Hukum

Mengapa Melarikan Diri Setelah Menabrak adalah Pilihan Paling Ceroboh?

person access_time 6 years ago
Mengapa Melarikan Diri Setelah Menabrak adalah Pilihan Paling Ceroboh?

Foto: Giarti Idrus (kaltimkece.id)

Lalai saja tidak diperkenankan dalam berkendara. Apalagi melarikan diri, justru menambah sengsara.

Ditulis Oleh: Fel GM
Jum'at, 14 September 2018

kaltimkece.id Kehangatan mentari pagi yang dinikmati Jahri tatkala menyusuri tepi Jalan Pangeran Antasari, Samarinda, lenyap seketika. Ia tiba-tiba diseruduk sebuah mobil Toyota Avanza kelabu bernomor polisi KT 1090 KW yang berjalan liar. Pandangan lelaki 45 tahun asal Tabalong, Kalimantan Selatan, itu, segera berselimut gelap. Jahri terkapar dengan luka parah. 

Adalah Har, 37 tahun, inisial pengemudi yang menyebabkan kecelakaan pada Kamis, 13 September 2018 sekitar pukul 07.00 Wita. Sebelum melanggar Jahri, dia lebih dulu menyeruduk bagian belakang mobil milik Mujiburrahman bernomor polisi KT 1480 KK yang sedang diparkir. Bukannya berhenti menolong korban, Har memilih melarikan diri. Lelaki yang tinggal di Jalan Letjen Suprapto, Balikpapan Barat, itu, menekan gas sejadi-jadinya menuju Jalan Cendana. 

Yudi Setiawan, 33 tahun, adalah polisi lalu lintas yang melihat kejadian itu. Ia bersama seorang anggota Polisi Militer TNI Angkatan Darat bernama Iraman, 45 tahun, segera mengejar Har. Kedua petugas memburu dengan sepeda motor masing-masing. Kejar-kejaran tak terhindarkan dari Jalan Cendana hingga Samarinda Seberang, seperti ditulis dalam laporan kronologi kejadian yang dibuat Kepolisian Resort Kota Samarinda. 

Di Samarinda Seberang, petugas berhasil mendahului mobil Har. Mereka mengadang laju kendaraan dengan meletakkan dua sepeda motor di tengah jalan. Har tak ambil peduli. Dia menyeruduk sepeda motor milik polisi dan tentara yang berpelat KT 5926 IC dan KT 2365 BBP tersebut. Satu sepeda motor bahkan tersangkut di bawah mobil. Har terus memacu mobil yang membuat sepeda motor milik Yudi Setiawan terseret 1 kilometer. Mobil Har baru benar-benar berhenti di depan Batalyon B Pelopor Satuan Brimob Kaltim, Samarinda Seberang. Roda mobilnya tak bisa bergerak lagi karena tertahan badan sepeda motor. Aksi kabur itu usai setelah petugas mengamankan Har. 

Simak Videonya:
 

Inspektur Dua Henny Merdikawati menyatakan, satu orang luka berat dan dua luka ringan dalam peristiwa ini. Selaku kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas, Kepolisian Resort Kota Samarinda, Henny dalam laporannya menjelaskan, kerugian material sebesar Rp 15 juta. Sesuai hasil penyelidikan sementara, penyebab kecelakaan pertama di Jalan Antasari adalah pengemudi mengantuk. Har diketahui berkendara dari Sangkulirang, Kutai Timur, yang berjarak sekitar 200 kilometer dari Samarinda. Har diduga kuat kehilangan konsentrasi karena diserang kantuk. 

“Tidak ada masalah dengan kondisi jalan di lokasi kejadian. Jalannya lurus dengan permukaan aspal rata,” terang Henny kepada kaltimkece.id

 

Tindakan Ceroboh

Pilihan Har melarikan diri setelah menabrak mobil dan pejalan kaki adalah tindakan ceroboh. Ketika kabur, dia mengendarai mobil sekencang-kencangnya dalam kondisi panik. Bukan hanya keselamatannya, nyawa para pengguna jalan yang lain turut terancam. Melarikan diri dari satu kesalahan sangat berpotensi menimbulkan kesalahan berikutnya. 

Padahal, pada kelalaian yang pertama, Har memiliki beberapa pilihan. Yang terbaik adalah menunjukkan tanggung jawab seperti ditulis dalam pasal 231 ayat 1, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Langkah-langkahnya adalah menghentikan kendaraan, menolong korban, melaporkan kecelakaan kepada kepolisian, dan memberikan keterangan. Bentuk tanggung jawab itu nantinya dapat menjadi pertimbangan hakim di muka persidangan. 

“Jika takut menghadapi kemarahan warga, bisa langsung menyerahkan diri ke kantor polisi agar mendapat perlindungan,” jelas Ipda Henny dari Satlantas Polresta Samarinda. Justru, ketika berusaha melarikan diri, potensi untuk dihakimi warga semakin besar apabila pengemudi tertangkap. 

Demikian halnya ancaman sanksi yang dikenakan kepada Har andaikata dia tidak melarikan diri. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tadi, sanksi bagi pengemudi yang lalai sehingga menyebabkan orang lain luka ringan dan luka berat diatur di pasal 310 ayat 2 dan 3. Ancaman maksimal untuk kelalaian yang menyebabkan korban luka ringan adalah satu tahun penjara dan denda Rp 2 juta. Sementara untuk luka berat, lima tahun penjara dan denda Rp 10 juta. 

Namun, pilihan Har melarikan diri bisa membuatnya dijerat pasal tambahan. Berselang dua pasal dari undang-undang yang sama, yakni pasal 312, tertulis ancaman hukuman bagi pengemudi yang melarikan diri. Pasal itu berbunyi, “Pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan tanpa alasan, […], patut dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta.”

Ancaman hukuman itu belum termasuk risiko tambahan jika pengemudi melarikan diri selepas kecelakaan. Sebagai contoh, timbul kecelakaan yang lain ketika dalam pelarian. Jika sampai merenggut nyawa orang lain, pengemudi diancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 12 juta. 

Semua orang bisa lalai dan berbuat salah. Tetapi memilih menutupi kesalahan tersebut lewat kekeliruan yang lain, jelas bukan sikap yang bijak. (*)

Dilengkapi oleh: Giarti Idrus

Senarai Kepustakaan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar