Terkini

Pertaruhan Rp 27 Miliar dalam Sterilisasi Bantaran SKM

person access_time 5 years ago
Pertaruhan Rp 27 Miliar dalam Sterilisasi Bantaran SKM

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Bantara SKM yang tertata dan hijau segera terwujud. Warga mulai komitmen mengosongkan lahan.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Selasa, 29 Januari 2019

kaltimkece.id Warga bantaran Sungai Karang Mumus atau SKM di Jalan Perniagaan, Gang Rahmat, Kelurahan Dadi Mulya, Kecamatan Samarinda Ulu, terdesak mengosongkan lahan. Surat edaran kelurahan bernomor 500/04/400.07.007 mengemuka, tertanggal 8 Januari 2019. Isinya meminta RT 36, 37, dan 38 yang berisi 43 kepala keluarga segera mengosongkan rumah. Tenggat ditetapkan hingga 28 Feburari 2019.

Lahan tersebut bakal diperuntukkan taman. Kelak diisi berbagai wahana bermain hingga tempat berjualan yang tertata.

Diungkapkan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Samarinda, Dadang Airlangga, pembebasan lahan bantaran SKM dikoordinasikan dengan camat dan lurah setempat. Sterilisasi lahan dikejar sebelum Maret. Pasalnya, proyek pembangunan taman dimulai April 2019. Durasi pekerjaan wajib selesai dalam enam bulan.

Agenda ini merupakan program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bekerja sama Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, Dinas PUPR Kaltim, dan Disperkim Samarinda.

"Kami sudah saling bersepakat, komitmen antara pusat, provinsi, dan kota. April ini mulai lelang karena jangka waktu harus enam bulan," ungkap Dadang.

Disperkim mencatat 190 meter kawasan yang masih harus bebas permukiman. Sementara, di seberangnya, sudah 109 meter bantaran SKM steril. Namun, Pemerintah Pusat menginginkan 250 meter kawasan di masing-masing sisi untuk bebas permukiman. "Kami upayakan agar masyarakat mendukung. Biar bantaran itu tertata dengan baik," ucap Dadang.

Proyek di bantaran SKM merupakan bagian dari Program Kota Tanpa Kumuh atau Kotaku. Pada 2019 ini, anggaran dari APBN mencapai Rp 27 miliar. Bagi Pemkot, alokasi tersebut adalah berkah sekaligus tantangan.

Baca juga:
 

Segala tenggat yang mengemuka, wajib terpenuhi. Jika tak terealisasi, dana Rp 27 miliar tersebut bakal ditarik. "Lelangnya kan di Pusat. Kami terima kunci saja. Pemkot cuma strerilisasi lahan. Sebelum April tugas kita adalah persiapkan lapangan," ungkap Dadang.

Pemkot menyadari dihadapkan pertentangan warga . Meski begitu, Dadang memastikan pembongkaran berjalan sesuai jadwal. Apalagi, ia mengklaim sudah ada perjanjian antara warga dengan pihak kelurahan. Warga yang membangun permukiman di kawasan tersebut, wajib bersedia pindah bila suatu saat diperlukan Pemkot.

"Jika ada suara-suara itu wajar. Kami wajib memerhatikan. Cuma ini sudah perencanaan jauh hari. Kami sudah pernah membersihkan, juga ada kesepakatan di kelurahan. Mereka juga harus siap jika ada kegiatan akan bongkar sendiri," sebutnya.

Dadang berharap pengosongan lahan tidak menimbulkan gesekan. Peran kelurahan maupun kecamatan menjadi krusial untuk sosialisasi dan pendekatan. "Ini untuk kepentingan masyarakat Samarinda. Bukan satu atau dua orang. Kalau nantinya di (Jalan) Perniagaan itu sudah bebas, Insha Allah tidak ada banjir lagi. Air dengan mudah masuk. Jadi kepentingan masyarakat banyak yang kami utamakan."

Antisipasi penolakan masif oleh warga sebenarnya sudah dilakukan sejak jauh hari. Pemkot berkomitmen membantu penduduk mencari tempat tinggal baru. Baik sistem sewa atau cicilan. Warga tinggal memilih menyewa di rumah susun mana.

"Pemkot menyiapkan rusun di daerah pergudangan, Bengkuring, dan Loa Janan. Mereka bisa tempati, karena masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah," tambahnya.

Minta Kredit atau Cicilan

Diungkapkan Sekretaris Lurah Dadi Mulya, Noor Ilham, warga menunjukkan komitmen soal rencana tersebut. Penduduk hanya meminta fasilitasi Pemkot untuk hunian layak dengan sistem sewa atau cicilan terjangkau.  

"Warga hanya meminta solusi atau jalan tengah. Mereka juga sadar bangunan mereka salah berada di atas sungai," ucapnya.

Sumiati adalah salah satu warga yang harus pindah dari bantaran SKM. Ia menyatakan kesediaan mengikuti kebijakan pemerintah. Namun, ia berharap solusi berupa rumah pengganti dengan sistem kredit.

"Ya, kalau disediakan rumah sewa, jujur saja kami tidak mau. Tetapi kalau rumah dan kami harus kredit, enggak apa-apa. Kan, kalau lunas jadi hak milik kami," ucap Sumiati.

M Rizal Alfandi juga mengharapkan solusi serupa. Dengan hunian layak, baik sewa ataupun cicilan, ia bersedia meninggalkan rumah petak kayu yang ditempatinya dari warisan orangtua selama 20 tahun terakhir.

Kesepakatan 25 Tahun Lalu

Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Charuddin menjelaskan awal mula lahan tersebut menjadi milik Pemkot Samarinda. Pada 25 tahun silam, Pemkot melakukan ganti rugi kepada warga setempat setelah terjadi kebakaran yang menghanguskan permukiman setempat. Ada penawaran kepada warga agar mau dipindahkan di Bengkuring, Samarinda Utara, atau Perumahan Pelita 7 di Kecamatan Sambutan.

Setelah ganti rugi, lahan sisa kebakaran di Gang Rahmat, Jalan Perniagaan tersebut sah milik Pemkot. Namun, sebagian warga memilih menetap. Dari situ, dibuatlah perjanjian. Warga diminta bersedia pindah jika sewaktu-waktu lahan digunakan Pemkot.

"Saya pernah menjabat lurah disitu, tadinya sudah kosong. Sudah berpuluh tahun tidak diisi kegiatan, satu warga mecoba mendirikan garasi. Ada lagi yang coba bikin kamar mandi. Enggak lama malah jadi bangunan," ungkap Sugeng.

Sekkot menegaskan pengosongan lahan oleh Pemkot tak lagi memberikan ganti rugi. "Itu tanah yang sudah dibebaskan, ditempati kembali. Mereka di sebagian sisi perniagaan sudah dapat bantuan semua. Mereka malah bikin bangunan liar, apalagi yang mau diganti," tegas Sugeng.

Ia mengimbau warga segera mengosongkan permukiman tanpa harus terjadi gesekan. "Pokoknya untuk sementara ini diimbau dulu, secara sukarela dibebaskan pindah saja dulu sendiri. Merasa lah, bahwa tidak ada hak lagi, kan sudah dibebaskan," tutupnya. (*)

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar