Ekonomi

Babak Belur selama Pandemi, Pelaku UKM Dinilai Perlu Jadi Prioritas Penerima Vaksin Covid-19

person access_time 3 years ago
Babak Belur selama Pandemi, Pelaku UKM Dinilai Perlu Jadi Prioritas Penerima Vaksin Covid-19

Ilustrasi vaksinasi Covid-19. (freepik)

Pelaku UKM didorong beradaptasi dengan pandemi Covid-19 dengan memaksimalkan penjualan secara daring.

Ditulis Oleh: Muhammad Rizki Al Hadid
Senin, 01 Februari 2021

kaltimkece.id Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih 10 bulan. Namun ragam penyesuaian belum berhasil mengembalikan roda perekonomian seutuhnya di Tanah Air. Begitu pula Kaltim. Para pelaku usaha menuntut bukan lagi stimulus keuangan. Melainkan juga prioritas dalam vaksinasi.

Per 1 Februari 2021, akumulasi kasus virus corona di Kaltim telah mencapai 41.212 kasus. Sebanyak 32.514 di antaranya telah dinyatakan sembuh dan 996 lainnya meninggal dunia. Sisanya masih dalam perawatan.

Tak sedikit masyarakat Kaltim kehilangan anggota keluarga karena pandemi ini. Namun yang juga tak kalah meresahkan, adalah banyaknya penduduk kehilangan pekerjaan. Dampak terpukulnya kelangsungan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) akibat ragam pembatasan karena pandemi.

Terdapat setidaknya 307.343 unit UKM di provinsi ini yang terdata Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop UKM) Kaltim. Sebanyak 89.285 unit UKM terdata sebagai penerima bantuan presiden dengan nilai total Rp 214.284.000.000. Sebesar 90,40 persen di antaranya telah dicairkan.

APBD Kaltim ikut diguyur membantu UKM. Berupa bantuan langsung tunai untuk 13.916 UKM dengan total anggaran Rp 10.437.000.000. Penguatan UKM juga dilakukan dengan membentuk Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Kaltim dan Klinik Bisnis. Beranggotakan tenaga pendamping yang mempunyai kompetensi dalam bidang pemasaran, produksi, pembiayaan, teknologi informasi, kerja sama, kelembagaan, dan SDM.

Presiden Joko Widodo juga pernah membuka secara virtual pendampingan UKM Kaltim untuk menembus pasar ekspor pada 4 Desember 2020 lalu di Pelabuhan PKT Bontang. Diikuti tujuh pelaku usaha produk lidi nipah, minyak bekas, hasil perikanan dan udang.

"Pelepasan ekspor tersebut senilai USD 660.799.444 atau setara dengan Rp 9.251.192.216.000," sebut Kepala Disperindagkop UKM Kaltim Mohammad Yadi Robyan Noor.

Menurut Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kaltim Bakri Hadi, UKM sektor kuliner menjadi unit yang paling mendapat pukulan selama pandemi. Durasi berjualan dikurangi. Tak ada lagi yang buka sampai larut malam. Layanan makan di tempat pun sangat terbatas.

"UKM harus patuh protokol kesehatan karena Covid-19 masih tinggi. Di satu sisi membuat mereka terpuruk. Ini ibarat buah simalakama. Harus ada solusi," sebut Bakri Hadi.

Meski demikian, Bakri meyakini UKM semakin kuat menghadapi pandemi dengan strategi masing-masing. Seperti memaksimalkan penjualan take away. Namun begitu, Pemprov Kaltim dinilai perlu menambah nominal stimulan. Selain pengadaan alat kesehatan, juga alokasi anggaran penguatan modal usaha bagi UKM terdampak langsung.

Di sisi lain, yang juga sangat penting adalah mempertimbangkan vaksinasi bagi para pelaku usaha. "Vaksinasi menjadi salah satu solusi. Pemda perlu menambah kuota vaksin supaya lebih banyak warga Kaltim bisa divaksin," tuturnya.

Disarankan Beralih 100 Persen ke Daring

Pakar ekonomi Kaltim, Aji Sofyan Effendi, menilai kelemahan saat ini tak hanya dari sisi produksi. Tapi juga potential demand. UKM cenderung masih bermain dari sisi supply. Sedangkan demand menurun karena purchasing power parity atau keseimbangan kemampuan berbelanja masyarakat sangat timpang. Ini yang menambah penyebab menurunnya penjualan produk UKM.

Sepengamatan Sofyan, UKM telah bersiasat dengan merambah pola e-commerce atau perdagangan elektronik. Sayangnya, tak semua UKM punya kapasitas berdagang daring. Belum lagi persaingan di platform e-commerce yang mengalami lonjakan tenant hingga 300 persen.

Dengan demikian, ada dua hal yang mesti diperhatikan. Pertama, stimulan dari pemerintah harus bisa dikontrol. Jangan sampai dana segar tersebut tidak digunakan untuk kontinuitas usaha tapi malah dibelanjakan ponsel atau kebutuhan tersier lainnya. "Bagaimana memonitor itu? Eksekusi niat baik pemerintah malah jadi bias," tuturnya.

Kedua, non-performing loan (NPL) atau kredit macet di sektor perbankan mesti jadi perhatian. Pemerintah perlu memberikan solusi berupa aturan atau stimulan untuk memperpanjang tempo. "Kemarin setahun macet, mestinya tak masalah diperpanjang dua sampai tiga tahun. Ini soal regulasi untuk meringankan beban UKM," sebut Sofyan.

Meski demikian, Sofyan menegaskan jika perang utama saat ini adalah melandaikan angka Covid-19. Ada atau tidaknya intervensi pemerintah, ekonomi akan tumbuh jika pandemi usai. Selama wabah belum mereda, UKM dituntut bertahan meski harus babak belur. "Hukum alam itu mengalahkan hukum ekonomi," urainya.

Di sinilah pentingnya eksekusi vaksinasi Covid-19. Mitigasi penyebaran Covid-19 memang tak langsung berhubungan dengan UKM. Namun bila vaksin dilaksanakan 100 persen di provinsi ini, pandemi yang tertangani dengan baik membuat sektor ekonomi makro dan mikro tumbuh dengan sendirinya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar