Terkini

Duduk Perkara PHK Massal di PT Buma, Langkah Efisiensi ketika Harga Batu Bara Tak Membaik

person access_time 4 years ago
Duduk Perkara PHK Massal di PT Buma, Langkah Efisiensi ketika Harga Batu Bara Tak Membaik

Rapat dengar pendapat di Gedung E DPRD Kaltim, Samarinda, Senin, 10 Februari 2020. (nalendro priambodo/kaltimkece.id)

Bisnis batu baru makin lesu. Efisiensi SDM pun jadi langkah praktis menstabilkan iklim.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Selasa, 11 Februari 2020

kaltimkece.id Perwakilan pekerja PT Bukit Makmur Mandiri Utama (Buma) Site Lati, Berau, untuk kedua kali maju ke hadapan Komisi II DPRD Kaltim. Mereka mengadukan kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disebut tidak sesuai regulasi.  

Rapat dengar pendapat tersebut diadakan di Gedung E DPRD Kaltim, Samarinda, Senin, 10 Februari 2020. Selain anggota Komisi IV, hadir pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Buma Lati serta manajemen perusahaan. 

PT Buma Lati adalah salah satu kontraktor PT Berau Coal, perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) terbesar di Kaltim. Konsesi PT Berau Coal 118 ribu hektare luasnya di Kabupaten Berau. 

Permasalahan bermula pada 9 September 2019. Sejumlah karyawan PT Buma Lati mengaku menerima surat dari perusahaan bernomor BUMA LATI/2019/IX/3666. Isi surat itu memberitahukan bahwa sejumlah pekerja dirumahkan. Empat bulan kemudian, pada 14 Januari 2020, keluar surat PHK. Jumlah yang di-PHK sebanyak 300 pekerja. 

"Tiga hari kemudian, pekerja yang menerima surat PHK dilarang bekerja," terang Sulhan, ketua SPSI PT Buma Lati yang mewakili karyawan. Menurut keterangannya, pekerja yang menolak di-PHK lantas didatangi manajemen agar menerima keputusan tersebut. "Kebanyakan menerima karena terpaksa. Mereka kepepet bayar cicilan kontrakan dan yang lain." 

Kepada karyawan, perusahaan berkata bahwa kebijakan PHK dilatarbelakangi efisiensi. Namun demikian, menurut serikat pekerja, hal itu melanggar regulasi. Pasal 164 Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah dasar argumen mereka. Pengusaha, sebut beleid ini, dapat mem-PHK pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan atau bukan karena perusahaan mengalami kerugian terus-menerus selama dua tahun. 

Dalil yang diajukan pihak buruh PT Buma Lati adalah kerugian perusahan harus lebih dahulu dibuktikan akuntan publik. Sulhan mengatakan, pasal yang mengatur masalah kerugian ini sudah diuji materi di Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Putusan MK bernomor 19/PUU-IX/2011 menyatakan, pasal ini bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa 'perusahaan tutup' tidak dimaknai 'perusahan tutup permanen atau tutup sementara waktu'. 

"Nyatanya, perusahaan (PT Buma Lati) masih beroperasi," kata Sulhan. 

Persoalan lain yang disorot SPSI adalah PHK mendera pekerja setingkat mandor dan mekanik. Posisi ini banyak diisi pekerja lokal kemudian digantikan pekerja dari luar. 

Jawaban Perusahaan

Giliran Manajer Umum PT Buma Lati, Nanang Rizal Ahyar, memberikan penjelasan. Sebagai kontraktor, katanya, PT Buma Lati terikat kontrak dengan PT Berau Coal hingga 2025. Saban tahun, PT Berau Coal menyampaikan target produksi kepada kontraktor. 

Perusahaan sebenarnya sudah mendeteksi penurunan harga emas hitam pada akhir 2018 hingga 2019. Target produksi yang diberikan kepada PT Buma Lati pun terjun. Jika pada 2019 sebesar 164 juta bank cubic meter (BCM), menjadi 146 juta BCM tahun ini. Penurunan volume produksi menyebabkan perusahaan kelebihan unit produksi dan pekerja. 

"Kalau target besar, kami memerlukan karyawan yang lebih banyak. Demikian sebaliknya," urai Nanang. 

Penurunan produksi batu bara PKP2B di Kaltim selaras dangan catatan Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kaltim. Emas hitam yang diproduksi dari perusahaan pemegang PKP2B di Kaltim cenderung melambat sepanjang tujuh tahun terakhir. Sebagai perbandingan, pada triwulan IV 2012, produksi sempat menyentuh 40-an juta metrik ton. Pada triwulan IV 2019, PKP2B di Kaltim hanya memproduksi 5 juta metrik ton. 

Mengenai harga batu bara, pada triwulan IV 2019 sebenarnya cukup stabil, meskipun di angka yang rendah. Menukil pengumuman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, harga batu bara acuan sepanjang Oktober-Desember 2019 hanya di USD 60-an per ton.  

Kembali ke Nanang, pengurangan karyawan PT Buma Lati disebut hanya bagian kecil dari langkah efisiensi.

Perusahaan yang sedang diterpa badai kelesuan ekonomi dunia ini mengambil pelbagai kebijakan. Mulai mengurangi perjalanan dinas hingga memangkas waktu kerja dari tiga menjadi dua shift. Tidak ada lagi seminar yang disponsori perusahan dan tidak perpanjangan pekerja kontrak. Di samping itu, karyawan di atas 50 tahun ditawari pensiun dini. 

"Upaya seperti ini tidak hanya di site Berau, berlaku di daerah lain seperti Jakarta dan Paser. Khusus di Berau, perampingan memangkas pekerja dari 4.200 orang menjadi 3.700 orang," ucap Nanang lantas melanjutkan, "Ini upaya kami supaya survive." 

Kebijakan PHK juga disebut telah dikomunikasikan dengan empat serikat pekerja. Selain efisiensi, parameter perusahaan memilih pekerja yang dirumahkan adalah rangking kedisiplinan melalui absensi dan kinerja. Perusahaan mengklaim mempekerjakan 45 persen tenaga kerja lokal. 

Dasar lain PHK adalah perjanjian kerja bersama yang disepakati perusahaan dan buruh PT Buma Lati. Pada pasal 18 hak dan kewajiban, perusahaan berhak memutuskan hubungan kerja sesuai perundang-undangan. 

Dari 300 karyawan yang di-PHK, jelas Nanang, 275 orang sudah menandatangani kesepakatan. Kewajiban setelah PHK turut dibayarkan. Sementara 25 pekerja bersikukuh menolak PHK dan berencana menempuh jalur hukum lewat pengadilan hubungan industrial. Perusahaan berjanji mematuhi putusan hukum setelah berkekuatan tetap. 

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yakub, menganjurkan PT Buma Lati memperkerjakan 25 karyawan yang di-PHK. Namun demikian, harus berdasarkan seleksi dan penilaian. Andaikata tak ada kesepakatan, harus dimediasi kembali.  

Menanggapi hal itu, manajemen perusahaan mengatakan, jika harga batu bara kembali naik, peluang perekruitan sangat terbuka. "Mereka (karyawan) tahu risiko kerja di tambang. Kalau (harga) bagus, perusahan cari karyawan. Kalau harga turun, ya PHK," jawab Nanang. (*)

 

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar