Politik

Jalan Hidup Makmur HAPK, Si Pendiam dari Rumah Reyot di Batu-Batu, Berau

person access_time 5 years ago
Jalan Hidup Makmur HAPK, Si Pendiam dari Rumah Reyot di Batu-Batu, Berau

Makmur HAPK di depan rumah orangtua di Batu-Batu, Berau (foto: biografi Makmur berjudul Membangun Bersama Rakyat)

Semerbak namanya harum di Berau. Bupati dua periode dengan pelbagai keberhasilan dan kini menjadi ketua DPRD Kaltim.

Ditulis Oleh: Fel GM
Rabu, 11 September 2019

kaltimkece.id Rumah dua lantai yang dikelilingi pohon pisang itu ringkih sekali. Atapnya bolong di mana-mana. Dindingnya yang terbuat dari kayu nampak muram. Sudah bertahun-tahun tak tersentuh cat. Setiap tamu yang bertandang akan disapa lemari kayu tua setinggi orang dewasa. Lemari itu berdiri di dekat pintu depan yang reyot. Di depan rumah, ada jembatan kayu kecil yang sering terendam bila sungai meluap.

Rumah ini masih berdiri di Kampung Batu-Batu, sekitar 60 kilometer dari ibu kota Berau. Di sinilah Makmur HAPK, ketua DPRD Kaltim, lahir pada 1958 dan menghabiskan masa remajanya.

Makmur adalah putra dari Haji Aji Panglima Kahar (HAPK). Singkatan nama ayahnya ini disematkan di belakang nama Makmur. Dari ayahnya pula, yang seorang kepala kampung, jiwa kepemimpinan mengalir di darah Makmur. Aji Panglima Kahar mendidik keenam anaknya, termasuk Makmur, untuk selalu tampil sederhana. Ayahnya pula yang mendidik agar Makmur selalu menghargai orang lain. Tidak boleh membeda-bedakan orang hanya karena kedudukan maupun kekayaan (Makmur HAPK, Membangun Bersama Rakyat, 2015).

Amoy, demikian panggilan Makmur semasa kecil. Ketika ia duduk di kelas dua SD, ayahnya membelikan tiga ekor kambing. Makmur diajari tanggung jawab merawat kambing-kambing itu. Setiap hendak pergi dan sepulang sekolah, ia harus memberi hewan peliharaannya makan. Rupanya, tiga kambing tadi berkembang biak sampai 30 ekor. Beberapa ekor dibeli orang dengan koin emas. Koin itu masih disimpan hingga sekarang.

Menurut Makmur, masih dalam buku Makmur HAPK, Membangun Bersama Rakyat, memelihara kambing bukan pekerjaan mudah. Binatang ini suka lari ke sana-sini. “Tapi, jika dipelihara dengan kasih sayang, pasti beranak-pinak. Dari memelihara hewan ternak ini, banyak pelajaran kepemimpinan yang saya dapat. Memimpin harus dengan kasih sayang,” sebut Makmur seperti dikutip dari biografinya tadi.

Makmur sudah belajar hidup mandiri sejak kelas 4 SD. Dia dan saudara-saudaranya dikirim ke Tanjung Redeb. Ayahnya menyiapkan sebuah rumah untuk anak-anak yang menuntut ilmu di kota. Memasak, membersihkan rumah, sampai mencuci pakaian, sudah “khatam” dijalani Makmur sejak kecil. Di ibu kota Berau, Makmur menyelesaikan pendidikan di SD 1 Teladan, SMP Negeri, dan SMA Persiapan Negeri.

Si Pendiam yang Berpolitik

Makmur adalah seorang yang pendiam namun suka belajar. Muhammad Ramli, guru Makmur ketika SD, membenarkan hal itu. Mantan Bupati Berau dua periode ini tidak ujuk-ujuk piawai berpolitik. Selain pendiam dan sulit berbicara di muka umum, Makmur paling banter hanya menjadi ketua kelas.

Insting politiknya baru terasah ketika merantau ke Samarinda. Makmur terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Sosial dan Politik di Universitas Mulawarman. Dia menjadi mahasiswa angkatan 77. Angka tujuh akrab dengan Makmur karena dia perlu tujuh tahun untuk menyelesaikan gelar sarjana. Bukan karena dia “mahasiswa abadi”, aturan saat itu mengharuskan setiap sarjana harus melewati sarjana muda.

Tujuh tahun di Unmul ikut membentuk karakternya. Sebagai mahasiswa, Makmur gemar berorganisasi. Dia tinggal di Asrama Mahasiswa Berau. Di sinilah ia akrab dengan organisasi. Makmur menjadi ketua asrama. Walaupun, hingga saat itu, Makmur masih kesulitan berbicara di depan umum.

“Sering terbata-bata,” kata H Takzir, kakak Makmur, masih dari biografinya. Kewajiban berpidato sebagai ketua asrama maupun ketua organisasi mahasiswa pelan-pelan melatihnya.

Sejak mahasiswa, Makmur tak pernah menolak mendengar keluh-kesah teman-temannya. Kebiasaan ini terbawa ketika dia menjadi bupati Berau. Siapa saja warga yang ingin bertemu, Makmur menerima dengan senang hati. Bagi Makmur, belajar merasakan yang dirasakan orang lain adalah prinsip hidup yang ia pegang sebagai pemimpin.

Dua periode menjadi orang nomor satu di Berau (2005-1015), Makmur dikenal sebagai pemimpin yang berkharisma dan berhasil. Karya politiknya masih bisa dilihat seperti Bandara Kalimarau, Pasar Sanggam Aji Dilayas, hingga destinasi wisata di Berau yang begitu maju. Nama Pulau Derawan, Pulau Maratua, dan Labuan Cermin di Bidukbiduk, dikenal seperti sekarang berkat tangan dinginnya ketika memimpin Berau. Makmur mengatakan, infrastruktur merupakan kunci keberhasilannya memimpin Berau.

Keberhasilan Makmur yang lain adalah mendorong berdirinya pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di Berau. Kehadiran PLTU Lati dengan kapasitas 2x7 megawatt membangkitkan sektor ekonomi non-formal di kabupaten paling utara di Kaltim ini. Makmur mengatakan, ketersediaan listrik membuat 4.800 industri rumahan tumbuh sampai sekarang.

Selepas dua periode menjadi bupati, pada 2015, Makmur lebih sibuk mengurus Partai Golkar. Ia sempat disebut-sebut hendak bertarung di Pemilihan Gubernur 2018 silam. Namun, Partai Golkar waktu itu mengusung Andi Sofyan Hasdam berpasangan dengan Almarhum Nusyirwan Ismail.

Karier politik Makmur baru berjalan lagi pada Pemilihan Legislatif 2019. Ia bertarung untuk kursi DPRD Kaltim. Hasilnya, Makmur meraih suara terbanyak dari 55 anggota DPRD Kaltim terpilih. Dari daerah pemilihan Berau, Kutim, dan Bontang, Makmur HAPK mendapat 38.281 suara. Diikuti kemenangan Partai Golkar di level parlemen provinsi, Makmur menjadi calon terkuat ketua DPRD. Pada 11 September 2019, ia pun dipercaya menduduki jabatan itu.

Baca juga: Sempat Diserang Isu Masa Lalu, Makmur HAPK Melenggang Pimpin Karang Paci

Dengan segala pencapaiannya, Makmur disebut tetap sebagai sosok rendah hati dan tidak ambisius. Di kalangan politikus, Makmur memang dikenal tidak suka menyerang lawan-lawan politik. Dalam biografinya, Makmur mengakui hal itu. Sebuah sikap yang ia dapatkan dari hobinya bermain sepak bola. Di lapangan hijau, Makmur selalu menjadi pemain bertahan. Sebagaimana karier politiknya, Makmur sebagai seorang bek lebih sering menerima serangan ketimbang menyerang. Dan cara bertahan yang paling efektif menurut Makmur adalah mempelajari tipikal serangan lawan. Di dunia politik, ia mengadaptasi taktik itu menjadi mempelajari dan merasakan keinginan dan kesulitan orang lain.

“Begitulah modal pemimpin. Pintar merasa, bukan merasa pintar,” jelasnya. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar