula pekerjaan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Seperti dilakoni Choiriyah, anggota KPPS TPS 47 Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang Samarinda. Yang diketahui orang-orang, pekerjaan KPPS hanya saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Padahal, petugas adhoc dengan honor Rp 550 ribu itu, dimulai setelah dilantik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda. “Tapi yang paling meletihkan justru H-1 hingga H+1,” ujarnya.

Tugas tersebut meliputi menulis dan membagikan form C6 kepada para pemilih. Pada saat yang sama, anggota KPPS lain menunggu pemasangan tenda dan kotak suara. Setelah kotak suara datang, anggota KPPS dan petugas keamanan melakukan penjagaan kotak suara semalam suntuk. “Pada pagi hari mereka bergantian pulang ke rumah masing-masing untuk siap-siap melakukan tugas sebagai KPPS,” ujarnya.

Mulai 07.00 Wita, TPS mulai didatangi pemilih. Pencoblosan baru bisa dilakukan satu jam kemudian. Waktu satu jam dilakukan untuk menghitung surat suara yang didapat TPS tersebut.Baru kemudian, pemungutan suara dilakukan hingga 13.00 Wita. “Break satu jam setelah pemungutan suara, barulah penghitungan suara dilakukan,” ujarnya.

Penghitungan suara di TPS 47 baru tuntas Kamis pagi, 18 April 2019. Tepatnya pukul 07.00 Wita. Yang membuat lama adalah banyaknya pengulangan dari permintaan saksi. “Penghitungan suara pemilihan presiden saja mestinya satu jam. Lantaran hitung ulang jadi dua jam,” tuturnya.

Penghitungan suara DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota, masing-masing memakan waktu hampir tiga jam. “Makanya sampai jam 7 pagi,” ujarnya.

Dengan durasi dan pola kerja demikian, Choiriyah tak heran ada petugas KPPS meninggal dunia. Di Samarinda, satu petugas meninggal dunia karena keletihan. Yakni anggota KPPS di TPS 03, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir bernama Dany Faturrahman. Ia tutup usia pada umur 41 tahun. Wafat Kamis pagi, 18 April 2019.

Baca juga:
 

Di seluruh Indonesia, KPU RI mencatat 119 orang KPPS meninggal dunia. Selain itu 548 lainnya jatuh sakit. Tersebar di 25 provinsi yang dihimpun KPU hingga Selasa, 23 April 2019, pukul 16.30 WIB.

IDI Lakukan Cek Kesehatan

Melihat kondisi para petugas adhoc pemilu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim berinisiatif melakukan pemeriksaan kesehatan. Diperuntukan anggota PPK yang yang melakukan rekapitulasi suara.

Diungkapkan Ketua IDI Kaltim dr Nathaniel Tandirogang, banyak kondisi anggota PPK dan petugas keamanan drop. “Untuk beberapa orang kami sarankan mengonsumsi suplemen. Ada juga saya suruh istirahat,” ucapnya kepada kaltimkece.id di Kantor Kecamatan Samarinda Kota, Selasa, 23 April 2019.

Petugas disarankan beristirahat. Kebanyakan tensi tekanan darah di atas 150. Ada pula di angka 190. “Sungguh angka yang mengkhawatirkan,” ujarnya.

Hipertensi disebabkan beberapa faktor. Ada karena bawaan penyakit kronis, bisa juga kelelahan dan stres. Dari dari pemeriksaan Selasa siang itu, didapati 80 persen petugas mengalami hipertensi. “Untuk petugas PPK saya rasa karena faktor kedua,” ungkapnya.

Diagnosa disinyalir dari tak seimbangnya waktu istirahat dan bekerja. Secara medis, durasi ideal bekerja adalah delapan jam. Waktu istirahat adalah delapan hingga 12 jam. “Pekerjaan sebagai KPPS lebih delapan jam dan istirahat kurang. Hipertensi bisa terjadi,” ujarnya.

Petugas yang beristirahat delapan jam pun belum tentu ideal. Akan sama saja ketika waktu kerja tetap di atas luar ketentuan. Kondisi ini memicu gangguan kardiovaskular, pencernaan, dan lainnya.

Yang harus diingat, tubuh manusia memiliki jam tidur biologis. Ketika jam tidur biologis terganggu, dampaknya langsung ke tubuh. “Yang terjadi kepada para petugas pemilu nyaris sama seperti jetlag. Waktu tidur tertukar,” ucapnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar