Politik

Diskusi Mengupas Penyimpangan dalam Pemilu

person access_time 1 year ago
Diskusi Mengupas Penyimpangan dalam Pemilu

Walhi dan AJI Samarinda mengadakan diskusi publik tentang politik di Bagios Café, Senin, 17 Juli 2023. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Dari peraturan logistik pemilu hingga peran politik merusak lingkungan hidup dibahas dalam diskusi ini. Termasuk kendala yang dihadapi Bawaslu.

Ditulis Oleh: Muhammad Al Fatih
Jum'at, 21 Juli 2023

kaltimkece.id Para peserta pemilihan umum atau pemilu disebut boleh-boleh saja menerima bantuan dari pihak lain. Asalkan, bantuan tersebut tidak datang dari perusahaan negara dan pihak asing. Hal tersebut dijelaskan Ketua Badan Pengawas Pemilu Kaltim, Hari Dermanto, dalam diskusi bertajuk Tahun Politik dan Keselamatan Rakyat yang Menyertainya di Bagios Café, Samarinda, Senin, 17 Juli 2023.

“Setiap peserta pemilu dapat menerima sumbangan dana kampanye berbentuk uang, barang, atau jasa,” katanya.

Hari menyebut, ketentuan sokongan untuk peserta pemilu diatur dalam Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam peraturan tersebut, perusahaan milik negara dan pihak asing dilarang memberikan sumbangan untuk kampanye peserta pemilu. UU Pemilu menjelaskan, pihak asing adalah pihak yang berasal dari luar negeri seperti individu asing, komunitas asing, organisasi masyarakat asing, pemerintahan asing, dan perusahaan asing.

Dalam UU Pemilu, sumbangan hanya diperoleh dari partai politik yang menaungi peserta pemilu, perorangan, dan korporasi swasta. Besaran sumbangannya pun dibatasi. Setiap individu hanya boleh menyumbang paling banyak Rp 2,5 miliar. Sedangkan korporasi, tidak boleh lebih dari Rp 25 miliar.

Ketentuannya berbeda untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Individu hanya boleh memberikan sumbangan untuk calon anggota DPD maksimal Rp 750 juta. Sementara korporasi, batasnya Rp 1,5 miliar. Hari menjelaskan, mekanisme ini dibuat agar pemilu tidak menjadi ajang jual beli suara.

“Transaksi yang harusnya terjadi adalah transaksi pemikiran dan gagasan,” ujarnya.

Walau demikian, peraturan tersebut disebut memiliki kekurangan. Hari menyebut, seorang peserta pemilu pernah menerima bantuan berupa barang dan jasa dari sebuah perusahaan. Belakangan, peserta tersebut menerima lagi bantuan berupa uang. Jika ditotal, bantuan yang ia terima melebihi ambang batas yang ditentukan.

Kasus lainnya, tambah Hari, sejumlah calon anggota DPR dan DPD pernah tidak disertakan sebagai pelaksana kampanye. Padahal, mereka turut menyumbang dana untuk partai politiknya berkampanye. Alhasil, laporan keuangan dari calon tersebut lebih sedikit dibandingkan pengeluarannya di lapangan.

Kekurangan lainnya, kata Hari, UU Pemilu hanya mengatur mengenai sumbangan dana yang digunakan saat masa kampanye. Hal ini membuat Bawaslu hanya bisa mengawasi sumbangan dana pemilu pada masa tersebut. Sedangkan pengeluaran peserta pemilu pada masa tenang, tak bisa diawasi.

Hari berharap, masyarakat bersikap dewasa dan cerdas dalam menentukan pilihan di pemilu. Salah satu bagian yang harus diteliti masyarakat adalah melihat aliran dana yang masuk ke kantong peserta pemilu. Informasi mengenai daftar perusahaan yang memberikan sumbangan dana pemilu dapat diperoleh di Bawaslu.

Ragam Rupa Korupsi

Diskusi publik pada Senin itu diprakarsai Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Selain Hari Dermanto, pemateri lainnya adalah Ketua Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum, Universita Mulawarman, Orin Gusta Andini; dan perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Adam. Jurnalis kaltimkece.id sekaligus anggota AJI Samarinda, Nalendro Priambodo, bertindak sebagai moderatornya.

Usai Hari berbicara, Orin melanjutkan jalannya diskusi. Ia menyampaikan, kebutuhan dana pemilu berpotensi menimbulkan korupsi. Dampaknya menyentuh hingga lingkungan hidup. Salah satu jenis penyelewengan yang berimbas terhadap lingkungan lingkungan hidup, sebut dia, adalah state capture atau pengambilalihan lahan secara paksa oleh negara. Penyebabnya beragam. Satu di antaranya yakni beberapa peraturan daerah cenderung mengakomodasi kepenting pribadi atau kelompok tertentu.

Koordinator Kelompok Kerja 30, Buyung Marajo, adalah salah satu peserta dalam diskusi tersebut. Di sela-sela acara, ia memberikan argumen yang memperkuat pernyataan Orin. Revisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kata Buyung, merupakan salah satu peraturan yang dapat merugikan masyarakat.

“Dalam peraturan tersebut, hampir seluruh kawasan di Kaltim dapat ditambang,” kata Buyung.

Orin melanjutkan, pengambilan lahan secara paksa juga bisa dilakukan oleh kalangan swasta. Ia menyebutnya sebagai elite capture. Maksudnya, pengambilan lahan oleh swasta biasanya terjadi ketika pejabat publik merangkap sebagai pengusaha. Perangkapan fungsi ini sangat rawan memunculkan konflik kepentingan. Pejabat publik disebut bisa mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan perusahaannya.

Orin, yang juga tergabung dalam Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unmul, menyebutkan, state capture dan elite capture hanyalah contoh korupsi skala besar. Ada pula jenis korupsi menengah dan kecil. Umumnya, bentuk korupsi menengah adalah suap. Sementara korupsi kecil atau petty corruption, bentuknya pungutan liar yang dilakukan pegawai pemerintahan.

Sebenarnya, penggunaan sumber daya alam secara bijak sudah diatur dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Beleid tersebut berbunyi, kekayaan alam di Indonesia mesti dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Akan tetapi, kata Orin, peraturan di bawahnya justru banyak yang tidak konsisten.

“Banyak pasal simpang siur dengan paradigma kapitalis,” beber perempuan berhijab tersebut.

Para pemateri dan peserta diskusi publik berfoto bersama. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Peran Pemuda Memajukan Negara

Diskusi kemudian dilanjutkan oleh Adam yang mewakili direktur Walhi, Zenzi Suhadi. Ia menjelaskan mengenai sejumlah kekurangan pemilu. Pemilu, kata Adam, kerap menjadi ajang gimmick untuk memoles sejumlah orang yang tidak berkompeten. Pembahasan mengenai kesejahteraan rakyat dinilai sangat minim disuarakan para peserta pemilu.

“Siapa yang berbicara mengenai tumpahan minyak di Teluk Balikpapan? Atau mengenai petani di Pakal dan Wadas?” tanya Adam.

Ia kemudian memaparkan sejarah Indonesia. Sebelum Orde Baru, Indonesia mempunyai sebuah payung hukum bernama UU Pokok Agraria. Regulasi tersebut disebut memberikan angin segar bagi lingkungan hidup di Indonesia. Setelah Presiden Soekarno turun dari jabatannya, undang-undang tersebut diganti dengan peraturan-peraturan yang bersifat sektoral seperti UU Kehutanan dan UU Penanaman Modal Asing.

Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, muncul UU Cipta Kerja atau biasa disebut omnibus law. Dengan adanya undang-undang ini, kata Adam, eksploitasi sumber daya alam dapat meningkat. Untuk menyiasatinya, Walhi dan Koalisi Masyarakat Sipil sedang mendorong pembentukan RUU Keadilan Iklim. “RUU ini, mempunyai semangat yang sama dengan UU Pokok Agraria,” sebut Adam.

Ia juga memberikan sorotan mengenai bonus demografi yang akan terjadi di negeri ini pada 2045. Pada tahun tersebut, masyarakat berusia produktif akan menjadi mayoritas di Indonesia. Memiliki banyak masyarakat berusia produktif disebut dapat memberikan manfaat apabila orang-orangnya memiliki kualitas. Jika tidak, yang terjadi malah sebaliknya.

Generasi muda, sebut Adam, memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Salah satu peran sejumlah pemuda-pemudi Indonesia adalah mendeklarasikan Sumpah Pemuda pada 1928. Momen itu dianggap sebagai tonggak awal berdirinya Republik Indonesia. Ia berharap, generasi muda sekarang mempunyai semangat yang sama.

Walhi mempunyai sejumlah upaya dalam menjaga Indonesia. Satu di antaranya, sebut Adam, Walhi akan rutin mengadakan akademi ekologi. Akademi disebut juga memiliki peran dalam kemerdekaan bangsa ini. Perjuangan kemerdekaan, kata Adam, diawali dari berbagai lingkar studi atau study club. Salah satunya adalah Algemeene Studieclub yang didirikan Presiden Soekarno. Akademi ini diharapkan dapat melahirkan blok politik hijau non-partai dengan berbagai gagasan yang dapat memajukan politik Indonesia.

“Generasi muda perlu membangun imajinasi baru untuk Indonesia yang lebih baik,” pesannya sebelum diskusi pada hari itu ditutup. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar