Ekonomi

Hitung-Hitungan ketika Jalan Tol Beroperasi, Lebih Mahal tapi Cepat, Kendaraan Besar Justru Lebih Murah

person access_time 4 years ago
Hitung-Hitungan ketika Jalan Tol Beroperasi, Lebih Mahal tapi Cepat, Kendaraan Besar Justru Lebih Murah

Gerbang tol di Palaran, Samarinda (foto: wahyu musyifa/kaltimkece.id)

Jalan tol sebentar lagi beroperasi. kaltimkece.id menghitung perkiraan-perkiraan biaya, waktu tempuh, dan ruang-ruang usaha baru yang timbul.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Minggu, 24 November 2019

kaltimkece.id Paeng, 35 tahun, sedang memanaskan mobil ketika nomor tak dikenal mampir ke telepon seluler hitamnya. Mengetahui panggilan itu berisi pesanan penumpang, sopir antar-jemput ini segera tancap gas. Paeng diminta mengantar kelima penumpangnya. Rutenya, dari Samarinda menuju Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan, Balikpapan.

Jumat, 22 November 2019 pagi, Paeng bersiap berangkat menuju Kota Minyak. Di kabin tengah, kursi penumpang telah penuh. Lelaki yang tinggal di Loa Janan ini sempat mengisi bahan bakar di sebuah stasiun pengisian di Samarinda Seberang. Sebanyak 21,4 liter premium meluncur ke tangki mobil kemudian ia menyerahkan tiga lembar uang Rp 50 ribu.

Paeng sempat berhitung ketika ditemui reporter kaltimkece.id. Perjalanan dari Samarinda ke Bandara SAMS Sepinggan sejauh 120 kilometer. Perhitungannya tidak berbeda dengan pengukuran menggunakan aplikasi Google Maps. Jarak dari Kegubernuran Kaltim menuju Bandara Sepinggan adalah 119,6 kilometer dengan waktu tempuh 2 jam 37 menit. Itu berarti, Paeng melahap 240 kilometer untuk pergi-pulang.

Sebagai sopir dengan pengalaman lebih dari 10 tahun, Paeng mengukur bahan bakar yang diminum kendaraannya untuk rute tersebut. Ia mengemudikan Toyota Innova produksi 2007. Kapasitas mesin mobil 2.000 cc dengan pengabut bahan bakar injeksi. Dengan 10 liter atau Rp 64.500, sebutnya, cukup buat sekali jalan Samarinda-Balikpapan. Konsumsi bahan bakar menurut perhitungannya adalah 12 kilometer per liter.

Kalkulasi Paeng ini mendekati hasil uji diler resmi Toyota pada 2007. Jika mobil melaju dalam kecepatan ekonomis 60 kilometer per jam, konsumsi bahan bakar sebesar 16,2 liter per kilometer. Sebagai catatan, konsumsi bahan bakar dipengaruhi faktor berat muatan, kecepatan, kondisi medan, cara berkendara, sampai teknologi efisiensi bahan bakar. Jalur konvensional Samarinda-Balikpapan sepanjang 120 kilometer berkelok-kelok, berbukit, beberapa titik rusak. Hal ini yang membuat perhitungan Paeng lebih “boros” dibanding uji konsumsi.

Bagaimana jika jalan tol Balikpapan-Samarinda telah tersedia? Masih mengacu uji konsumsi bahan bakar Toyota, rata-rata kecepatan di jalan tol adalah 80 kilometer per jam. Dengan rerata itu, Toyota Innova cukup menenggak premium 13,17 kilometer per liter. Apabila bentang tol adalah 99,7 kilometer, hanya perlu 7,5 liter atau setara Rp 48.500. Dari perhitungan ini, jalan tol sebenarnya menghemat biaya bahan bakar sebesar Rp 16.000.

Apakah Paeng akan memilih lewat jalan tol ketika infrastruktur itu sudah beroperasi? Nanti dulu. Lewat tol berarti ada biaya tambahan. Tarif tol menurut rencana adalah Rp 1.000 per kilometer. Meskipun hemat Rp 16 ribu untuk bahan bakar, Paeng harus mengeluarkan Rp 99.700 untuk tarif tol. Itu berarti, uang yang ia keluarkan Rp 83.700 lebih banyak dibanding melewati jalur konvensional.

“Terserah penumpang sebab mereka yang nanti membayar tarif tol. Semisal ada lima penumpang, ya, lima orang tadi yang patungan bayar tol," tuturnya. Ia tidak menampik bahwa jalan tol dapat memangkas waktu perjalanan. Untuk yang satu ini, mengejar waktu, sulit diukur dengan rupiah. Paing hanya mengatakan, perjalanan dari Kantor Gubernur di Samarinda menuju Bandara Sepinggan di Balikpapan selama ini menghabiskan 2,5 jam hingga 3 jam. Untuk jalur tol, ia belum tahu karena belum dibuka.

kaltimkece.id menguji jalur Samarinda-Balikpapan via jalan tol untuk mengetahui waktu tempuh ini. Titik berangkat disamakan, yakni dari Kegubernuran Kaltim menuju Bandara SAMS Sepinggan. Dari kantor gubernur menuju gerbang tol di Palaran, ditempuh dua rute. Pertama, melewati Jembatan Mahakam dan Samarinda Seberang hingga Stadion Utama Palaran di Simpang Pasir. Rute sejauh 18 kilometer ini ditempuh 31 menit jika tidak macet. Rute kedua melewati Jembatan Mahkota II di Jalan Kapten Soedjono. Perjalanan diteruskan melewati Jalan Simpang Pasir dan berbelok ke Jalan Bojonegoro. Rute ini sejauh 15 kilometer dengan perjalanan normal 35 menit.

Dari pintu tol Palaran, kendaraan masuk jalan bebas hambatan sepanjang 99,7 kilometer. Di atas kertas, jalur tol dilalui dengan kecepatan minimal 80 kilometer per jam. Jika kecepatan konstan adalah 100 kilometer per jam, hanya perlu 1 jam. Sedangkan jika kecepatan konstan 80 kilometer per jam, rute yang sama ditempuh sekira 1 jam 20 menit. Keluar dari gerbang tol di Balikpapan sudah tidak terlampau jauh dari bandara. Dengan demikian, waktu tempuh Kantor Gubernur-Bandara SAMS melalui jalan tol adalah antara 1 jam 35 menit sampai 1 jam 50 menit. Lebih cepat 40-70 menit dibandingkan melewati jalur non-tol.

Perhitungan Pengusaha

Hitungan-hitungan di atas sangat berarti bagi pengusaha yang bergerak di bidang logistik. Namun demikian, sepanjang tarif tol belum ditetapkan, mereka belum berani mengambil keputusan.

"Karena belum diresmikan (tol Balikpapan-Samarinda), kami belum berani bilang," terang Ketua Asosiasi Logistik dan Forward Indonesia (ALFI) Kota Balikpapan, Faisal Tola singkat. Ia hanya menjelaskan bahwa distributor logistik biasanya mengoperasikan truk kontainer. Di jalur yang sekarang (bukan tol), ongkos sekali kirim barang antara Rp 4 jutaan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, Slamet Brotosiswoyo, punya pendapat. Menurutnya, jalur tol lebih efisien dilewati truk bermuatan besar. Muatan yang dibawa bisa lebih banyak ketimbang jalur konvensional. Selama ini di jalur Balikpapan-Samarinda, truk hanya memanggul muatan yang menimbulkan beban poros di roda sebesar 8 ton. Jika melewati jalan bebas hambatan, meskipun timbul biaya tol, muatan justru bisa bertambah dua hingga tiga kali lipat. Waktu tempuh juga terpangkas.

"Kalau dirupiahkan, biaya (truk besar) lewat tol lebih kecil ketimbang jalur konvensional," ulas Slamet.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no 370/KPTS/M/2007, mengatur enam golongan kendaraan di atas roda empat yang bisa lewat tol. Mulai kendaraan kecil, sampai truk lima gandar (sumbu roda). Kepala Balai Pelaksana Jalan Tol, Danang Parikesit menyebutkan, muatan sumbu roda yang bisa lewat tol maksimal 8 ton.

Baca juga:
 

Sementara itu, Dinas Perhubungan Kaltim mengaku, belum menghitung jumlah kendaraan yang berpindah ke jalur tol. Ada banyak faktor yang memengaruhi. Mulai kecepatan, waktu tempuh, keamanan, kenyamanan, sampai tingkat kepadatan kendaraan di jalur non-tol.

Namun begitu, Kepala Seksi Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kaltim, Endang Suherlan, yakin bahwa jalan tol sangat dibutuhkan. Pada masa depan, Kaltim semakin sesak setelah menjadi ibu kota negara. Sebagai gambaran, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas memperkirakan tiga juta penduduk pindah ke IKN secara berangsur selama 10 tahun mendatang. Jumlah itu hampir setara populasi Kaltim. Jika total populasi kendaraan roda empat ke atas di Bumi Etam mencapai 466.797 unit pada 2016, 10 tahun lagi bisa dua kali lipat.

Peluang Usaha Menggiurkan

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono, membenarkan bahwa lalu lintas tol membawa dampak positif. Distribusi logistik mengalami efisiensi ke pusat industri. Selain itu, seperti halnya di beberapa ruas tol Jawa, ia yakin, tumbuh berbagai usaha baru di dekat jalur keluar masuk tol maupun rest area.

“Bisa usaha kuliner sampai wisata,” jelas Tutuk kepada kaltimkece.id pekan lalu.

Nanang Soemantri adalah seorang pengusaha kuliner yang kepincut membuka gerai jika tol Balsam atau Balikpapan-Samarinda telah diresmikan. Sehari-hari, ia bertugas sebagai pengelola Rumah Makan Tahu Sumedang di Kilometer 50, jalan poros Samarinda-Balikpapan. Awal tahun lalu, ia sempat diajak berbicara oleh pengelola tol. Pokok pembahasan berisi peluang membuka warung makan di rest area pintu tol Kilometer 38 Samboja.

Tawaran sementara, warung dibangun dengan 5-7 kontainer. Jika prospek bagus, tak menutup kemungkinan dibangun kedai semipermanen dengan sistem sewa bulanan. Nanang belum berani mengambil keputusan. Ia harus menghitung nilai investasi. Lagi pula, sejak Bandara APT Pranoto di Samarinda beroperasi, ia mengklaim pengunjung berkurang 30 persen.

Pria asal Sumedang ini menyampaikan potensi rumah makan di dekat gerbang tol dan rest area memang menggiurkan. Terlebih lagi, kendaraan tidak boleh keluar masuk dan berhenti di luar dua jalur tadi. Ia mencontohkan pengalaman warung makan di Tol Cileunyi, Jawa Barat.

“Kalau brand-brand besar, cepat dikenal dan laku,” sebutnya. “Tetapi, kami memilih wait and see dulu (untuk membuka gerai),” tutupnya. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar