Terkini

Wajah Muram Kota Tenggarong-4: Pulau Kumala Menanti Kehidupan Kedua

person access_time 4 years ago
Wajah Muram Kota Tenggarong-4: Pulau Kumala Menanti Kehidupan Kedua

Sangkar burung raksasa di Pulau Kumala. (Fachrizal Muliawan/kaltimkece.id)

Pulau buatan yang ternama. Mati suri menunggu hidup lagi.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Jum'at, 26 Juli 2019

kaltimkece.id Papan petunjuk berisi Tenggarong sebagai kota wisata masih terpasang di pintu masuk kota, tak jauh dari jalur pendekat Jembatan Kartanegara di Tenggarong Seberang. Beberapa ratus meter dari pelang itu, berdiri sebuah pulau di tengah-tengah Sungai Mahakam. Pulau Kumala, salah satu destinasi utama di Kota Raja.

Di dunia maya, nama Pulau Kumala cukup tersohor. Di laman-laman yang berisi rekomendasi tempat wisata, pulau ini disandingkan dengan Dunia Fantasi dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Tidak di dunia nyata. Sabtu, 13 Juli 2019, tepat pada akhir pekan terakhir libur sekolah, kaltimkece.id datang ke pulau tersebut. Dua akses tersedia menuju pulau seluas 76 hektare tersebut. Pertama, menggunakan perahu motor, dan kedua, melewati Jembatan Repo-Repo di Jalan KH Ahmad Muksin, Kelurahan Timbau, Tenggarong.

Sebelum menjadi tempat wisata, Pulau Kumala dulunya adalah daratan yang penuh semak. Beberapa sumber menyebut, pulau ini merupakan habitat monyet ekor panjang. Pada era Bupati Syaukani Hasan Rais, dua dasawarsa silam, pulau ini disulap menjadi wahana wisata. Dalam perjalanan, pulau ini sempat tak terurus. Runtuhnya Jembatan Kartanegara pada 26 November 2011 turut berpengaruh. Akses Kota Tenggarong dari Samarinda harus memakai perahu penyeberangan. Wisatawan pun turun drastis.

Pulau Kumala kembali dibuka setelah Jembatan Repo-Repo selesai dibangun pada 2016. Pada masa jayanya, akses ke Pulau Kumala juga ada dua yakni dengan perahu motor dan cable car atau kereta gantung. Kereta ini sudah lama tak berfungsi meskipun kabel dan tiang penghubung masih dapat dilihat.

Sabtu pagi itu, Jembatan Repo-Repo sepanjang 230 meter tak padat seperti biasanya. Untuk menginjakkan kaki di Pulau Kumala, setiap pengunjung dikenakan retribusi Rp 7 ribu yang dibayar di loket di bawah Jembatan Repo-Repo. Karcis belum termasuk biaya masuk wahana. Dari daftar wahana yang termuat di situs rekomendasi destinasi wisata, di antaranya adalah air mancur, merry go round (komidi putar), bumper car (boom-boom car), sangkar burung raksasa, cottage, serta sky tower.

Destinasi pertama adalah air mancur, yang dalam keterangannya, mengikuti irama musik yang diputar. Ternyata, wahana yang dinamakan musical fountain penuh lumut. Begitu juga boom-boom car dan komidi putar. Menurut seorang petugas kebersihan yang kaltimkece.id temui, dua wahana tersebut terakhir beroperasi pada 2016.

“Dulu ini yang paling ramai,” ujarnya.

Wahana itu sekarang diselimuti kain biru anti-air. Sementara boom-boom car penuh dengan debu. Ada beberapa orang yang sedang memperbaiki instalasi listrik wahana tersebut.

Untuk mengelilingi pulau, tersedia penyewaan sepeda. Biayanya Rp 30 ribu untuk sepeda gowes, dan Rp 50 ribu untuk sepeda listrik. Sambil bersepeda, semakin banyak wahana yang tak terurus yang ditemui. Sangkar burung raksasa yang bisa dilihat dari seberang pulau telah dikelilingi semak-semak. Akses menuju sangkar itu juga tiada.

Sejauh 300 meter dari situ, berdiri cottage berbahan kayu ulin. Lokasinya di depan dermaga. Dedaunan kering memenuhi halaman dengan lumut yang menyerang dinding kolam renang. Beberapa pintu yang dibuka, engselnya telah lepas. Beberapa petugas menyebutkan, cottage ini sudah lama tak didatangi pengunjung.

Hanya dua lokasi yang benar-benar bisa dinikmati. Pertama, patung Lembuswana di ujung pulau, dan kedua, pura pasa di tengah-tengah pulau. Di kedua tempat inilah wisatawan berkumpul. Mengabadikan momen dengan gawai masing-masing.

kaltimkece.id menemui Heru Hermawan, pengunjung asal Samarinda. Dia menuturkan, kedatangannya ke Pulau Kumala hanya ingin bernostalgia. “Waktu SMP dulu, kalau karyawisata ke Tenggarong, kami selalu ke Pulau Kumala,” kenangnya. Sayang seribu sayang, kata Heru, pulau ini tak terawat. “Padahal, kalau terawat, pasti bagus,” harapnya.

Lokasi terakhir yang kaltimkece.id datangi adalah sky tower. Menara langit ini juga tak beroperasi. Tulisan Gerbang Dayaku, singkatan Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai Kartanegara, masih terpampang.

Pulau Kumala sebenarnya masih menjanjikan. Setidaknya bila melihat pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata Kukar, pulau ini adalah penyumbang terbesar. Dari Rp 3 miliar PAD Kukar dari sektor pariwisata, 80 persen atau Rp 2,4 miliar di antaranya adalah kontribusi Pulau Kumala (Kukar Dalam Angka 2018, hlm 471). Pendapatan itu diperoleh dari kunjungan ke Pulau Kumala pada 2017 sebanyak 389.243 wisatawan.

Menunggu Kehidupan Kedua

Dinas Pariwisata menjadi organisasi perangkat daerah yang menangani pengelolaan Pulau Kumala. OPD yang dikomandani Sri Wahyuni ini memberi perhatian terhadap pulau rekreasi tersebut. Sri mengatakan, terkesan sayang bila melihat kondisi Pulau Kumala sekarang. Namun, yang mesti masyarakat ketahui, untuk tempat pariwisata sekelas Taman Impian Jaya Ancol dan Taman Mini Indonesia Indah, seperti halnya wahana rekreasi di Pulau Jawa yang lain, perlu pengembangan hingga bertahun-tahun.

“Perlu belasan hingga puluhan tahun,” ujarnya. Sedangkan Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara baru menangani pulau tersebut pada 2017, setelah Jembatan Repo-Repo dibangun. Sri menjelaskan, wajah Kumala sekarang masih dalam tahap pengembangan.

Pada tahun pertama pengelolaan, Sri menyebut, karut-marut Pulau Kumala yang harus dibenahi duluan adalah menata pedagang dan sistem kunjungan pulau. “Saat itu, tak ada jalur pembeda untuk sepeda, kereta mini, dan sepeda motor,” ujarnya. Sepeda motor pun bebas melaju sebelum dibuatkan regulasi. Pada 2018, perencanaan penataan kawasan kuliner dimulai. Realisasi perencanaan ini baru berjalan satu tahun setelah perencanaan dilaksanakan. Pada 2019 inilah, kawasan wisata kuliner mendapat guyuran dana alokasi khusus (DAK) dari pusat sebesar Rp 2,5 miliar.

“Kami mengajukan anggaran secara online,” terangnya.

Selain kawasan wisata kuliner, wahana sangkar burung raksasa, komidi putar, dan boom-boom car, akan mendapat perhatian. Untuk sangkar burung, Dinas Pariwisata Kukar telah berbicara dengan PT Gunung Bayan untuk menyediakan burung merak sebagai wahana peragaan satwa di Pulau Kumala. PT Gunung Bayan diketahui memiliki koleksi satwa di taman satwa mini mereka di Gunung Sari, Kecamatan Tabang, Kukar. Proses peragaan satwa dimulai dengan pembuatan jalan setapak ke arah sangkar. Sri Wahyuni mengatakan, kemungkinan satu atau dua bulan lagi dimulai. Adapun wahana komidi putar dan boom-boom car, tahun ini mendapat anggaran untuk perbaikan instalasi listrik.

Investasi Jangka Panjang

Dari gedung legislatif, DPRD Kutai Kartanegara sudah mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Pemkab Kukar mengenai permasalahan pariwisata. Ketua Komisi II DPRD Kukar Andi Faisal menuturkan, pariwisata Kukar mestinya dieksplor dengan baik. Namun, kata dia, lagi-lagi terkendala anggaran. 

Faisal melihat, pariwisata bisa menjadi tumpuan Kukar di masa depan. Tak dimungkiri, lanjutnya, Kukar masih manja dengan sumber daya alam. Ketika sumber daya alam habis, bila tak ada investasi jangka panjang, ditakutkan daerah tak bisa bertahan. DPRD pun mendorong Dinas Pariwisata dan menjadikan sektor pariwisata menjadi fokus beberapa tahun ke depan.

“Untuk wisata buatan seperti Pulau Kumala, kami mendorong dinas mengkaji sehingga bisa dianggarkan tahun depan,” tuturnya. Tak hanya Dinas Pariwisata, Diskominfo dan Humas Pemkab Kukar juga mesti bergerak. Pulau Kumala adalah satu ikon Kukar selain Museum Mulawarman dan wisata alam di Bukit Bengkirai.

“Boleh dikatakan, nama ketiganya sudah mendunia tapi tak ditangani dengan baik,” kuncinya. (*)

 

Editor: Fel GM

 

Baca juga serial liputan khusus ini:
 
 
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar