Lingkungan

Momen Bersejarah Agus Bei, Peraih Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan Pertama dari Kaltim

person access_time 3 years ago
Momen Bersejarah Agus Bei, Peraih Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan Pertama dari Kaltim

Agus Bei saat menerima penghargaan dari Presiden Joko Widodo pada Agustus 2017 silam. (istimewa)

Agus Bei merupakan sosok yang aktif dalam pelestarian hutan mangrove di Balikpapan sejak 2001.

Ditulis Oleh: Samuel Gading
Senin, 08 Maret 2021

 

kaltimkece.id Waktu menunjukkan pukul 08.30 WIB. Agus Bei berulang kali melirik arloji di tangan kanannya yang sudah berkeringat. Dadanya berdegup hebat. Di hadapannya, berdiri Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang telah menanti memberi penghargaan Kalpataru. Agus merupakan satu di antara penerima penghargaan tersebut yang telah hadir di Istana Negara.

“Waktu itu, saya sangat gugup dan merasa bangga pada saat bersamaan,” terang Agus Bei kepada kaltimkece.id, mengenang pengalaman berharga pada Agustus 2017 itu, ditemui di Posko Mangrove Center, Perumahan Graha Indah, Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan, Minggu, 7 Maret 2021.

Kemunculan Agus Bei dalam daftar penerima penghargaan, bukan tanpa sebab. Pada Januari 2017 ia dinominasikan dalam penghargaan Kalpataru, penghargaan tertinggi dalam pelestarian lingkungan di Indonesia.

Saat itu, Agus menerima surat pemberitahuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI bahwa ia masuk daftar nominasi 20 calon penerima Kalpataru. Agus memang telah sejak 2001 bergelut dalam pelestarian hutan mangrove di Balikpapan. Melalui surat itu pula, disampaikan bila KLHK bakal mengutus tiga orang meninjau Mangrove Center yang dikelolanya, sebulan kemudian.

Bulan berganti, perwakilan KLHK akhirnya datang juga. Tiga utusan tersebut datang memverifikasi data Mangrove Center selama dua hari. Agus juga diminta membuat satu matriks berisikan pertanyaan dan data lengkap.

“Saya buat itu matriksnya. Satu pertanyaan jawabannya tiga lembar. Bukunya sekitar 75 halaman. Seperti tesis,” ucap Agus kepada kaltimkece.id.

Saat itu, Agus merupakan 1 dari 53 nama yang tengah diseleksi untuk masuk nominasi dari seluruh Indonesia. Pada tahapan pertama, nama yang ditinjau bakal dikerucutkan menjadi 20, sebelum dimunculkan hanya 10 orang penerima Kalpataru.

“Dan untuk menentukan (10 orang) itu katanya di sidangkan semua di Jakarta,” ucap Agus.

 Setelah kedatangan perwakilan KLHK pada Februari 2017, Agus baru kembali menerima kabar dua bulan kemudian. Dalam surat yang ia terima itu, disebutkan bahwa Agus masuk nominasi 20 besar dan akan disidangkan.

Berselang dua bulan, kabar yang mengharukan kembali diterima dari KLHK. Agus Bei resmi menjadi penerima penghargaan Kalpataru dengan kategori Perintis Lingkungan. “Waktu mendapat surat itu, saya tidak percaya itu dari pemerintah, soalnya saya menunggu Pemkot atau Provinsi yang memberi tahu,” kenang Agus.

“Betul-betul tidak ada direncanakan, atau berambisi mendapatkan, tidak ada pikiran sama sekali,” sambungnya.

Pemerintah Daerah Sempat Tidak Tahu

Tiga bulan sejak menerima surat dari KLHK itu, Agus tak kunjung mendapatkan kabar dari pemerintah daerah. Hingga H-3 jelang pemberian penghargaan, Agus berinisiatif mengabari Pemprov Kaltim. Disusul Pemkot Balikpapan H-1 jelang keberangkatan.

“Saya tidak dikabari sama sekali soal persiapan (berangkat), jadi saya inisiatif saja mendatangi. Pas saya temui mereka malah kelabakan. Untung (acara) diundur jadi Agustus,” ucapnya.

Pada 1 Agustus 2017, Agus berangkat ke Jakarta. Seluruh biaya ditanggung salah satu BUMN atas permintaan Pemprov Kaltim. Ia terbang berdua istrinya yang begitu tiba, langsung di arahkan ke hotel oleh protokoler kepresidenan. 

“Karena saya kategori penerima pribadi, kami (hotelnya) ditanggung kementerian semua. Tinggalnya dipisah dan tidak boleh dicampur sama penerima kabupaten/kota. Sampai sana pun semuanya harus clean. Ada safety briefing,” urainya.

Dua hari menjelang kegiatan, Agus menerima arahan dengan ketat. Banyak protokol, bahkan geladi resik diikuti. “Sebentar-bentar briefing. Ada terus pokoknya. Sampai pakaian yang dikenakan juga harus pakaian adat,” ucap Agus.

Pakaian Adat Kutai bernama Miskat menjadi pilihan Agus saat itu. Alasannya, waktu itu Balikpapan belum mempunyai baju adat khas yang kini dikenal sebagai Takuwo. Baju Miskat tersebut, katanya, menjadi pilihan karena simpel dan mudah dikenakan.

Kategori Perintis Pertama di Kaltim

Di Istana Negara, Agus duduk di barisan depan. Persis di depan panggung bersama 10 penerima Kalpatru lainnya. Dibagi kategori Pembina Lingkungan, Penyelamat Lingkungan, dan Perintis Lingkungan.

Agus mendapat giliran kedua menerima langsung penghargaan Kalpataru yang pada tahun itu, hanya ada dua untuk Kategori Perintis Lingkungan. Selain Agus, peraih lainnya adalah Anuar dari Sumatera Utara.

Untuk mendapatkan kategori ini disebut sangat berat. KLHK memberi kriteria kategori perintis lingkungan hanya untuk warga, bukan PNS atau tokoh organisasi formal yang berhasil merintis pengembangan dan melestarikan fungsi lingkungan hidup secara menonjol luar biasa. Juga merupakan kegiatan baru bagi daerah atau kawasan yang bersangkutan.

“Dan alhamdulillah saya disebut menjadi penerima Kategori Perintis Lingkungan dari Kaltim,” ucap Agus.

Pesan Khusus Jokowi

Setelah beberapa saat, tiba juga giliran Agus dipanggil namanya menerima piala berlapis emas 30 Gram dengan kadar 18 karat tersebut. Sesaat sebelum menerima piala, Agus mendapat pesan langsung dari Jokowi.

“Pak Jokowi bilang ke saya, jangan pernah bosan menginspirasi banyak orang, ya,” ucap Agus Bei penuh haru.

Menerima penghargaan lingkungan tertinggi, Agus mengaku tidak ingin puas. Ia menyadari tanggung jawab sebagai penerima Kalpataru cukup berat. Apalagi dengan tahapan selanjutnya sebagai penggiat lingkungan adalah menyebarluaskan pemahaman soal menjaga hutan mangrove dan lingkungan bisa kepada masyarakat banyak.

Agus pun saat ini mencoba melakukan digitalisasi dan menciptakan konten-konten edukasi penanaman serta pemahaman di YouTube. Ia juga berencana menginisiasi podcast yang membicarakan korelasi antara iman dan menjaga lingkungan.

“Bukan pialanya saja yang berat, tanggung jawab tidak berhenti di permasalahan seremonial saja,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar