Terkini

Kisah Hidup Ibu yang Berusaha Mencekik Bayi Sembilan Hari, Mengarah Depresi yang Berbahaya

person access_time 4 years ago
Kisah Hidup Ibu yang Berusaha Mencekik Bayi Sembilan Hari, Mengarah Depresi yang Berbahaya

EF bersama bayinya di kediaman mereka (foto: istimewa)

Seorang ibu berusia 24 tahun diduga berusaha mencekik bayinya yang baru sembilan hari. Mengarah depresi berat yang amat berbahaya.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Rabu, 10 Juni 2020

kaltimkece.id Rumah mungil itu terselip di antara jejeran hunian yang lebih besar di sebuah kompleks di Jalan Pelita IV, Sambutan, Samarinda. Ukurannya sungguh kecil untuk sebuah rumah karena hanya 3 meter x 3 meter. Kediaman milik seorang ibu berusia 24 tahun ini lebih tepat disebut kamar belaka. 

Di dalam “kamar” itulah, EF, inisial ibu tersebut, tinggal bersama bayi yang baru sembilan hari ia lahirkan. Rumah ini berdinding beton yang sudah retak. Seluruh dinding maupun pintunya bercat biru sementara lantai kamar terbuat dari ubin putih. Di sudut ruangan sempit itu, sebuah lemari kayu teronggok menyedihkan. Tripleks yang melapisi lemari itu sudah tercabik-cabik karena dimakan usia. Sementara gantungan pakaian tergeletak di sana-sini.

EF makan, tidur, dan merawat bayinya di kamar tersebut. Video yang ia rekam pun di ruangan ini. Pada Rabu siang, 10 Juni 2020, EF menempelkan hasil rekamannya ke WhatsApp Story. Ada dua rekaman yang menunjukkan ia sedang berupaya menganiaya bayinya. 

Pada video pertama yang berdurasi 11 detik, EF yang mengenakan cincin perak meremas-remas seluruh tubuh bayi. Kemudian ia memukul-mukulnya. Suara isakan terdengar. Bayi tersebut ikut menangis. Di video kedua, bayi yang masih merah itu tengah tertidur ketika tangan seorang dewasa tiba-tiba berusaha mencekik. Bayi itu terbangun lantas menangis. 

Kepolisian segera menelusuri pembuat video tersebut. Lewat pencarian berliku, EF ditemukan dan dibawa ke kantor polisi. Di muka petugas, sebagaimana disampaikan Kepala Unit Reskrim Kepolisian Sektor Kota Samarinda Kota, Inspektur Satu Abdillah Dalimunthe, EF menceritakan perjalanan hidupnya. 

Kisah Hidup

EF adalah perempuan yang lahir di Samarinda, tepatnya pada 1996. Tubuhnya langsing dengan kulit sawo matang. Kaki dan lengannya nampak kurus. EF menikah ketika berumur 20 tahun. Ia tinggal di salah satu rumah milik orangtuanya di Sambutan. Ayah dan ibunya tidak tinggal bersamanya karena menempati rumah yang lain. Dari pernikahan ini, lahir seorang anak perempuan yang kini berusia empat tahun. 

Biduk rumah tangga EF rupanya tak kuasa mengarungi kehidupan. Pernikahannya kandas sehingga ia berstatus janda. Sepanjang hidup menyendiri, EF yang sama sekali tidak bekerja dan tak memiliki penghasilan menitipkan putrinya kepada orangtua. EF kemudian menjalin asmara dengan seorang lelaki setahun belakangan. Mereka belum menikah ketika EF mulai hamil. Bukan salah bunda mengandung, pada Selasa, 2 Juni 2020, bayi laki-laki dengan berat kurang dari 3 kilogram pun lahir.

Di tengah situasi yang sulit, EF mengaku mengetahui kekasihnya ternyata menyukai perempuan yang lain. EF pun cemburu buta, sebuta ketika ia jatuh cinta kepada laki-laki yang menghamilinya dulu. Sembari terisak-isak, ia mencoba menganiaya bayinya dan merekamnya. EF mengunggah rekaman tersebut di status WhatsApp demi menunjukkan kekesalan kepada kekasihnya. 

Bayi tersebut, syukurnya, tidak menderita sesuatu yang serius. Berdasarkan pemeriksaan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda, tanda-tanda penganiayaan tidak ditemukan. 

“Kondisi bayi tersebut sehat namun harus dirawat inap karena kondisi gizinya kurang baik," terang Iptu Abdillah Dalimunthe, Kanit Reskrim Polsekta Samarinda Kota, kepada kaltimkece.id.

Adapun EF, dibawa ke markas polsekta. Kepolisian juga berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Samarinda untuk pendampingan. Kondisi kejiwaan EF juga dipantau sebelum kepolisian memutuskan tindakan selanjutnya. 

"Dari keterangan para tetangga, kondisi ibu bayi tersebut memang sedang labil,” imbuh Iptu Dalimunthe.

Gangguan Emosi setelah Melahirkan

Psikolog kenamaan dari Samarinda, Ayunda Ramadhani, mengatakan bahwa berdasarkan kajian ilmiah, EF kemungkinan mengalami sindrom baby blues. Ayunda akan menemui EF pada Kamis besok untuk memastikannya. 

Gejala baby blues pada seorang ibu, terang Ayunda, meliputi kelelahan, kesulitan tidur, mudah marah, hingga sulit berkonsentrasi. Kondisi ini biasanya berlangsung dua pekan setelah melahirkan. 

“Jika tidak ditangani, sindrom ini dapat mengarah kepada depresi pasca-persalinan yang lebih berat,” terangnya kepada kaltimkece.id.

Perilaku EF yang berupaya menyiksa bayinya memang mirip dengan gejala postpartum depression atau gangguan emosional pasca-persalinan. Depresi yang dimaksud adalah suatu kondisi ketika seorang ibu yang baru melahirkan mengalami perubahan mood yang parah. Kondisi ini bisa berlangsung beberapa bulan atau bahkan setahun. 

Asosiasi Psikiater Amerika pada 1994 menyebutkan gejala depresi ini. Beberapa di antaranya adalah ibu yang kurang tertarik kepada bayi, pikiran untuk membunuh dan menganiaya anak, halusinasi, atau perilaku aneh yang lain. Dalam sebuah penelitian di tiga rumah sakit di Surabaya pada 2003, gangguan depresi seperti ini muncul sebanyak 22 persen dari 400 sampel.  

Peristiwa paling ekstrem menimpa Felicia Boots, seorang desainer perhiasan di London berusia 35 tahun. Ia mencekik anak laki-lakinya yang berusia 10 minggu dan anak perempuannya yang berusia 14 bulan. Setelah itu, Felicia mencoba bunuh diri meskipun tidak berhasil. Felicia didiagnosis menderita postpartum depression karena berkhayal kedua anaknya diambil pelayanan sosial (Depresi Usai Melahirkan, Ibu Muda Cekik Dua Balitanya, tayangan Liputan 6 SCTV, 2012).

Depresi pasca-melahirkan dapat disebabkan faktor biologis, psikologis, sosial, maupun budaya. Para ahli meyakini, faktor penyebab paling utama adalah kurangnya dukungan sosial. Sumber dukungan sosial tersebut berasal dari orang terdekat, terutama suami, yang diberikan pada masa kehamilan, persalinan, hingga setelah melahirkan (Prenatal Social Support, Postnatal Social Support, and Postpartum Depression, 2009). 

Demikianlah memang sebenarnya, bahwa dukungan suami akan menghindarkan seorang ibu yang baru melahirkan dari rasa tidak berharga dan tidak bahagia. Sayangnya, dalam kasus EF, dukungan seperti itu tidak pernah ia dapatkan. (*)

Editor: Fel GM

Senarai Kepustakaan
  • American Psychiatric Association, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (4th ed). (Text Revision). Washington, DC : American Psychiatric Assosiation (APA)
  • Hua Xie, Ri., He, G., Koszycki, D., Walker, M., & Wen, S.W, 2009. Prenatal Social Support, Postnatal Social Support, and Postpartum Depression. Ann Epidemiol, 19:637-643)
  • Marmer, Lucky Windaningtyas, 2016. Persepsi terhadap Dukungan Suami pada Primipara yang Mengalami Depresi Pasca Melahirkan (Postpartum Depression), Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga: Surabaya.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar