Terkini

Malapetaka ketika Rem Truk Tak Bekerja

person access_time 6 years ago
Malapetaka ketika Rem Truk Tak Bekerja

Suwaji, pengemudi truk nahas yang hampir dihakimi massa. (ilustrasi: Danoo)

Pedal tiba-tiba tak berfungsi
Kecelakaan sukar dihindari

Ditulis Oleh: Fel GM
Rabu, 06 Juni 2018

kaltimkece.id Tanjakan terjal di Jalan Otto Iskandardinata, Sungai Dama, Samarinda, telah menjadi lautan manusia. Ratusan pasang mata menyaksikan sisa-sisa sapuan truk besar yang menghantam enam kendaraan. Mobil-mobil ringsek dan empat orang harus menderita luka-luka. 

Kecelakaan pada Selasa, tepat tengah hari, 5 Juni 2018, bermula dari sebuah truk bernomor polisi KT 8780 BL. Suwaji, 49 tahun, adalah pengemudi truk yang meluncur dengan liar itu. Memikul kontainer bercat biru, kendaraan besar tersebut turun dari Gunung Manggah. Truk menghajar empat mobil dan dua sepeda motor karena kondisi rem diduga gagal bekerja.

Hanya beberapa detik setelah truk benar-benar berhenti, warga berduyun-duyun mendekat. Sempat beredar kabar ada korban yang meninggal dunia sehingga memicu kemurkaan warga. Dari ruang kemudi yang sempit, Suwaji hanya bisa pasrah menghadapi teriakan penuh amarah yang ditujukan kepadanya. 

Pengemudi berkulit gelap itu tak banyak berkata-kata ketika beberapa orang mulai menarik dan merobek pakaiannya. Wajahnya sudah pucat pasi. Jika saja polisi tidak cepat tiba di lokasi dan menenangkan situasi, Suwaji bisa diamuk massa. 

Bukan yang Pertama

Peristiwa di Sungai Dama mengembalikan ingatan kepada sejumlah kejadian serupa di Kaltim. Sewindu lalu, 1 April 2010, kecelakaan nahas di persimpangan Muara Rapak, Balikpapan, benar-benar mengejutkan. Sebuah truk bermuatan semen meluncur tak terkendali. Empat mobil dan empat sepeda motor dilanggar, satu di antaranya terbakar. Tiga orang tewas dan delapan luka berat.

Masih di tempat yang sama, tabrakan beruntun di Muara Rapak melibatkan 10 mobil dan satu sepeda motor pada 8 Mei 2016. Penyebabnya serupa. Truk meluncur dari atas tanjakan dengan rem yang blong.

Baca juga: Yang Terjadi di Tiga Detik Mematikan saat Atraksi Maut

Hari kelam juga terjadi pada 24 Oktober 2013 di Samarinda. Sebuah tronton tanpa muatan melesat tanpa kendali di Jalan MT Haryono. Truk menyapu jejeran kendaraan yang tengah menanti lampu hijau di muka kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kaltim. Dua pengendara sepeda motor tewas di tempat, delapan orang luka parah.

“Rem saya blong,” tutur Surianto, 49 tahun, pengemudi truk menjawab pertanyaan petugas. 

Insiden lalu lintas kerap melibatkan kendaraan angkut beroda jamak. Menurut catatan Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, truk menempati posisi ketiga dari seluruh gandaran yang menderita kecelakaan. Setahun terakhir, sejak Mei 2017 hingga Mei 2018, sebanyak 7.950 truk terlibat insiden di seluruh Indonesia. 

Jenis kendaraan yang paling banyak dirundung kecelakaan adalah sepeda motor yakni 64.163 unit. Kendaraan roda empat di tempat berikutnya yakni 13.279 unit. Dengan demikian, 10 persen dari seluruh kecelakaan di Indonesia melibatkan truk. 

Masih menurut Korlantas Polri, selama tiga bulan terakhir terjadi 287 kecelakaan di Kaltim. Jumlah korban jiwa menembus 99 orang dengan total kerugian Rp 1,89 miliar. Secara rerata, kecelakaan lalu lintas merenggut satu nyawa setiap hari di Kaltim. 

Rem Udara, Teknologi 1,5 Abad

Dalam banyak peristiwa, seperti halnya di Kaltim, rem blong kerap dituduh sebagai penyebab kecelakaan. Memang, pada dasarnya, sistem pengereman kendaraan besar berbeda dengan kendaraan roda empat atau mobil. Truk dan bus menggunakan sistem pengereman udara atau air brake system. Sementara kendaraan ringan, memakai sistem hidraulis.

Perbedaan kedua sistem pengereman terletak pada zat yang dipakai sebagai media pendorong kampas. Rem mobil biasanya memakai tekanan zat cair untuk mengurangi atau menghentikan laju kendaraan. Dalam sistem pengereman truk, tenaga pendorong kampas adalah udara sehingga sering disebut rem angin --sebenarnya yang dimaksud dengan 'angin' adalah udara yang dikompresi. 

Truk dan bus tidak bisa memakai rem hidraulis sebagaimana kendaraan yang lebih kecil. Bobot truk sangat berat sehingga kinerja pengereman begitu besar dan menimbulkan suhu tinggi. Jika memakai sistem hidraulis, suhu tinggi dapat membuat cairan pendorong kampas mendidih. Kendaraan besar akhirnya memakai sistem pengereman udara yang sebenarnya diadopsi dari kereta api. 

Teknologi rem udara ditemukan 152 tahun lalu oleh seorang insinyur Amerika bernama George Westinghouse. Veteran perang itu memikirkan sistem rem ketika sedang menumpang kereta api (Inventing the 19th Century, 100 Invention that Shaped The Victorian Age, 2001)

Pada 1866, Westinghouse menyaksikan keretanya begitu sulit memperlambat laju dan hampir menabrak sebuah kereta yang sedang rusak di rel yang sama. Saat itu, sistem pengereman memang masih primitif. Selain lokomotif, seluruh gerbong dilengkapi rem tangan. Jika masinis memberi komando, para petugas rem di setiap gerbong harus serentak menarik rem. Jika tidak kompak, gerbong depan bisa ditabrak dari belakang. 

Inspirasi Westinghouse datang ketika membaca riwayat terowongan Mont Cenis di Swiss. Lorong bawah tanah itu dibangun menggunakan mesin bor yang memanfaatkan tenaga dari udara yang dimampatkan. Kompresi udara mengilhami Westinghouse membuat sistem pengereman udara bagi kereta api. Dia memperoleh hak paten dari karya tersebut ketika baru berusia 22 tahun. 

Perkembangan Rem Udara

Setelah lebih setengah abad, sistem pengereman udara dipakai di kendaraan besar. Knorr-Bremse, perusahaan Jerman yang memproduksi rem kereta api, mengembangkan teknologi tersebut pada 1922. 

Perusahaan menciptakan sistem pengereman pneumatik untuk kendaraan komersial. Pengembangan Knorr-Bremse adalah rem udara yang membuat empat roda truk beserta gandengannya direm bersamaan ketika pedal diinjak. Pada 1949 atau segera setelah Perang Dunia II, sistem pengereman udara menjadi standar untuk semua kendaraan besar. Di Eropa dan Amerika Serikat, truk, trailer, traktor, bus, hingga truk pemadam kebakaran, memakai rem udara.

Tata kerja pengereman kendaraan besar dimulai dari udara mampat yang disimpan di kompresor. Tabung kompresor biasanya terletak di samping bawah truk atau di belakang kabin pengemudi. Ketika pengendara menginjak pedal rem, sebenarnya, yang terjadi adalah katup udara dibuka. Dari kompresor, udara bertekanan tinggi kemudian dikirimkan untuk menekan kampas agar menempel di tromol. Kendaraan pun melambat. 

Sistem pengereman udara memang prima bagi kendaraan berbobot besar. Namun, rem udara memiliki risiko yang tinggi. Kebocoran di bagian selang maupun instrumen pengereman yang lain sangat berbahaya. Tingkat keamanan komponennya lebih rendah dibandingkan sistem rem yang lain. Rem udara memiliki banyak komponen kritis sehingga rentan rusak atau malafungsi (Analisa Vapor Lock pada Sistem Rem Tipe Hidrolik, Pneumatik, dan Pengaruhnya terhadap Daya Pengereman Bus, 2015).  

Itu sebabnya, truk dan bus harus melewati perawatan dan pemeriksaan yang saksama. Sedikit saja udara di dalam sistem tekor karena kebocoran, rem bisa blong. Yang terjadi kemudian, tentu saja, adalah malapetaka. (*)

Senarai Kepustakaan
  • Ahmad, Afif, 2015. Analisa Vapor Lock pada Sistem Rem Tipe Hidrolik, Pneumatik, dan Pengaruhnya terhadap Daya Pengereman Bus. Jakarta: Universitas Mercu Buana.
  • Dulken, Stephen van, 2001. Inventing the 19th Century, 100 Invention that Shaped The Victorian Age, New York: New York University Press.
  • Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, website, diakses Juni 2018.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar