Hukum

Rita Widyasari Disebut Menyuap Penyidik KPK Rp 5,1 M Terkait Peninjauan Kembali Vonisnya

person access_time 3 years ago
Rita Widyasari Disebut Menyuap Penyidik KPK Rp 5,1 M Terkait Peninjauan Kembali Vonisnya

Rita Widyasari tudingan suap Rp 5,1 miliar kepada penyidik KPK. (istimewa)

Rita disebut memberikan Rp 5,1 miliar kepada penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Untuk urusan peninjauan kembali kasusnya.

Ditulis Oleh: Fel GM
Jum'at, 04 Juni 2021

kaltimkece.id Nama mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, disebut terlibat dalam kasus rasuah yang menghebohkan negeri ini. Rita dikatakan telah menyogok seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Ajun Komisaris Polisi Stepanus Robin Pattuju, sebesar Rp 5,1 miliar. Suap itu diduga untuk membantu pembuatan memori peninjauan kembali (PK) terhadap vonis yang Rita terima.

Nama Robin selaku penyidik KPK berlatar belakang polisi menjadi pemberitaan media nasional belakangan ini. Ia dipecat karena melanggar kode etik, sebagaimana putusan sidang etik yang dibacakan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho, Senin, 31 Mei 2021. Menurut Albertina Ho, Robin telah menerima pemberian dari sejumlah pihak yang berperkara di KPK.

Peran Robin yang diduga sebagai makelar kasus di KPK mulai terungkap dalam dugaan suap dari Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial. Dari kasus tersebut, pihak-pihak lain yang diduga memberi uang kepada AKP Robin terbongkar. Ada nama Usman Effendi dalam perkara suap eks Kalapas Sukamiskin sebesar Rp 525 juta. Berikutnya, Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna yang disebut memberi duit Rp 505 juta.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin juga ikut terseret. Ia diduga memberi Rp 3,15 miliar kepada Robin berkaitan perkara korupsi di Lampung Tengah. Nama terakhir adalah Rita Widyasari. Kepala daerah perempuan pertama di Kaltim itu disebut memberikan Rp 5,1 miliar kepada Robin. Sebagian uang tersebut, terang Albertina Ho, diserahkan kepada saksi Maskur Husain selaku pengacara Rita, kurang-lebih Rp 4,88 miliar. Robin mendapat sisanya, sekitar Rp 220 juta.

Uang yang diterima Robin, sebut Dewas KPK, untuk membantu pembuatan memori PK. Memori tersebut diajukan Rita setelah dihukum 10 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 110 miliar dan gratifikasi Rp 6 miliar selama delapan tahun menjabat Bupati Kukar.

Rita Membantah

Rita Widyasari membantah terlibat dalam kasus tersebut. Rita menolak disebut pernah memberi uang Rp 5,1 miliar untuk urusan PK kepada Maskur Husain maupun Robin.

“Bagaimana saya jelaskan, memang saya enggak tahu. Uang kas segitu, saya enggak punya. Kalau aset ada,” kata Rita, seperti ditirukan pengacaranya, Sugeng SH, kepada reporter Media Kaltim (grup kaltimkece.id) di Jakarta. Sugeng sempat menemui Rita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Kamis, 3 Juni 2021, sebelum diwawancarai media ini.

Menurut Sugeng, Rita mengaku ditipu oleh Maskur yang disebut sebagai pengacaranya oleh Dewas KPK. Rita memang pernah memberikan kuasa kepada Maskur untuk menggantikan Sugeng sebagai pengacara dalam urusan PK. Setelah ditelusuri ke kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, nama yang tercantum dalam register PK tetap Sugeng. Tidak ada nama Maskur.

Sugeng tidak menjelaskan alasan Rita mencabut kuasa darinya kemudian menunjuk Maskur untuk mengurus PK. “Bu Rita yang tahu alasannya (penggantian penasihat hukum). Yang pasti, saya enggak tahu sama sekali siapa Maskur,” terang Sugeng.

Sugeng juga memilih tak berkomentar mengenai dugaan adanya hubungan antara Maskur, Azis Syamsuddin, dan Rita. Dalam putusan Dewas KPK, nama Maskur Husain memang muncul pada dugaan suap yang menyeret nama Azis Syamsuddin. Sementara itu, menurut laporan Jaringan Advokasi Tambang terdahulu, Azis Syamsuddin disebut pernah diangkat Rita sebagai komisaris di perusahaan tambang batu bara milik ibu Rita, Sinar Kumala Naga, di Kukar.

Mengenai hal itu, Sugeng mengatakan, Rita dan Azis Syamsudin memang kenal satu sama lain. Tapi itu sebatas terlibat bersama dalam kepengurusan di DPP Partai Golkar.

Perjalanan PK Rita

Sugeng ditunjuk Rita untuk mengurus pengajuan PK. Menurutnya, sidang awal berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Oktober dan November 2019. Bukti baru atau novum yang diajukan mengenai kekhilafan hakim dalam perhitungan penerimaan suap.

Menurut versi Rita, suap yang diterima hanya Rp 60  miliar. Sementara itu, Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan ia menerima Rp 110 miliar. Sugeng mengatakan, ada dobel penghitungan sehingga nilai uang yang diterima adalah Rp 110 dikurangi Rp 49 miliar atau total sekitar Rp 60 miliar. Berkas PK Rita sempat terhambat dikirim ke Mahkamah Agung (MA) karena harus menunggu berkas putusan Khairudin, yang merupakan terdakwa kedua kasus suap Rita.

“Putusan Khairudin diterima PN Pusat sekitar November 2020. Sekarang, berkas  PK-nya sudah masuk MA. Mudah-mudahan enggak sampai sembilan bulan sudah ada putusan,” ucap Sugeng yang terhitung sejak 3 Mei 2021 kembali menangani PK Rita. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar