Terkini

Ongkos Pilwali Samarinda Kurang Rp 16 Miliar, Pemkot Minta Rasionalisasi

person access_time 5 years ago
Ongkos Pilwali Samarinda Kurang Rp 16 Miliar, Pemkot Minta Rasionalisasi

Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat. (Arditya Abdul Azis/kaltimkece.id)

Hajatan pesta demokrasi memang mahal. Rp 44 miliar pun jauh dari cukup.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Selasa, 03 September 2019

kaltimkece.id Tahapan pemilihan wali kota Samarinda berlangsung September 2020. Namun, alokasi dari Pemkot dipastikan melorot. Kebutuhan yang diusulkan KPU tak dipenuhi. Rasionalisasi jadi alasan.

Tahapan awal Pilwali Samarinda bergulir Oktober 2019. Pemkot dan KPU harus bergerak cepat. Otak-atik besaran kocek daerah yang digelontorkan dipastikan tak sebesar usulan KPU. Dari usulan Rp 74 miliar, yang diberi berkisar Rp 44 miliar.

Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat meminta Pemkot menaikkan anggaran. Maka muncul lagi angka Rp 55 miliar. Tapi KPU kembali diminta Pemkot merasionalisasi lagi jumlah tahapan pilkada. Padahal dari hitungan awal, angka ideal yang dibutuhkan adalah Rp 79 miliar.

Firman Hidayat meyakini Rp 44 miliar tak memungkinkan. Rp 20 miliar sudah diplot untuk honorarium penyelenggara ad hoc yang terlibat dalam pesta demokrasi itu. Perbedaan signifikan antara pemilu serentak lalu dan pilkada, berada di kapasitas pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Jika pemilu serentak setiap TPS dipatok 100-150 pemilih, pilkada berkisar 300-800.

“Awalnya kami pasang di angka minimum karena perlu rasionalisasi. Kami perkirakan satu TPS berisi 500 pemilih. Memang bakal berat kerja panitia ad hoc,” kata Firman.

KPU ngotot kebutuhan di atas Rp 44 miliar. Pemkot mulai melunak. KPU pun memunculkan lagi anggaran Rp 61 miliar. Rapat lanjutan kembali mengemuka dengan Pemkot Samarinda.

Menurut Firman, Rp 61 miliar adalah angka paling minimal. Tapi bila rasionalisasi tak terhindarkan, angka Rp 57 hingga Rp 58 miliar paling realistis. Jika masih diminta kurang, tahapan pilkada diyakini sulit berlangsung.

Rp 61 miliar pun diklaim begitu pas-pasan. Semula KPU malah menargetkan lebih Rp 70 miliar. Ini bila mengacu Pilwali Samarinda 2015 yang hanya Rp 49,7 miliar. Saat itu pilwali berjalan sangat berat. Banyak tahapan terpangkas. Dari seperti sosialisasi, logistik, hingga honor add hock seperti PPK dan PPS.

Alokasi Rp 61 miliar pun berimbas berkurangnya jumlah TPS. Dari 2.549 jadi 1.850. Efeknya kerja PPS  semakin bertambah. Sesuai Undang-Undang 10/2016, pilkada dapat berlangsung maksimal 800 TPS.

September 2019 sudah masuk tahapan Pilwali. Yakni perumusan anggaran dan perencanaan bagian tahapan Pilwali 2020.

"Selanjutnya tahapan pendaftaran calon perseorangan. Pada bulan November kami sudah harus mengumumkan syarat minimal dukungan dan selanjutnya terus berjalan. Hingga Januari ada perekrutan PPK dan PPS. Selain itu ada verifikasi buat calon perseorangan menyangkut jumlah dukungan," pungkasnya.

Banyak Pertimbangan

Menurut Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Chairuddin, menyebut permintaan KPU masih kurang Rp 16 miliar untuk dipenuhi Pemkot. Yang paling realistis, lanjut Sugeng, mendapat rasionalisasi lagi sebesar Rp 55 miliar.

Pemkot juga mempertimbangkan usulan KPU pada Pilwali Samarinda 2015. Rp 55 miliar yang ditawarkan pun turut mempertimbangkan jumlah TPS dan besaran honor standar PPS. Tapi itu juga belum disepakati. "Karena ini program strategis nasional, bila yang diberikan juga tidak cukup, berarti harus ada kegiatan yang dirasionalisasikan," jelasnya.

Disebutkan Sugeng, penyusutan angka ditetapkan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ditinjau dari dana sosialisasi yang bisa ditangani organisasi perangkat daerah (OPD) teknis. Sosialisasi ke pemilih pemula misalnya, bisa digeser ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Samarinda atau instansi lainnya.

Pemkot juga belajar dari pendanaan di Balikpapan. Pemkot Balikpapan mengalokasikan sekitar Rp 57 miliar untuk pilkada serentak 2020. Tahapan pemilu berjalan di dua anggaran. Yakni 2019-2020. Rp 1,3 miliar untuk tahapan pemilu sepanjang Oktober-Desember 2019.

Angka itu sudah terkunci di APBD Perubahan 2019. Pola tersebut juga sudah dimuat. Tapi Pemkot, masih menimbang Permendagri 54/2019 tentang Pendanaan Pilkada yang Bersumber dari APBD dan Belanja Hibah.

Dari beleid yang terbit pada 5 Agustus 2019 itu, pendanaan pilkada dibagi tiga tahap. Skema pencairan 40 persen di awal. Lalu, 50 persen pada pertengahan tahapan dan 10 persen di akhir. “Permendagri ini juga masih dibahas karena sudah ada alokasi Rp 1,3 miliar itu,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar