Terkini

Muara Pelanggaran HAM dari Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

person access_time 5 years ago
Muara Pelanggaran HAM dari Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Diskusi antara Komnas HAM dan sejumlah NGO di Kaltim, 1 Agustus 2019. (fachrizal muliawan/kaltimkece.id)

Infrastruktur menjadi kebutuhan pokok bagi publik. Tapi dalam prosesnya kerap publik sendiri yang dirugikan.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Kamis, 01 Agustus 2019

kaltimkece.id Tak cuma meninjau dan memberi rekomendasi mengenai penyelesaian permasalahan lubang tambang Kaltim. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut memperkuat jaringan dengan akademisi. Terutama pengajar mata kuliah HAM. Demikian juga mendalami dugaan pelanggaran HAM akibat pembangunan infrastruktur di daerah.

Baca juga:
 

Dari rangkaian agenda di Kaltim, Komnas HAM menemui beberapa non goverment organization atau NGO pada Kamis, 1 Agustus 2019. Lima NGO hadir. Kelimanya adalah Pokja 30, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Perkumpulan Nurani Perempuan, Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Kaltim, dan Walhi Kaltim.

Dampak Lain Proyek Infrastruktur

Berdasar dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, salah satu masalah dan tantangan pokok dihadapi negara adalah terbatasnya infrastruktur. Sejumlah agenda besar pembangunan di Indonesia di antaranya pembangunan jaringan irigasi dari 8,9 juta hektare menjadi 9,89 juta hektare. Demikian juga pembangunan 28 waduk baru, 6.362 jaringan pipa gas, 24 pelabuhan baru, dan tiga unit pelabuhan ikan. Sedangkan sektor energi diperlukan tambahan 86,6 gigawatt.

Dari infrastruktur jalan, diperlukan pengembangan jalan nasional sepanjang 7 ribu kilometer. Belum lagi jalan tol sepanjang 200 kilometer. Dari situ, sektor transportasi diharapkan mendapat penambahan jalur kereta api sepanjang 3 ribu kilometer dan 15 bandara baru.

Muhammad Felani, peneliti dari Komnas HAM, menyebut pembangunan infrastruktur secara masif bagi sebagian orang adalah keberhasilan. Peningkatan ekonomi kerap menjadi tolok ukur. Namun, ada dampak lain yang mestinya tak dipandang sebelah mata. "Kami enggak menyalahkan pemerintah. Infrastruktur juga diperlukan masyarakat," ujarnya.

Tapi dampak yang selama ini kurang mendapat sorotan adalah partisipasi masyarakat. Atau tak lain persoalan HAM terkait pembangunan infrastruktur. "Makanya kami perlu juga mendapat masukan dari NGO," ujarnya.

Di Kaltim, kata Felani, mayoritas pelanggaran HAM masih berkelindan dengan sumber daya alam (SDA). "Ini berdasar diskusi yang kami lakukan bersama NGO," ujarnya.

Dari temuan di daerah, Komnas HAM mengeluarkan produk berupa rekomendasi. Namun, rekomendasi terkadang hanya di atas kertas. Sering ditemukan tak berjalan. Pada era komisioner saat ini, Komnas HAM akan membeber tingkat kepatuhan atas rekomendasi yang dikeluarkan. Dengan demikian, bisa diketahui bersama lembaga mana tak patuh dengan rekomendasi Komnas HAM.

Kaltim Daerah Perasan

Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo, menuturkan bahwa Kaltim bagi negara masih menjadi lumbung SDA. Pengerukan SDA secara masif masih terjadi dengan dalih meningkatkan pendapatan. Namun banyak pembangunan dikemukakan tak melibatkan publik. Akibatnya, kebijakan memberi peluang terhadap pengerukan SDA besar-besaran. Ujung-ujungnya malah berpeluang menyebabkan pelanggaran HAM. "Apalagi presiden menginstruksikan untuk memberikan peluang investasi sebesar-besarnya," tambah Buyung.

Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) juga dikhawatirkan membuat masyarakat terusir. Pemerintah pusat disebut tutup mata terhadap kepentingan daerah. "Itu dilihat dari regulasi yang dikeluarkan selama ini," terangnya.

Investasi memang penting. Namun, selain aspek ekonomi, aspek krusial lain tak boleh digugurkan. Keuntungan dicari, tapi jangan abai dengan dampaknya. Jangan sampai malah lebih senang rehabilitasi dibanding menjaga. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar