Lingkungan

Pemprov Mulai Berani Tutup Tambang Bermasalah

person access_time 5 years ago
Pemprov Mulai Berani Tutup Tambang Bermasalah

Foto: Mongabay

Langkah konkret permasalahan tambang di Kaltim mulai terjawab. Tapi publik belum sepenuhnya lega.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Selasa, 12 Februari 2019

kaltimkece.id Pertambangan di Bumi Etam bak pedang bermata dua. Di satu sisi menjadi salah satu komoditas ekonomi, di sisi lainnya, pengelolaan tambang kerap menimbulkan bencana. Sebut saja 32 korban meninggal tenggelam di kolam bekas galian tambang, hingga putusnya akses masyarakat akibat praktik yang terlalu dekat fasilitas publik.

Pemprov Kaltim mulai tegas. Tambang-tambang nakal ditindak. Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menuturkan, pada 2019 sudah dua perusahaan dicabut izinnya. “Jangan lagi karena satu perusahaan nakal, yang merasakan masyarakat umum,” ujarnya saat sambutan seminar tentang energi terbarukan, Selasa 12 Februari 2019.

Menurut Hadi, landasan Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah dan Permen ESDM 43/2015 tentang Tata Cara Penertiban IUP Minerba, menjadikan Pemprov garda terdepan penertiban tambang nakal di daerah.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM Kaltim Wahyu Widi Heranata, menyebut dua perusahaan ditutup adalah PT Sanga Sanga Perkasa (SSP) dan sebuah tambang ilegal di Desa Manunggal Jaya, Kutai Kartanegara. Izin PT SSP tak diperbanjang lantaran penolakan warga RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam, Sangasanga, Kukar. Sedangkan tambang ilegal di Desa Manunggal Jaya, sudah ditanganj pihak berwajib. “Warga menolak lantaran jarak tambang ke permukiman cukup dekat,” ujarnya.

Menurut Didit, meski citra tambang batu bara selama ini tak cukup bagus, ada beberapa perusahaan menerapkan good mining practice alias praktik penambangan yang baik. Ia mencontohkan perusahaan CV Artha Pratama Jaya.

“Ada di kilometer 38 Samarinda-Balikpapan, sebuah perusahaan melakukan back filling atau melakukan penutupan lubang tambang,” ujarnya. Rencananya, setelah perusahaan yang izinnya habis akhir 2019 itu menimbun kembali lubang tambang, lahan akan digunakan untuk peternakan sapi.

Upaya pengawasan terus dimaksimalkan. Ada 38 inspektur tambang dikerahkan. Dengan 149 izin usaha petambangan produksi dan menghasilkan batu bara, keseluruh inspektur mesti jeli. “Mereka harus tahu sejauh mana kemampuan IUP yang mereka awasi,” terangnya. “Termasuk pemantauan pit (lubang galian tambang) di bawah 500 meter dari fasilitas publik, Wajib ditutup.”

Menurut dia, peristiwa longsor di RT 9, Jalan Kawasan, Kelurahan Jawa, Sangasanga, dampak operasi tambang batubara PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), cukup jadi pelajaran. Longsor akibat aktivitas PT ABN menyebabkan enam rumah ambles dan jalan putus, November 2018 lalu.

Yang jelas, tambah Didit, skala prioritas Pemprov adalah menutup lubang tambang yang jaraknya di bawah 500 meter dari fasilitas umum.

Kurang Anggaran, Lapor Menteri

Data yang dihimpun Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kaltim, jumlah lubang tambang di Bumi Etam mencapai 1.735 lubang. Dengan jumlah 38 inspektur tambang, rasanya tidak cukup mengawasi maksimal. Padahal, jumlah minimal pengawasan tiap tahunnya adalah empat kali. “Anggaran pengawasan tahun ini hanya Rp 650 juta. Dan hanya bisa satu kali pengawasan setahun,” terang Didit.

Dinas ESDM telah melapor ke Kementerian ESDM terkait hal itu. Sinyal positif mencuat dari pusat. Pada 15 Februari 2019, Menteri ESDM Ignasius Jonan dijadwalkan ke Kaltim. “Sudah direspons Pak Menteri,” ujarnya.

Samarinda Prioritas

Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang mengapresiasi langkah Pemprov Kaltim mencabut dua tambang di Kukar. Namun, menurut dia hal itu belum maksimal jika ditinjau amanat UU 23/2014 dan Permen ESDM 43/2015. Ada Ratusan IUP bermasalah di tujuh kabupaten/kota Kaltim yang seharusnya ikut dicabut izin-izinnya.

“Permasalahannya beragam. Mulai tumpang tindih, baik di kawasan hutan konservasi maupun dengan izin lain (sawit, tambang , waduk, zona pertanian produktif). Selain itu lubang tambang yang merenggut nyawa manusia,” ujarnya.

Menurut Rupang, sanksi yang dijatuhkan mesti memberi jera. Jangan sekadar normatif. Sanksi pencabutan izin, dinilai mengembuskan angin perubahan. “Pemilik IUP itu nyaris semua tajir. Kalau hanya disuruh bayar denda dan melengkapi, mereka pasti sanggup,” tuturnya.

Kendati demikian, dalam kacamata Jatam, pemantauan dan penutupan lubang tambang sebaiknya diprioritaskan di Samarinda. Pasalnya, dari 32 korban meninggal di kolam bekas galian tambang, mayoritas terjadi di ibu kota provinsi ini. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar