Mahakam Ulu

Menjajal Riam-Riam Sungai Kacu di Long Apari dan Masa Depan Arung Jeram serta Pariwisata Mahulu

person access_time 3 years ago
Menjajal Riam-Riam Sungai Kacu di Long Apari dan Masa Depan Arung Jeram serta Pariwisata Mahulu

Jeram di Sungai Kacu atau Sungai Kasau, Long Apari, Mahakam Ulu (foto: Giham for kaltimkece.id)

Nun jauh di pedalaman hutan Kalimantan, mengalir Sungai Kacu, anak Sungai Mahakam. Jeram-jeramnya begitu menantang.

Ditulis Oleh: Robithoh Johan Palupi
Selasa, 13 Oktober 2020

kaltimkece.id Adrianus Liah Belawing tak henti-hentinya waspada. Ia memang baru saja berhasil mengarungi jeram Lubang Harimau bersama koleganya, Daniel Tubong. Akan tetapi, kali ini lokasinya berbeda. Liah harus menaklukkan jeram-jeram di Sungai Kacu (Kasau), anak Sungai Mahakam, di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu. Sendirian pula.

Pertengahan September 2020 di kecamatan paling hulu di Sungai Mahakam, Liah bersiap di atas perahu kayak berpenumpang tunggal. Anggota komunitas arung jeram di Mahakam Ulu, Giham, ini, hanya bermodal memori dari hasil scouting singkatnya. Pengamatan sebelum terjun ke sungai memberikannya Liah jalur kayak, arah kayuhan dayung, dan detail untuk mengendalikan kayak.

Pengarungan penuh risiko itu tidak benar-benar mulus. Kayak yang dinaiki Liah terbalik di jeram terakhir. Tim penyelamat dengan sigap melemparkan tali pengaman. Liah selamat dengan goresan di bagian luar helmnya sebagai oleh-oleh hari itu.

Risiko kayak maupun perahu karet untuk terbalik dalam pengarungan di jeram adalah keniscayaan. Bahkan untuk seorang Liah sebagai rafter (atlet arung jeram) berpengalaman di Mahakam Ulu. Olahraga arus deras ini sudah diakrabinya sejak enam tahun belakangan. Pengetahuannya akan rintangan transportasi air berupa jeram-jeram di sepanjang aliran Sungai Mahakam sudah di level hapal di luar kepala. Sebagai putra Mahulu, Liah melintasi jeram dengan reputasi menyeramkan seperti Riam Panjang atau Riam Udang. Kedua riam ini merupakan sajian wajib kala hilir-mudik di aliran Sungai Mahakam.

kaltimkece.id berkesempatan mengarungi di Sungai Kacu (penyebutan dalam bahasa lokal untuk Sungai Kasau) pertengahan September lalu. Aliran sungai yang bermuara di Sungai Mahakam itu masuk wilayah Kecamatan Long Apari. Pusat kecamatan ini dicapai dalam waktu 7-9 jam dari ibu kota kabupaten di Ujoh Bilang, Long Bagun, menggunakan angkutan longboat.

Sungai Kacu berada di ketinggian lebih 300 meter di atas permukaan laut. Lebar sungai lebih-kurang 20 meter. Kombinasi badan sungai ini komplet membentuk jeram-jeram dengan kesulitan level menengah hingga tinggi. Potensi seperti yang tersaji di Sungai Kasau lazim ditemui di anak-anak Sungai Mahakam. Jenis Sungai Kacu banyak didapati di Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai.

Keberadaan jeram-jeram itu kini mulai dilirik Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu sebagai potensi wisata. Puluhan anak sungai tersebut hingga kini belum dieksplore dan dipetakan potensinya. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Mahulu ataupun Giham.

Prestasi Tinggi Arung Jeram Mahulu

Pengetahuan seperti itu tidak hanya milik Liah seorang. Rekan-rekan sejawatnya di komunitas Giham, Mahakam Ulu, punya rekam memori yang tak kalah kuat akan cerita-cerita di dua jeram yang kesohor itu.

Giham, juga berarti jeram, adalah komunitas yang dibentuk pada 2015. Komunitas ini menjadi penyuplai atlet-atlet cabang olahraga arung jeram bagi FAJI Mahakam Ulu juga Kalimantan Timur. Meski lahir baru lima tahun lalu, FAJI Mahulu tidak bisa dianggap sebelah mata. Beragam prestasi telah ditorehkan. Mulai dari level lokal Kaltim, hingga internasional.

Di level Kaltim, FAJI Mahulu berprestasi saat Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2018 di Kutai Timur dengan menggondol satu medali emas. Dalam kejuaraan nasional mewakili Kaltim, predikat pertama diraih. Seperti pada kejuaraan nasional 2017 di Sungai Pekalen, Probolinggo, Jawa Timur, tim FAJI Mahulu menggapai juara umum nasional. Mereka berhak mewakili Indonesia di ajang World Rafting Championship di Argentina pada 2019.

Sayangnya, keberangkatan ke kejuaraan prestisius itu gagal terwujud. Tim terkendala ketersediaan dana untuk berangkat ke Negeri Tango. Sementara itu, pada World Cup Rafting di Sungai Siloke 2019, tim FAJI Mahulu masih bisa unjuk gigi dengan merebut satu perak.

“Pada awal-awal belajar, kami belum punya perahu (karet). Kami belajar di atas rakit hanya untuk belajar mendayung,” ungkap Yuliana Kavang, seorang atlet FAJI Mahulu.

“Bakat alam,” begitu jawab Liah, yang juga pelatih FAJI Mahulu, kala disinggung kunci sukses anak didiknya. “Saya hanya perlu sedikit saja membekali atlet-atlet dalam hal teknik dasar. Mereka sangat mudah berimprovisasi, seperti pembacaan arus (sungai), mereka sudah punya kemampuan alami,” jelas alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Samarinda, tersebut.

“Kesulitan kami tentu saja akses menuju start point. Untuk mencapai lokasi, perlu biaya besar karena belum semuanya bisa diakses dengan jalur darat. Di Sungai Kacu ini, kami harus membawa perahu karet dan perlengkapan dengan ketinting (perahu kayu bermesin tempel),” terang Liah Belawing.

Dukungan Pemerintah

FAJI Mahulu beruntung bisa mendapat dukungan penuh dari ketua umum FAJI Mahulu, Novita Bulan. Perempuan yang lahir di Tiong Ohang, Long Apari itu, saat ini duduk sebagai ketua DPRD Mahulu. Dukungan pendanaan untuk perlengkapan dan beragam kegiatan diberikan.

Novita Bulan mengatakan, anak-anak muda Mahulu yang tergabung dalam Giham sangat serius ketika membangun organisasi. “Mereka juga begitu serius meminta saya menjadi ketua umum. Saya dengan tangan terbuka menyambut kepercayaan itu. Sejauh ini, Giham dan FAJI telah mampu membayar kepercayaan saya,” ungkapnya.

“Saya ikut mengupayakan bantuan pendanaan dari Pemkab Mahulu. Itu yang mungkin saya bisa lakukan sejauh ini,” lanjut Novita Bulan (simak video Sungai Kacu di bawah ini).

Potensi besar dunia pariwisata di Mahulu juga sudah disadari Bonifasius Belawan Geh. Bupati Mahulu periode 2016-2021 ini menganggap kabupaten memerlukan ikon yang bisa mewakili daerah di level nasional bahkan internasional. Bupati sadar bahwa membangun pariwisata tidak semudah yang dibayangkan. Infrastruktur pendukung juga harus disiapkan.

“Saat ini, konsentrasi kami masih dalam hal infrastruktur dasar masyarakat. Jalan darat di Mahulu belum semuanya bisa mengakses dan menyambungkan semua kampung. Pariwisata sangat perlu kesiapan akses transportasi. Bagaimana mungkin kami bisa melayani wisatawan dengan baik kalau transportasi belum tersedia?” begitu kata Bonifasius Belawan Geh.

Walaupun demikian, Bupati yakin pariwisata di Mahulu sangat berpotensi dikembangkan. “Lagi pula, sebagian besar wilayah Mahulu masih alami. Wisata alam ini bisa dikolaborasikan dengan memancing, arung jeram, hingga wisata budaya,” tutupnya. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar