Kutai Kartanegara

Menyesap Sejuknya Pengelolaan Air Bersih di Desa Saliki di Pesisir Kukar

person access_time 1 year ago
Menyesap Sejuknya Pengelolaan Air Bersih di Desa Saliki di Pesisir Kukar

Sarana Penyedia Air Bersih di Desa Saliki. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID

Sampai enam tahun silam, warga memakai air yang kotor dan kuning. Berakhir ketika  pengolahan air bersih didirikan. 

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Rabu, 24 Agustus 2022

kaltimkece.id Matahari bersinar garang ketika Saliansyah, 36 tahun, tiba di gapura bertuliskan Sarana Penyedia Air Bersih. Kepala Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara, tersebut harus melintasi jalan setengah rusak sepanjang 7 kilometer yang penuh batu kerikil untuk sampai di sana. Setelah menyisihkan sedikit debu yang melekat di kemeja birunya, Saliansyah masuk ke fasilitas tersebut.  

Jumat siang, 22 Juli 2022, Saliansyah yang telah menanti kedatangan reporter kaltimkece.id mengajak berkeliling di instalasi pengolahan air desa. Fasilitas ini berdiri di sebuah lahan yang tanahnya berpasir. Luasnya kurang lebih 1.600 meter persegi, dikelilingi gerombolan pohon nipah dan bakau. Lokasi pengolahan air desa ini dekat sekali dengan garis pantai sebelah timur Kukar. 

Gerbang sebelum memasuki Sarana Penyedia Air Bersih Desa Saliki. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Sebuah sumur bor menjadi tokoh utama Sarana Penyedia Air Bersih Desa Saliki. Sumur itu dalamnya 10 meter. Air dari sumur diisap dengan pompa dan ditampung di tiga tandon 500 liter. Di dalam wadah itu, air dicampur dengan tiga bahan kimia supaya lekas jernih. 

Air kemudian dikirim ke sebuah menara setinggi 10 meter. Menara yang telah dilengkapi penampung ini berfungsi untuk menyaring air. Dari filter tersebut, air mengalir ke lima bak lewat pipa paralon. Setiap bak itu berukuran 3 meter x 3 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Di sini, air diendapkan selama 5-6 jam sebelum dialirkan ke rumah warga. Seluruh mesin yang bekerja di fasilitas ini digerakkan tenaga listrik berdaya 23 ribu watt dari PLN. 

Dari sumur yang dalam, instalasi ini mengirim air ke rumah-rumah warga di Desa Saliki. Warga akan menampung air bersih itu di tandon. Setelah semalam diendapkan lagi, barulah air tersebut bisa dipakai untuk memasak maupun buat minum. Air yang sejuk pun mengucur dari keran-keran di rumah penduduk. 

Distribusi air harus mengikuti jadwal. Masalahnya, seperti dijelaskan Saliansyah, kualitas air dari sumur bor tidak terlalu jernih dan kurang bagus. Air bersih pun hanya dialirkan ke rumah warga enam jam sehari. Tepatnya, pada pukul 07.00-10.00 Wita dan pukul 15.00-18.00 Wita. 

Warga yang menikmati air bersih akan membayar iuran. Harganya Rp 2.500 per meter kubik untuk 10 meter kubik pertama. Apabila pemakaian air lebih dari 10 meter kubik dalam sebulan, jumlah iuran menjadi Rp 3.500 per meter kubik. 

Tandon yang sudah dicampur bahan kimia. Air dari sumur bor dijernihkan di sini sebelum disaring di menara. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Adapun biaya pemasangan pipa, satu rumah cukup mengeluarkan Rp 25 ribu. Saliansyah menjelaskan, jumlah pelanggan air bersih saat ini 370 rumah di empat RT. Dua RT lagi disebut segera menerima layanan air bersih ini. Dengan demikian, air bersih akan dinikmati enam RT dari 11 RT di Desa Saliki. 

Sarana Penyedia Air Bersih Desa Saliki adalah unit usaha yang dinaungi badan usaha milik desa (bumdes). Namanya Bumdes Mekar Sejati. Pengelolaannya diawasi Pemkab Kukar secara berkala. Pengurus intinya adalah staf Kantor Desa Saliki. Bumdes ini mempekerjakan empat karyawan. Mereka digaji Rp 2 juta per bulan per orang. 

Omzet bumdes dari berbagai lini usaha, termasuk penyediaan air bersih, mencapai Rp 400 juta per tahun. Pada 2021, Bumdes Mekar Sejati membukukan laba Rp 120 juta. Sisa hasil usaha itu diserahkan kepada pemerintah desa sebesar Rp 24 juta. Sedangkan 30 persen dari laba dikembalikan ke Bumdes. Sisanya dibagikan kepada fasilitas pendidikan, rumah daerah, dan lain-lain. 

Maria, 41 tahun, adalah warga Desa Saliki yang merasakan manfaat air bersih. Ibu dua anak itu lahir di Kutai Lama, Anggana. Ia tinggal di RT 3 dan bekerja sebagai kepala SD 022 Dusun Nilam di Desa Saliki. Maria sudah mendiami desa tersebut sejak masih bayi. Ayahnya dulu bekerja untuk Vico Indonesia, perusahaan migas yang beroperasi di Muara Badak. 

Sebelum sarana air bersih ini beroperasi, warga menggunakan air sumur bor milik perusahaan. Airnya kotor dan berwarna kuning. Maria ingat, ayahnya harus mengendapkan air sampai sepekan di dalam belasan drum baru bisa digunakan. 

“Makanya dulu, banyak warga yang pakaiannya kekuning-kuningan,” tutur Maria. 

Maria, warga yang sudah tinggal di Desa Saliki selama 40 tahun. Sangat gembira menikmati air bersih di desa itu. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Kehidupan sekarang sudah berubah. Air bersih tersedia setiap hari. Warga hanya perlu mengendapkannya semalam. “Sekarang, warga cukup memiliki tandon 1.200 liter. Tidak perlu lagi puluhan drum seperti dulu hanya untuk mengendapkan air,” ucap Maria lalu tersenyum.

Saliansyah selaku kepala desa membenarkan. Sebelum 2016, warga terpaksa menggunakan air yang tak layak konsumsi. Persoalan air bersih merupakan masalah utama desa. Itu sebabnya, Saliansyah mengusung ide penyediaan air bersih dalam kampanyenya tatkala maju sebagai calon kepala desa pada 2013. 

Mengalir Sampai Jauh

Desa Saliki berdiri di kecamatan penghasil minyak dan gas bumi di pesisir Kukar. Wilayah ini masuk Blok Sangasanga, area pengeboran migas yang dioperatori Vico Indonesia sampai 2018. Setelah itu, peran operator diambil alih Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS). 

Ada 11 RT di Desa Saliki. Empat RT berdiri di pusat desa. Dua RT yang lain sedikit di luar pusat desa. Dua RT lagi adalah areal perkebunan kelapa sawit. Sementara tiga RT yang terakhir berbeda daratan. Letak permukiman itu di pulau-pulau yang berjarak puluhan kilometer dari pusat desa. Berpenduduk lebih dari 5.000 jiwa, Saliki merupakan desa terluas di Muara Badak. Wilayahnya mencapai 18 ribu hektare yang terdiri dari beberapa pulau kecil. 

Sembilan tahun silam, pada 2013, Saliansyah terpilih sebagai kepala Desa Saliki. Pekerjaan pertama yang ia lakukan adalah menepati janji politiknya. Ia meminta bantuan kepada pemerintah agar menyediakan instalasi pengolahan air bersih. Usulan itu belum dijawab hingga beberapa tahun kemudian. 

Sampai pada 2016, Vico Indonesia yang waktu itu masih beroperasi di Muara Badak, mendengar rencana Saliansyah. Perusahaan membantu lewat dana corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan sebesar Rp 208 juta. Dana CSR itu dipakai untuk pembuatan pagar, bak penampungan air, dan membeli pompa air. 

Pada tahun pertama, Sarana Penyedia Air Bersih hanya melayani 30 rumah. Ternyata, sukar sekali mengajak warga untuk berlangganan. Padahal air dari sumur sudah jernih. Rupanya masih banyak penduduk yang menganggap air bersih dari instalasi pengolahan sama dengan air yang mereka gunakan. 

“Dulu, rasanya setengah mati mengajak warga agar mau berlangganan air bersih,” kenang Saliansyah. 

Kepala Desa Saliki, Saliansyah. Berjuang membangun sarana penyedia air bersih bagi desanya. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Kepala desa tak berkecil hati. Saliansyah mulai memasang pipa ke beberapa rumah. Warga yang menerima air bersih itu ternyata puas. Akhirnya, strategi pemasaran yang paling ampuh itu berlaku juga. Dari mulut ke mulut, air bersih yang murah dan tersedia setiap hari, bahkan saat kemarau, mulai tersiar luas. Pemasaran secara mouth to mouth itu mengundang ratusan warga yang lain menjadi pelanggan. Bantuan dana pemerintah pun mulai berdatangan. 

Hanya dalam setahun, Saliki meraih penghargaan terbaik kedua sebagai desa di Kutai Kartanegara pada 2017. Desa ini dianggap mampu menyediakan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat. Desa juga menerima bantuan Rp 1,5 miliar. Dana itu digunakan untuk membangun pipa ke sekujur kampung. Dari instalasi tersebut, air bersih akhirnya mengalir sampai jauh di Desa Saliki. 

Merentang Sayap Bisnis Air Minum

Naluri bisnis Bumdes Mekar Sejati terus bekerja. Air dari sumur bor adalah bahan baku air minum. Setelah berhasil menyediakan air bersih ke rumah-rumah penduduk, Bumdes mendirikan depo air minum pada 2021. Namanya Siaga RO, kependekan dari reverse osmosis

RO atau osmosis terbalik sering digunakan untuk mengolah air di kapal. Sistem ini menyaring molekul besar di dalam air sehingga air aman dikonsumsi. RO juga mampu menyaring ion sehingga menghasilkan air yang murni dan baik bagi kesehatan.

Depo Siaga RO memproduksi air isi ulang yang siap minum. Pasarnya adalah masyarakat setempat. Bumdes telah berencana memproduksi air minum kemasan galon. Mereka masih mengurus badan hukumnya di kementerian. Jika urusan itu selesai, air minum dalam kemasan galon akan dijual kepada perusahaan yang beroperasi di Muara Badak. 

Depo Siaga RO milik Bumdes Mekar Sejati. Didirikan pada 2021 dan segera memproduksi air minum kemasan. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

"Air minum dari Depo Siaga RO telah diuji di laboratorium Puskesmas Muara Badak dan Dinas Kesehatan Kukar,” demikian Masyur Amhas, kepala Unit Water Supply System, Sarana Penyedia Air Bersih Desa Saliki. Masyur bersama anaknya juga menjadi operator yang mengawasi sarana tersebut. 

Hari ini, Depo Air Minum Siaga RO mampu menjual 90 galon ukuran 19 liter setiap hari. Harga satu galon air mineral Rp 4.000, sudah termasuk ongkos kirim ke rumah. Sedangkan untuk air reverse osmosis, harga per galonnya Rp 7.000, juga diantarkan ke rumah. 

Infografik Air Bersih Mengalir Sampai Jauh di Desa Saliki. DESAIN GRAFIK: M IMTINAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Dukungan Pertamina Hulu Sanga-Sanga

Mulai bekerja pada 2018, PHSS mendapati bahwa usaha pengolahan air bersih di Desa Saliki sedang berkembang. Kepada kaltimkece.id, Elis Fauziyah, Head Communication Relation and Community Involvement & Development Pertamina, Regional 3 Kalimantan, Zona 9, memaparkan keterlibatan perusahaan. 

"Konsepnya adalah kolaborasi. Ada peran desa, pemerintah, serta CSR. Alhamdulillah, Desa Saliki sudah mempunyai bumdes yang memiliki kapasitas untuk pengelolaan organisasi. Melalui mereka-lah, pengelolaan air bersih ini bisa berhasil," jelas Elis. 

PHSS kemudian mendampingi bumdes lewat berbagai pelatihan pengelolaan keuangan dan administrasi. Ketika ada sebuah permasalahan, solusinya dicari bersama-sama. Elis mengakui, peran swadaya masyarakat sangat besar dalam pengembangan bumdes ini. 

Elis Fauziyah, Head Communication Relation and Community Involvement & Development, Regional 3 Kalimantan, Zona 9, Pertamina Hulu. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

“Kami berharap, apa yang telah kami berikan dapat membawa manfaat besar bagi masyarakat di ring satu perusahaan," sambungnya.  

Baca juga:

Sejuknya air bersih di Desa Saliki menyajikan pelajaran yang amat berharga. Tak ada masalah yang dihadapi warga, sesukar apapun itu, yang tak bisa dipecahkan. Formulanya sederhana sekali; kehadiran pemerintah + keterlibatan perusahaan + partisipasi warga + transparansi. Hasilnya pasti selalu sama; kemaslahatan masyarakat. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar