Terkini

Persoalan Pariwisata Kaltim, Kunjungan Meroket tapi Rentan Eksploitasi

person access_time 4 years ago
Persoalan Pariwisata Kaltim, Kunjungan Meroket tapi Rentan Eksploitasi

Dari kiri, Hetifah Sjaifudian dan Angela Tanoesoedibjo dalam Millennials Gathering di Hotel Grand Jatra Balikpapan. (mustika indah khairina/kaltimkece.id)

Status IKN membuat Kaltim berperan penting menentukan masa depan Indonesia. Namun, sudah siapkah dibarengi kesiapan para SDM di dalamnya?

Ditulis Oleh: Mustika Indah Khairina
Kamis, 27 Februari 2020

kaltimkece.id Kaltim dikenal dengan industri ekstraktif sebagai penopang utama perputaran perekonomiannya. Padahal, ada sektor lain yang lebih menyehatkan bisa dimaksimalkan perannya. Potensi itu makin besar seiring ditetapkannya sebagian tanah Bumi Etam sebagai lokasi ibu kota negara atau IKN yang baru.

Potensi itu menjadi bahan diskusi menarik dalam acara Millennials Gathering yang diadakan di Hotel Grand Jatra Balikpapan. Dihelat Senin, 24 Februari 2020. Diikuti ratusan muda-mudi dari berbagai penjuru Kaltim. Selain Balikpapan, banyak dari PPU, Kukar, dan Samarinda. Tema diskusi digelar dalam rangka kegiatan gerakan sadar wisata.

Acara dibuka Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Mantan jurnalis yang memimpin Balikpapan selama 14 tahun terakhir ini, menyampaikan hasratnya menggunakan IKN sebagai momen kesadaran. Terutama dalam ketidaksiapan sumber daya manusia dan pariwisata di Kaltim.

Dia menyayangkan destinasi pariwisata Kaltim tak satupun masuk prioritas nasional. Termasuk Pulau Derawan. Menurutnya, selama ini sektor pariwisata Kaltim belum dikelola dengan baik. Masih luput dari perhatian pemerintah pusat. Padahal, pariwisata merupakan sektor yang tahan banting dan tidak kenal resesi.

Rizal Effendi pun mengingatkan pentingnya masyarakat lokal yang kompeten. Sehingga pengelola dan pegiat pariwisata tidak hanya datang dari Jakarta. Generasi millennial yang akrab teknologi dan ekonomi kreatif, diharapkan bisa mengembangkan sektor pariwisata yang kuat. Namun, juga perlu ditekankan isu-isu lingkungan yang wajib dikedepankan.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo yang juga hadir dalam acara tersebut, memaparkan rencana pemerintah pusat untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pemain-pemain lokal. Sektor pariwisata akan ditingkatkan. Lewat kerja sama dengan politeknik dan program studi setempat. Selain itu, online training akan digenjot agar proses pembelajaran bisa dipercepat.

Menjawab tantangan pemain asing yang semakin menyulitkan pengusaha setempat, pemerintah pusat berupaya meningkatkan SDM. Dengan keterampilan teknis, lunak, dan wirausaha. Selain itu, demand and supply matching akan mempertemukan pasar dengan pekerja yang sesuai. Tentunya, pemerintah juga yang memfasilitasi investasi. Mendukung start-up yang sudah ada, dan menghadirkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.

Bagi Wamen Angela, peran dan dukungan anak muda sangatlah penting. Sehingga rencana ini bisa berjalan baik. Apalagi sektor pariwisata didominasi mereka yang lebih melek teknologi. Merujuk riset Kementerian Pariwisata, 51 persen wisatawan Indonesia berasal dari kaum millennial. Dan 70 persen melakukan pencarian maupun berbagi pengalaman melalui platform digital.

Dampaknya akan sungguh besar jika millennial Indonesia yang jumlahnya 60 juta saat ini, bertekad memajukan pariwisata Indonesia di mata dunia. Terutama lewat media sosial.

Hetifah Sjaifudian, wakil ketua Komisi X DPR RI dari Kaltim yang membidangi pendidikan, olahraga, serta pariwisata dan ekonomi kreatif, mengamini paparan Angela dan Rizal Effendi. Baginya, Jakarta adalah masa lalu. Kaltim is the Future of Indonesia. Masyarakat setempat pun tidak boleh tertinggal.

Millennial diingatkan untuk meningkatkan kompetensi yang sesuai status Ibu kota. Caranya dengan menggali ide sebanyak-banyaknya. Aktif berperan dalam komunitas, meningkatkan kapasitas diri, dan memasarkan objek wisata yang ada dengan cara inovatif.

Pertanyakan Kesiapan Daerah

Pada sesi diskusi, peserta mempertanyakan upaya pemerintah yang selama ini belum maksimal melibatkan muda-mudi Kaltim. Terutama dalam perencanaan hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya. Ada yang berpendapat bahwa selama ini, elemen masyarakat secara umum, terutama masyarakat hukum adat, belum diberikan ruang merumuskan IKN yang ideal.

Febri Adi Prasetio, Presiden Mahasiswa Universitas Balikpapan yang berasal dari Penajam Paser Utara, mengaku selama ini tidak mengetahui indikator pemerintah yang bermanfaat untuk pemuda. Ia mengharapkan solusi dan kanalisasi atau wujud konkret dari gerakan sadar wisata ini.

Peserta lain menyinggung minimnya fasilitas yang sudah ada untuk menggerakkan sektor pariwisata. Contohnya, tempat memadai yang memiliki daya tampung besar di Balikpapan hanyalah Balikpapan Sports and Convention Centre. Lantas bagaimana di kota-kota lain? Selain meningkatkan kualitas SDM, isu infrastruktur juga wajib diperhatikan.

Kondisi Pariwisata Kaltim

Di satu sisi, potensi wisata di Kaltim memang besar dan penuh potensi. Objek wisata terus bertambah. Pada 2012, ada setidaknya 551 objek wisata. Dan meningkat dari 496 di tahun sebelumnya. Sebagian besarnya terdiri dari objek wisata alam (220), art gallery (116), objek wisata buatan (85), peninggalan sejarah dan purbakala (64),) dan event budaya (32) (BPS, 2012).

Jumlah wisatawan di Kaltim juga bertambah tiap tahun. Pada 2007, turis mancanegara dan domestik masing-masing masih di bawah 20 ribu dan satu juta. Peningkatan dua kali lipat terjadi pada 2014. Terdapat 46 ribu turis mancanegara dan 1,5 juta dalam negeri. Pada 2015, angka wisatawan nusantara meroket hingga menembus lebih 4 juta (BPS, 2016).

Di sisi lain, upaya penggalakan pariwisata Kaltim masih belum merata. Ini terlihat dari sebaran turis yang ke tiap-tiap daerah. Ssumbangan pariwisata Kaltim sebagian besar berasal dari Balikpapan (40 persen). Sebagai kota industri dan jasa dengan letak strategis, Balikpapan menjaring 2,7 juta wisatawan pada 2017 (Disporapar Balikpapan, 2018).

Dari angka itu, sebagian besar mendatangi objek wisata dan lainnya urusan bisnis. Pada tahun yang sama, jumlah tamu di Kukar berjumlah 1,7 juta (Dispar Kukar, 2018), Samarinda setidaknya 735 ribu (BPS, 2019), Berau 207 ribu (Pemerintah Kabupaten Berau, 2018), dan Mahakam Ulu hanya 37 orang (Bappeda Mahakam Ulu, 2018).

Selain itu, sektor pariwisata Kaltim telah lama menuai kecaman. Upaya pembinaan rentan eksploitasi. Baik terhadap lingkungan maupun masyarakat adatnya. Contohnya Desa Budaya Pampang sebagai desa budaya pertama di Kaltim sempat dikritik Antropolog Anne Schiller.  Meskipun pembangunannya mulai mengumpulkan manfaat bagi penduduknya, peran masyarakat adat Dayak dalam usaha tersebut tetap ambigu (Pampang Culture Village and International Tourism in East Kalimantan, Indonesian Borneo, 2001, hlm 414). 

Menurut Anne, peran masyarakat yang tidak jelas akan berimbas kepada keretakan dalam komunitas itu sendiri pada kemudian hari.  Selain itu, muncul juga pertanyaan bagaimana masyarakat adat dapat mempertahankan identitas di era transformasi sosial yang cepat.

Keresahan lain dilontarkan aktivis lokal di koran Kaltim Post pada 1994. Masih ada kecenderungan menunjukkan karakteristik fisik orang Dayak dengan telinga panjang dan tato. Padahal yang dibutuhkan, adalah pengembangan sumber daya manusia. Bukan eksploitasi tubuh (Saya Tidak Setuju, Masyarakat Dayak Dijadikan Museum Hidup, 1994).

Permasalahan di atas tentu masih relevan hingga saat ini.  Dengan demikian, ada peran yang lebih penting bagi millennial daripada sekedar mem-viralkan destinasi wisata. Upaya pemerintah juga wajib dikawal agar identitas dan peran masyarakat serta keindahan Bumi Etam tidak terus-menerus tergerus akibat pengutamaan kepentingan ekonomi. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait

Pariwara Pemkab Kukar

Desa Muara Ritan Siapkan SDM Pariwisata

access_time1 year ago

Pariwara Pemkab Kukar

Pariwisata Kukar Meningkat saat Libur Lebaran

access_time1 year ago

Pariwara Pemkab Kukar

Membangun Asa Pariwisata Desa Sepatin

access_time1 year ago

Tinggalkan Komentar