Terkini

Runtun Perkara Lima Wartawan Samarinda yang Diduga Diintimidasi dan Dijambak Oknum Kepolisian Saat Liputan

person access_time 3 years ago
Runtun Perkara Lima Wartawan Samarinda yang Diduga Diintimidasi dan Dijambak Oknum Kepolisian Saat Liputan

Kepala Polresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arif Budiman (foto: giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Lima wartawan mengaku diintimidasi sampai dijambak oknum kepolisian saat liputan. Kepala Polresta Samarinda memberikan klarifikasi.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Jum'at, 09 Oktober 2020

kaltimkece.id Lima wartawan di Samarinda ditengarai menerima intimidasi dan kekerasan fisik dari oknum kepolisian. Peristiwa itu terjadi pada saat para juru warta menjalankan kerja jurnalistik. Kepolisian telah menyampaikan klarifikasi atas dugaan tersebut.

Kamis, 8 Oktober 2020 sekitar pukul 22.00 Wita, lima jurnalis datang ke Markas Kepolisian Resor Kota Samarinda di Jalan Slamet Riyadi. Para wartawan tersebut adalah Mangir dari Disway Kaltim, Yuda Almerio dari IDN Times, Samuel dari Lensa Borneo, Faisal dari Koran Kaltim, dan Rizki dari Kalimantan TV. Mereka hendak meliput 12 demonstran yang dibawa ke kantor polisi. Selusin pendemo ini, pada siang harinya, baru saja mengikuti unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan kantor DPRD Kaltim di Samarinda.

Menurut keterangan tertulis yang diterima kaltimkece.id, pada saat liputan itu, lima jurnalis diduga menerima tindakan represif dari aparat di depan gerbang masuk Mapolresta Samarinda. Mangir adalah jurnalis yang menceritakan runtun perkara menurut versinya. Kejadian bermula ketika wartawan berusaha mengambil gambar belasan mahasiswa yang mendatangi Mapolresta Samarinda malam-malam. Rombongan tersebut bermaksud menjemput 12 rekan mereka yang dibawa petugas ke kantor polisi.

Sempat terjadi keributan dan saling dorong antara kelompok mahasiswa dengan petugas. Seorang mahasiswa, kata Mangir, ditendang berkali-kali. Kelima jurnalis lantas berupaya mendokumentasikan peristiwa itu.

Tak berselang lama, beberapa anggota kepolisian berpakaian preman mendatangi Mangir. Petugas itu disebut menginjak kaki Mangir dan meminta untuk tidak mengambil gambar polisi yang terlibat keributan. Keduanya lalu terlibat tarik-menarik telepon pintar milik Mangir. Polisi juga disebut berupaya menghapus gambar yang ia ambil.

"Saya sudah bilang, saya wartawan. Tapi polisi itu berkata, kamu jangan ngambil gambar kami yang begini saja (keributan). Kita sama-sama capek," kata Mangir menirukan. Dua wartawan yang lain, Yudha dan Rizki, berusaha melerai. Namun demikian, keduanya mengaku malah diancam.

“Kami sudah bilang bahwa kami wartawan. Tapi bapak itu bilang, kalau kamu wartawan, memang kenapa? Dia tunjuk-tunjuk dada kami menggunakan jari telunjuk dengan kuat. Kami diancam," tutur Rizki. Samuel, wartawan lain yang melihat kejadian itu, berniat meluruskan keadaan dengan menunjukkan kartu persnya. Namun demikian, dia mengaku dijambak oknum polisi yang lain.

“Saya bilang, ‘Pak, teman saya ini wartawan, Pak. Kenapa rambut saya dijambak?’ Terus ada polisi lain yang bilang, ‘Kamu kalau beritakan, jangan maunya yang begini saja. Beritakan itu yang baik-baik. Media ini cuma pintar framing saja kerjaannya’," kata Samuel.

Kelima jurnalis kemudian sempat diminta pergi oleh seorang perwira polisi. Walaupun, beberapa saat kemudian, perwira tersebut meminta para wartawan menemuinya. Kelima jurnalis memilih pergi dan tidak menemui perwira tersebut.

“Jabatannya (perwira yang ingin menemui), yang kami dengar, kanit (kepala unit)," lanjut Samuel.

Para jurnalis mengaku keberatan dengan sikap kepolisian. Wartawan bekerja sesuai Undang-Undang Pers. Kerja jurnalistik yang mereka jalankan juga dilindungi oleh undang-undang.

Klarifikasi Kapolresta Samarinda

Jumat, 9 Oktober 2020, Kepala Polresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arif Budiman, menyampaikan klarifikasi ketika ditemui di Mapolresta Samarinda. Menurutnya, pada Kamis malam, polisi memang mengamankan beberapa orang yang diduga melakukan tindakan vandal saat demonstrasi. Mereka yang dibawa ke kantor polisi ini bukan mahasiswa.

“Jadi kami amankan dulu dan kami data. Kemudian kami lakukan tes urine,” terang Kapolresta.

Pada saat pendataan, seseorang yang mengaku kuasa hukum para demonstran datang. Beberapa petugas bertanya-tanya apa betul itu kuasa hukum yang bersangkutan. Yang terjadi berikutnya, anggota kepolisian dan orang yang mengaku kuasa hukum tadi beradu argumen. Saat itulah, kata Kapolresta, kemungkinan terjadi kesalahpahaman.

“Intinya bahwa kami tidak punya maksud memukul apalagi menginjak-injak. Tidak, tidak ada. Itu (keadaan) gelap, ya. Mungkin rekan-rekan wartawan dikira salah satu orang yang di luar itu,” terang Kombes Arif Budiman. “Mungkin itu. Polisi yang bertugas ada dari Polda Kaltim dan Brimob. Intinya sama-sama mengamankan jalannya unjuk rasa. Begitu kembali, dilihat ada sedikit adu argumen, mungkin, mungkin ya.”

Berdasarkan laporan yang ia terima, Kombes Arif Budiman mengatakan, tidak ada anak buahnya yang melakukan pemukulan. Kapolresta meminta, jika ada yang terkena pukulan, orang yang dipukul bisa dibawa ke hadapannya.

“Saya mau lihat langsung apakah betul mereka kena pukul atau bagaimana. Kita harus lihat langsung, tidak boleh mengada-ada,” sambung Kapolresta. 

Terlepas dari itu, Kombes Arif Budiman mengatakan, polisi sebagai manusia biasa memohon maaf apabila ada tindakan yang di luar kemanusiaan ataupun di luar garis-garis tugas pokok. “Saya yakin, teman-teman dari kepolisian tidak ada maksud melukai rekan-rekan (jurnalis),” tutupnya. (*)

Editor: Fel GM

Temui kami di Instagram!

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar