Terkini

Di Balik Tergelincir Lidah Rp 1 Triliun untuk Satu Desa

person access_time 6 years ago
Di Balik Tergelincir Lidah Rp 1 Triliun untuk Satu Desa

Awang Ferdian Hidayat (kiri) dan Safaruddin dalam debat publik, 25 April 2018. (foto: Youtube)

Selip lidah Awang Ferdian Hidayat menjadi bagian paling menarik dalam debat publik.

Ditulis Oleh: Fel GM
Kamis, 26 April 2018

kaltimkece.id Sesi bertanya dalam Debat Publik Pilgub Kaltim 2018 telah tiba ketika dua calon wakil gubernur berhadap-hadapan. Awang Ferdian Hidayat dari pasangan calon nomor urut dua berdiri di muka panggung bersama Safaruddin, cawagub nomor urut empat. Keduanya jual-beli kata dalam suasana yang cair pada Rabu malam, 25 April 2018, di studio Metro TV. 

Semula, Safaruddin yang mendapat kesempatan bertanya menyinggung program kerja industri 4.0 seperti dimuat dalam visi dan misi Syaharie Jaang-Ferdian. Ferdian menanggapi pertanyaan tersebut lewat uraian berikut. 

"Dengan namanya hilirisasi, tentunya dengan berbagai macam program pembangunan yang, Insya Allah, apabila saya dan Pak Syaharie Jaang diberikan amanah, dengan program Rp 1 triliun satu desa, di dalamnya juga ada program pembangunan untuk setiap UMKM yang ada di desa." 

Sekilas tak ada kekeliruan dari pernyataan putra sulung Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tersebut. Namun, Safaruddin cukup jeli dengan frasa, "Rp 1 triliun satu desa."  

"Kalau Rp 1 triliun setiap desa, APBD hanya cukup buat delapan desa," sergah Safaruddin. Seisi studio, bahkan banyak penonton, langsung "Gerrr." Momen itu menjadi yang paling "pecah" dalam sesi debat dua jam yang cenderung datar-datar saja.

Tentu saja, yang Ferdian maksudkan adalah Rp 1 triliun untuk seluruh desa, bukan satu desa. Dalam penjabaran visi dan misinya bersama Jaang, tersemat program Rp 1 triliun dari APBD Kaltim untuk seluruh desa. Jika dibagi rata, satu desa akan menerima Rp 1,1 miliar. Terdapat empat kata "satu" di sana. Satu triliun rupiah, satu koma satu miliar rupiah, dan satu desa. 

Struktur kalimat yang mengandung banyak kata yang sama dapat menyebabkan slip of tongue, tergelincir lidah (Linguistic Disorders and Pathologies: An International Handbook, 1993).  Penyebutan triliun, dalam kasus Ferdian, bisa tertukar karena ada tiga istilah berbeda setelah kata "satu" yaitu triliun, miliar, dan desa. Ketika miliar tertukar dengan triliun, secara matematis, maknanya sangat berbeda.

Baca juga: Debat Kandidat di Masa Lalu, Bawa Foto SD Rusak hingga Jurus Diam

Slip of Tongue

Dalam klasifikasi slip of tongue atau speech error, kata-kata yang tertukar disebut exchange. Profesor bahasa dari Universitas California, Victoria Fromkin, adalah peneliti yang paling berpengaruh dalam tinjauan slip of tongue. Dalam bukunya berjudul Speech Errors as Linguistic Evidence (1973), Fromkin mengklasifikasi selip lidah menjadi tujuh jenis. 

Bentuk slip of tounge yang lain ialah anticipation, kesalahan menyebut kata karena pengaruh huruf akhir dari kata sebelumnya. Kemudian perseveration, kesalahan menyebut kata karena pengaruh huruf awal kata sebelumnya. Lalu blend atau penggabungan dua kata menjadi satu kata, substitution atau penggantian kata dengan kata lain yang sejenis, addition atau penambahan kata, serta deletion atau penghilangan kata. 

Menurut teori yang lain, selip lidah disebabkan karena kemiripan bunyi di antara beberapa kata. Dalam kasus salah sebut "ikan tongkol" oleh seorang anak kepada Presiden Jokowi, selip lidah disebut Spoonerism. Istilah itu diambil dari nama William Archibald Spooner, penjaga di Oxford yang albino, yang gemar memutarbalikkan kata-kata. Spoonerism berlaku ketika huruf konsonan dan vokal di satu kata dipertukarkan sehingga membentuk kata yang lain (Cognition in Action, 1994). 

Penyebab Selip Lidah

Ilmu tentang slip of tongue telah dipelajari sejak lama. Dimulai dari ilmuwan bahasa dari Arab, Al-Ki-sa-i, yang menulis buku berjudul Errors of the Populace pada abad kedelapan. Perspektif dari tinjauan psikologi, pertama kali diajukan Sigmund Freud pada pembuka abad ke-20. Menurutnya, selip lidah disebabkan pikiran yang tertekan sehingga menimbulkan pula keceplosan. 

Kesalahan lisan atau memori diyakini berhubungan dengan pikiran bawah sadar. Contoh umum adalah memanggil nama pasangan dengan nama mantan, mengatakan kata yang salah, atau bahkan salah mengartikan kata tertulis atau lisan (The Psychopathology of Everyday Life, 1901).  

Dalam perkembangannya, beberapa teori Freud tidak dipakai lagi. Penulis Language Learners and Theirs Errors (1983), John  Norissh, mengistilahkan selip lidah sebagai lapse. Selip lidah adalah bentuk penyimpangan yang diakibatkan kurang konsentrasi, daya ingat yang rendah, atau sebab-sebab lain yang dapat terjadi kapan saja dan kepada siapa pun. 

Dalam artikel berjudul Slip of Tongue yang diterbitkan Psychology Today, terselip sebab-sebab lain dari selip lidah. Jack Schafer, seorang agen khusus FBI yang ahli di bidang interogasi, menyebutkan penyebab sebuah tuturan tidak tepat. "Dimulai dari niat berbohong, mengonsumsi alkohol, faktor usia, dan kecapekan," ulasnya. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar