Lingkungan

Bergelimang Penghargaan Penjaga Karang Mumus

person access_time 1 year ago
Bergelimang Penghargaan Penjaga Karang Mumus

Misman, aktivis lingkungan hidup asal Samarinda.

Dulu, ia dianggap gila karena memunguti sampah di sungai yang membelah Samarinda. Kini, upayanya itu diganjar sejumlah penghargaan prestisius.

Ditulis Oleh: Andika Pratama
Jum'at, 28 Juli 2023

kaltimkece.id Nominasi penerima Kalpataru tingkat nasional itu diumumkan di website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada pengujung Maret 2023. Nama Misman, aktivis lingkungan hidup asal Samarinda, muncul dalam nominasi tersebut. Ia bersanding dengan lima orang dari berbagai provinsi di kategori perintis lingkungan.

Setelah melalui proses seleksi yang ketat, Misman bersama tiga orang lainnya dinyatakan sebagai penerima Kalpataru 2023 kategori perintis lingkungan. Penyerahan penghargaan dihelat pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni lalu, di Gedung Manggala Wanabakti, KLHK, Jakarta Pusat. Sayang, Misman tak bisa menghadiri acara tersebut.

“Waktu itu, saya ada urusan lain,” kata Misman kepada kaltimkece.id, beberapa hari lalu. Walau demikian, lelaki berusia 64 tahun itu tetap menerima penghargaan tersebut.

Kalpataru adalah penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup. Penghargaan ini diberikan pemerintah pusat kepada individu atau kelompok yang mengabdi, merawat, serta membina lingkungan hidup. Selain kategori perintis lingkungan, ada juga kategori penyelamat lingkungan, kategori pengabdi lingkungan, dan kategori pembina lingkungan. Salah satu indikator penilaiannya adalah, kegiatan yang dibuat individu atau kelompok harus memberikan dampak positif terhadap lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.

Penghargaan tersebut bukan satu-satunya penghargaan lingkungan hidup yang pernah didapat Misman. Pada 5 Januari 2023, dalam peringatan HUT Kaltim ke-66, ia menerima penghargaan pelopor lingkungan hidup dari Gubernur Kaltim, Isran Noor. Dua tahun sebelumnya atau pada Hari Lingkungan Hidup 2021, Gubernur Isran juga memberikan Kalpataru tingkat provinsi kepada Misman.

Semua penghargaan tersebut didapat Misman atas dedikasinya menjaga Sungai Karang Mumus. Sejak lahir hingga dewasa, ia tumbuh di bantaran sungai sepanjang 47,48 kilometer yang membelah Kota Samarinda itu. Dulu, cerita Misman, air sungai masih jernih. Banyak ikan bisa dipancing seperti patin, lempam, baung, dan lais. Sekarang kondisinya berubah. Air sungai menjadi kuning-kecokelatan dan kerap mengeluarkan aroma tak sedap. Ikan-ikan bersalin menjadi sampah plastik.

Kondisi itu membuat Misman resah. Pada 2005 ketika Misman bekerja sebagai wartawan, ia kerap membuat video dan puisi tentang kondisi buruk Sungai Karang Mumus. Belakangan, ia menanggalkan pekerjaannya sebagai jurnalis dan berfokus merawat sungai tersebut. Menggunakan peralatan sederhana, ia memungti sampah yang berserakan di sungai. Aksinya ini pernah mendapat pandangan sinis dari sejumlah orang.

“Saya pernah dianggap gila karena memunguti sampah di sungai,” ucapnya.

Misman tak pernah ambil pusing dengan komentar negatif tersebut. Ia terus bekerja. Pada 2015, ia mengandalkan Facebook dan YouTube untuk mengampanyekan kebersihan Sungai Sungai Karang Mumus. Sejak saat itu, Misman menerima beragam dukungan, baik morel maupun materiel, untuk memuluskan upayanya melindungi sungai tersebut.

“Bantuan datang dari pemerintah, LSM, dan lainnya. Kami sempat punya 12 perahu. Semua itu didapat tanpa proposal,” bebernya.

Penghargaan pelopor lingkungan hidup. Januari 2023, Misman mendapat penghargaan tersebut dari Gubernur Kaltim, Isran Noor, atas upayanya membersihkan Sungai Karang Mumus. FOTO: ISTIMEWA

Misman pernah menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim. Pada 2016, lewat dorongan PWI Kaltim, ia mendirikan komunitas Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM). Waktu itu, Ketua PWI Kaltim Endro S Effendi dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Kaltim, Intoniswan, mendorong Misman mendirikan GMSS-SKM secara kelembagaan. Seluruh pengurusan dan biaya pendirian dijamin oleh PWI.

Misman menjelaskan, GMSS-SKM memilik tiga prinsip yakni komitmen, konsisten, dan pelayanan. Ia mengaku tak pernah berharap organisasi ini menjadi besar. Ia hanya ingin, GMSS-SKM menjadi gerakan yang menimbulkan budaya berbudi luhur terhadap alam. Baginya, sedikit langkah kecil saja sudah memberikan dampak positif bagi lingkungan. Ia berharap, upayanya diikuti banyak orang.

“Kalau ada banyak yang membantu, ‘kan, lebih banyak sampah yang bisa dipungut,” ujarnya.

Selain GMSS-SKM, Misman juga mendirikan Sekolah Sungai Karang Mumus (SeSuKaMu). Sekolah ini bertujuan memberikan edukasi kepada pelajar, mahasiswa, guru, hingga masyarakat umum. Misman juga konsisten mengajarkan riparian ekosistem dengan menanam tumbuhan endemik, akuatik, dan agroforestri di sekitar sungai. Ia telah membeli tanah seluas 975 meter persegi di kawasan Sungai Karang Mumus untuk ditanami pohon endemik.

Misman saat membersihkan Sungai Karang Mumus beberapa tahun silam. FOTO: ARSIP KALTIMKECE.ID

Misman berencana mengadakan workshop jurnalistik tentang lingkungan hidup. Menurutnya, jurnalisme memiliki kekuatan untuk menyebarkan wawasan-wawasan lingkungan. Hal ini juga sebagai caranya konsisten merawat lingkungan setelah mendapat banyak penghargaan.

“Supaya gagasan tentang lingkungan hidup bisa lebih terdengar,” ucapnya.

Misman menyadari, memungut sampah bukan solusi tepat mengatasi masalah lingkungan di Sungai Karang Mumus. Menurutnya, solusi mengatasi pencemaran sungai adalah mengubah pola pikir masyarakat. Masyarakat harus berhenti membuang sampah ke sungai dan memanfaatkan sampah secara bijak. Pembangunan yang memiliki sifat antropo-sentris juga harus dilakukan.

“Sebagai makhluk yang cerdas dan berakal, manusia mestinya mengikuti cara alam bekerja, bukan memaksa alam mengikuti aturan permainan manusia,” tutupnya. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar