Pendidikan

Wawancara Eksklusif Mahasiswi yang Dituduh Berbuat Mesum ketika KKN di Desa P

person access_time 5 years ago
Wawancara Eksklusif Mahasiswi yang Dituduh Berbuat Mesum ketika KKN di Desa P

Ilustrasi (karya Karen Arnold dari Pixabay)

Mahasiswi yang dituding berbuat mesum saat KKN buka-bukaan menjawab tuduhan miring. Ia mengaku dijebak. kaltimkece.id berhasil mendapatkan wawancara secara eksklusif.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Selasa, 03 September 2019

kaltimkece.id Dugaan mesum dalam program kuliah kerja nyata (KKN) menerpa seorang mahasiswi Universitas Mulawarman. Yuli, panggil saja demikian, disebut berbuat asusila bersama rekan sekelompok, sebut Romi saja namanya. Tengara ini mengemuka setelah beredar catatan kepala Desa P di Kecamatan T, Kabupaten Berau, tempat Yuli dan kolega melaksanakan KKN.

Sejak syak-wasangka mesum menerpa, Yuli mengaku tidak bisa tidur. Ia juga menghindari permintaan wawancara media. Namun, setelah menimbang masak-masak, Yuli bersedia memberikan konfirmasi. Ada dua alasan Yuli memilih media siber ini untuk bersuara. Pertama, sebagai mahasiswi yang sering membaca berita, Yuli adalah penggemar karya-karya jurnalistik kaltimkece.id. Dia juga punya cita-cita menjadi seorang jurnalis.

Alasan kedua, Yuli menganggap pemberitaan kaltimkece.id  bertajuk Duduk Perkara Dugaan KKN Mesum Di Desa P, Cinta Lokasi Berujung Kesalahpahaman, sangat berimbang dan sesuai kode etik jurnalistik sepanjang yang ia ketahui.

Yuli menepati janji temu dengan reporter kaltimkece.id pada Selasa siang, 3 September 2019. Kami bertemu di sebuah taman di Samarinda. Gambaran singkat tentang Yuli, ia perempuan muda berkulit cerah dengan wajah yang elok. Penampilannya sederhana. Saat diwawancara, Yuli mengenakan kerudung hitam yang dipadu-padankan dengan kemeja tunik bermotif garis-garis putih dan biru. Serasi dengan celana panjang karet. Ia memilih sepatu kets berwarna zebra untuk menutupi kaus kaki putihnya.

Kami duduk di bawah pohon yang rindang. Setelah berbasa-basi sejenak, Yuli memulai cerita. Kutipan wawancaranya utuhnya ditampilkan berikut ini (kaltimkece.id memperbaiki struktur kata di beberapa kalimat Yuli agar pembaca lebih mudah memahami konteks).

Sebelumnya menolak, mengapa Anda akhirnya bersedia diwawancarai?

Sebetulnya, aku merasa lega setelah membaca berita kaltimkece.id semalam (Senin, 2 September 2019). Aku merasa plong dan bisa tidur nyenyak. Sudah beberapa hari ini, aku enggak bisa tidur nyenyak karena isu itu. Hari ini, aku siap bercerita semuanya. Aku juga berterima kasih telah diberi kesempatan untuk mengungkapkan yang terjadi sebenarnya.

Silakan mulai cerita versi Anda…

Cerita ini dimulai 29 Juni (2019) atau awal Juli. Dari Samarinda, kami bertiga berangkat sama-sama. Perempuan semua. Kami baru bertemu dua anggota kelompok yang laki-laki di Berau. Mereka berdua memang orang Berau. Sebelum ke Desa P, kami lebih dahulu ke Tanjung (Redeb). Di Tanjung, kami berlima mengikuti pelepasan peserta KKN Angkatan 45 Unmul di Kantor Bupati Berau.

Lalu?

Kami berlima (bukan enam, seperti berita kaltimkece.id terdahulu) menuju Desa P di Kecamatan T. Naik mobil kira-kira selama empat jam dari Tanjung Redeb. Kami sampai di Desa P pada 3 Juli. Di sana, sudah disiapkan posko. Dulunya, posko ini adalah puskesmas desa. Posko KKN itu terdiri dari ruang tamu, lima bilik, dapur, serta satu kamar mandi yang terpisah di luar bangunan. Hampir seluruh cerita KKN kami sebenarnya ada di posko ini.

Seperti KKN umumnya, pasti ada program kerja, bukan?

Ya, benar. Kami berlima pada awalnya solid sekali. Kami bahu-membahu mengerjakan program kerja, termasuk bersih-bersih rumah. Seiring berganti hari, aku mulai merasa sikap tiga anggota kelompok yang lain (kecuali Romi yang sempat disebut menjadi kekasih Yuli) berubah.

Berubah, maksudnya?

Contohnya begini, kalau pergi ke suatu tempat, mereka tidak mengajak kami. Mereka pergi bertiga saja. Jadinya, tinggal aku dan Romi di posko.

Jadi berduaan di posko itu tidak disengaja?

Begitulah. Dari sinilah, desas-desus kami (Yuli dan Romi) berbuat mesum bermula. Ada yang bilang pernah melihat aku dan Romi mesum. Padahal, enggak pernah kami seperti itu. Kami memang pernah berboncengan naik motor, tapi tidak bergandengan atau berpegangan tangan. Apalagi ketika berjalan di lingkungan masyarakat. Kami sangat menjaga hal seperti itu. Lagi pula, kami tidak  memiliki hubungan apapun. Hanya berteman. Kami berdua punya pacar masing-masing (mata Yuli mulai berkaca-kaca saat bercerita).

Kemudian?

Yang aku tahu, aku ini lemah bulu. Saat KKN itu, aku beberapa kali kemasukan. Nah, Romi menunjukkan perhatian lebih. Mungkin, teman-teman yang lain menganggap ada sesuatu di antara kami. Soal kerasukan ini, aku juga berpikir, teman-teman jadi tidak nyaman. Mereka jadi memilih bermalam di rumah warga. Jadi di posko, hanya aku dan Romi.

Keadaan yang begini membuat permasalahan di dalam kelompok. Ada kesalahpahaman seperti tidak ada konfirmasi antara satu dan yang lain. Ketika menghadapi masalah, tidak langsung diselesaikan. Singkatnya, ada kecemburuan sosial yang dirasakan salah satu anggota kelompok.

Memangnya ada apa dengan anggota kelompok yang lain?

Jika benar-benar care dengan aku dan Romi, seharusnya mereka tidak ikut mencari-cari kesalahan. Tapi mereka melaporkan kami ke kepala kampung dengan dugaan mesum itu. Dengan bukti yang mereka miliki. Aku sadar, psikologi mereka tertekan karena desas-desus warga membicarakan aku dan Romi. Mereka juga khawatir ikut terseret dan tak diberi nilai (karena isu mesum).

Kabarnya, salah satu bukti itu adalah foto Anda sedang tidur bersama Romi?

Aku harus jelaskan duduk perkaranya. Ini tidak seperti yang orang bayangkan. Benar bahwa di foto itu, kami berdua tidur di atas kasur yang sama di bilik aku. Foto itu, sepertinya diambil setelah kami melakukan kegiatan. Waktu itu, aku izin pulang duluan ke posko. Kepalaku sakit. Sementara itu, teman-teman ke rumah Pak Kepala Desa. Romi menyusul pulang ke posko. Mungkin dia khawatir aku sendirian di posko. Romi memang yang paling peduli.

Soal tidur bersama tadi?

Sampai di posko, Romi menemani sampai aku ketiduran. Di situ, Romi juga mengaku ketiduran. Di sinilah, Romi merasa dijebak karena ada foto itu. Padahal, ketika kami ketiduran, pintu posko terbuka. Orang pasti bisa melihat jika kami berbuat sesuatu. Faktanya, kami masih berpakaian lengkap. Kami berdua menunggu mereka (anggota kelompok yang lain) pulang sampai pukul dua dini hari. Kami juga waswas. Takut disangka berbuat macam-macam di posko. Ternyata, mereka bertiga tidak pulang ke posko. Mereka tidur di rumah warga.

Jadi siapa yang mengambil foto itu?

Aku tak mau menuduh siapa-siapa. Yang jelas, foto itu tersebar. Lalu, ketiga teman yang lain melapor kepada kepala desa. Aku kecewa dengan sikap kepala desa. Aku kecewa laporan itu diterima mentah-mentah. Tidak ada konfirmasi kepada kami berdua. Kami seperti korban. Seharusnya, jika memang aku dan Romi dianggap berbuat salah, teman-teman menegur. Bukannya menjauhi atau sering meninggalkan kami di posko.

Soal kepala desa yang tidak memberi Anda nilai?

Kepala kampung memang berkomunikasi kepada kami mengenai kolom kosong di lembar penilaian itu. Menurut kepala kampung, nilai tidak bisa diberikan karena laporan dari ketiga teman kami. Ada bukti-bukti, baik dari mereka bertiga maupun warga, mengenai dugaan mesum tersebut.

Setelah itu kelompok Anda pulang ke Samarinda?

Waktu pengabdian kami di Desa P sampai 21 Agustus 2019. Kami tidak langsung pulang ke Samarinda. Kepala desa waktu itu mengajak jalan-jalan ke Pulau Derawan. Dari sana, lembar penilaian baru diberikan. Tepatnya, dititipkan untuk diserahkan ke LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Unmul. Nilai diberikan di lembar tersebut karena di Desa P, koneksi internetnya kurang bagus. Jadi tak memungkinkan memberikan nilai secara online.

Anda lalu liburan ke Pulau Derawan?

Nah, liburan itu ternyata tidak pernah ada. Dua hari kami luntang-lantung di Tanjung Redeb tanpa kepastian. Kami kayak di-prank kepala desa. Ketika kondisi makin tak menentu, ketiga teman tanpa sepengetahuan aku dan Romi, mengambil amplop nilai dari kepala desa. Di situlah mereka membuka segel amplop dan mengambil foto itu. Dari foto nilai inilah, catatan kepala desa mengenai dugaan mesum tersebar luas. Aku sudah enggak tahu lagi, menyebar sampai mana saja. Ketiga-tiganya, ketika aku tanya, saling lempar. Tidak ada yang mengaku siapa yang membuka amplop dan memfoto lembar nilai tersebut.

Setelah itu?

Karena liburan ke Pulau Derawan tidak jelas, kami pulang pada 24 Agustus. Aku harus naik pesawat karena bapakku jatuh sakit. Sebenarnya, aku dan dua teman yang perempuan, berencana pulang bersama-sama ke Samarinda naik mobil.

Anda sepertinya begitu tertekan…

Bukan tertekan lagi. Aku sangat sedih dan tidak tenang. Setiap hari, pikiranku tertekan karena komentar-komentar miring. Aku tak berani ke kampus. Memang tak sedikit yang memberikan dukungan moril, tapi aku merasa tetap tidak kuat.

Bagaimana dengan orangtua Anda?

Aku sudah menjelaskan kejadian sebenarnya. Orangtua mendukung penuh supaya aku tidak menyerah. Mereka bilang, “Anggap saja masalah ini seperti kerikil kecil yang menghalangi jalan menuju kesuksesan yang panjang.” (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar