Ekonomi

Setelah 46 Negara Sepakat Hentikan PLTU Batu Bara, Masa Depan Kaltim Harus Ditentukan dari Sekarang

person access_time 2 years ago
Setelah 46 Negara Sepakat Hentikan PLTU Batu Bara, Masa Depan Kaltim Harus Ditentukan dari Sekarang

Pengangkutan batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda (foto: arsip kaltimkece.id)

Kematian industri ekstraktif batu bara sudah di depan mata. Pemerintah daerah di Kaltim mengaku sudah ambil kuda-kuda.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Selasa, 09 November 2021

kaltimkece.id Keputusan puluhan negara mengurangi penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dipastikan berdampak besar bagi Kaltim. Setelah hampir dua dekade menggantungkan ekonominya kepada emas hitam, Kaltim harus segera mewujudkan transformasi ekonomi. Jika tidak, ekonomi provinsi ini di ambang kesengsaraan. 

Pada 31 Oktober hingga 12 November 2021, Conference of Parties (COP) ke-26 diadakan United Nations Climate Change. Sebanyak 190 negara membahas isu perubahan iklim di Glasgow, Skotlandia. Forum tersebut telah menyepakati pengurangan emisi gas rumah kaca dan dampak perubahan iklim. Seluruh negara tersebut akan mempercepat penghentian konsumsi energi dari bahan bakar fosil.

Sementara itu, dikutip dari BBC, 73 institusi termasuk 46 negara sepakat menghentikan operasi PLTU batu bara. Negara maju menghentikan pembangkit listrik mulai 2030 dan negara berkembang memulainya pada 2040. Akhir dari industri ekstraktif batu bara, sebagaimana disebut Menteri Bisnis dan Energi Inggris, Kwasi Kwarteng, sudah di depan mata.

"Komitmen di Glasgow ini kuat sekali. Semua negara sekarang sudah komit," demikian analisis Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono. Komitmen pengurangan emisi karbon ini sudah diteken pada 2015 melalui Paris Agreement. Tindakan konkretnya adalah penghentian konsumsi batu bara mengingat dampak perubahan iklim kian terasa.

Kaltim sebagai daerah penghasil batu bara pun dinilai akan menerima imbasnya. Tutuk mengingatkan, apabila Kaltim tidak berbenah, perekonomian provinsi bisa terjun bebas. Sedari sekarang, sambungnya, Kaltim harus mencari alternatif pengganti batu bara sebagai penggerak ekonomi Kaltim.

Sebagaimana dicatat Badan Pusat Statistik Kaltim, pertumbuhan ekonomi provinsi selama hampir 20 tahun ditopang dari ekspor batu bara. Pada triwulan III 2021, misalnya, dari pertumbuhan ekonomi 1,14 persen (q-to-q) dibandingkan triwulan sebelumnya, struktur pertambangan dan penggalian masih menyumbang 46,82 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kaltim. Komposisi seperti ini nyaris tak pernah berubah selama dua dekade.

_____________________________________________________PARIWARA

Akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, menilai dalam waktu pendek komitmen itu belum berdampak bagi Kaltim. Raksasa PLTU batu bara dunia seperti AS, Tiongkok, India, dan Australia belum menandatangani komitmen tersebut. Akan tetapi, tekanan global yang kian besar tentu menjadi awalnya. Kebijakan negara-negara tersebut terhadap konsumsi batu bara bisa berubah kapan saja.

Itulah yang harus diantisipasi Kaltim. Hairul menilai, batu bara sebagai penggerak ekonomi provinsi jelas terancam secara jangka panjang. Komitmen COP saja sudah mampu menjinakkan harga batu bara dunia yang sempat menggila. Jika terus-menerus seperti itu, pendapatan Kaltim dari dana bagi hasil ikut menurun. Pajak alat berat juga berkurang karena harga batu bara melorot. Dampaknya adalah dana pembangunan Kaltim menyusut.

Kecenderungan banyak negara untuk segera menghentikan PLTU batu bara juga berdampak kepada pendapatan per kapita di Kaltim. Ekonomi Kaltim akan sulit tumbuh dalam jangka panjang.

"Kalau orang lain tambah maju, kita tambah mundur. Kita harusnya belajar dari mulai kejayaan perkayuan di Kaltim. Belajar dari negara-negara Afrika yang kaya sumber daya alam dan sekarang lihat seperti apa mereka," ingat Hairul. Ia meminta semua elemen mulai menyadari ini. Transformasi ekonomi sudah sangat mendesak.

Produk Olahan dan Pertanian

Sekretaris Provinsi Kaltim, Muhammad Sa'bani, menjelaskan bahwa rentang waktu peralihan energi dari batu bara memang masih panjang. Provinsi masih memiliki waktu untuk berbenah meninggalkan kebergantungan ekonominya dari ekspor emas hitam.

"Itu ‘kan 2040 (untuk negara berkembang). Memang masih lama dan kita sempat beralih ke (fondasi) ekonomi yang lain," terang dia, Senin, 8 November 2021. Yang juga menjadi catatan, sambungnya, Tiongkok dan India sebagai negara tujuan ekspor terbesar Kaltim tidak menandatangani komitmen tersebut.

Walaupun demikian, Sa'bani menegaskan, Pemprov Kaltim telah bersiap akan segala kemungkinan. Transformasi ekonomi Kaltim seperti memanfaatkan produk olahan atau hilirisasi untuk menggantikan eksploitasi emas hitam. Peralihan fondasi ekonomi tersebut memerlukan infrastruktur yang sedang dibangun di berbagai tempat.

"Konsepnya sudah ada. Cuma, ‘kan, bertahap. Kita juga harus melihat perekonomian Indonesia," jelas dia.

Ditemui terpisah, Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, mengaku bahwa Kukar memang tengah menyiapkan berbagai langkah mengurangi kebergantungan industri ekstraktif. Kukar adalah satu dari antara daerah penghasil batu bara terbesar di Kaltim. Edi mengatakan, kabupaten ini tengah berfokus memajukan sektor pertanian melalui program Kukar Idaman.

"Kutai Kartanegara itu, ada batu bara atau tidak, sudah harus siap. Makanya, melalui program Kukar Idaman, kami memprioritaskan sektor pertanian,” jelasnya kepada kaltimkece.id, Selasa, 9 November 2021.

Bupati mengaku sadar bahwa struktur ekonomi Kukar saat ini masih ditopang sumber daya alam tak terbarukan. Kukar berupaya keras menggeser dominasi ekonomi dari sektor tersebut ke sektor pertanian dalam arti luas. Menurut Edi, andil sektor pertanian dalam arti luas bagi produk domestik regional bruto (PDRB) telah mencapai sekitar 14 persen dan terus tumbuh.

"Jadi, jika batu bara tidak ada, insya Allah Kukar tetap maju," jelasnya.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Perjalanan Transformasi Ekonomi

Misi peralihan fondasi ekonomi Kaltim sebenarnya sudah disiapkan sejak era Gubernur Awang Faroek Ishak pada 2008-2018. Mengutip buku Derap Langkah Pembangunan Kaltim 2008-2018 yang diterbitkan Biro Humas dan Protokol Setprov Kaltim, ada lima tahapan transformasi. Periode pertama adalah inisiasi lewat peletakan fondasi transformasi sosial ekonomi dengan penerapan konsep green economy melalui penyiapan infrastruktur dan iklim usaha. Pada tahap ini, sejumlah pembangunan infrastruktur dimulai.

Jalan tol Balikpapan-Samarinda, Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan, Bandara Samarinda Baru, Terminal Peti Kemas Palaran, Terminal Peti Kemas Kariangau, serta kawasan Buluminung. Infrastruktur itu merupakan bagian dari delapan klaster industri di Kaltim yang disiapkan terkoneksi seluruhnya.

Baca juga:
 

Tahap kedua adalah pengembangan kapasitas. Delapan kawasan industri atau klaster disiapkan di antaranya Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan, Pelabuhan Internasional Maloy sebagai pengangkut CPO dan hasil industri lain, Kawasan Industri Pertanian di Paser dan Penajam Paser Utara, Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan dan Buluminung PPU, Kawasan Industri Jasa dan Perdagangan di Samarinda, dan Kawasan Industri Pertanian di Kutai Kartanegara.

Tahap ketiga adalah peningkatan nilai tambah dan penguatan rantai nilai. Strategi meliputi pembatasan produksi batu bara, peningkatan industri migas, pengembangan industri turunan sawit. Sementara tahap keempat dan kelima adalah strategi jangka panjang pada 2020 hingga 2050. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar