Ragam

Jalan Panjang Mendirikan Rumah Ibadah

person access_time 1 year ago
Jalan Panjang Mendirikan Rumah Ibadah

Ilustrasi rumah ibadah. Foto diambil di Religi Center Samarinda. FOTO: MUHIBAR SOBARY ARDAN-KALTIMKECE.ID

Sejumlah rumah ibadah memerlukan bertahun-tahun untuk menyelesaikan perizinan pembangunan. GBKP Samarinda adalah satu di antaranya. 

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Rabu, 10 Mei 2023

kaltimkece.id Masih pukul sembilan pagi ketika Samarinda diguyur hujan pada Ahad, 30 April 2023. Di sebuah bangunan bekas showroom kendaraan di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Pasar Pagi, Samarinda Kota, puluhan orang silih berdatangan. Rombongan umat Kristen dari komunitas Batak Karo itu lantas naik ke lantai empat dan masuk ke sebuah ruangan. Mereka segera memulai ibadah minggu. 

Salom, mejuah-juah,” tutur Pertua Juliana Br Sembiring. Ia memberi salam dalam bahasa Batak Karo dari atas mimbar. Seluruh jemaat duduk dengan rapi. Jemaat perempuan di sisi kiri ruangan sementara para pria di sebelah kanan. Mereka mendengarkan khotbah yang hampir seluruhnya disampaikan dalam bahasa Karo. 

Ruangan beribadah itu dilengkapi delapan pendingin ruangan. Temboknya bercat putih yang mulai pudar. Beberapa bagian di langit-langitnya sudah terkelupas. Selendang panjang merah dan hijau dibentangkan dekat mimbar. Sementara lambang salib di belakang mimbar terbuat dari baliho. Spanduk merah marun itu bertuliskan “Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Runggun Samarinda Klasis Jakarta Kalimantan”. 

Tema khotbah Pertua Juliana khotbah adalah ensurak janah meriah. Artinya, bersorak dan bersuka ria. Perempuan berambut ikal itu mengatakan, ada ganjaran surga bagi anak-anakNya yang berbuat-baik. Ia mengingatkan jemaat untuk tidak jenuh berbuat baik dalam berbagai sendi kehidupan.  

Ibadah berjalan hampir satu setengah jam. Hujan sedari pagi belum juga reda. Juliana mengakhiri ibadah. Satu di antara doa penutup yang dipandunya mengajak jemaat bersyukur. Rekomendasi pendirian rumah ibadah GBKP Samarinda sudah diperoleh. Perjuangan mereka selama enam tahun disebut segera berakhir. 

Jemaat GBKP berasal dari Kabanjahe, sebuah kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Banyak masyarakat Karo yang bekerja, tinggal, maupun menempuh pendidikan di Samarinda. Menurut catatan gereja, anggota jemaat ini sebanyak 50 kepala keluarga ditambah 150 pelajar dan mahasiswa. 

“GBKP merupakan gereja kesukuan. Ibadahnya menggunakan bahasa daerah Batak Karo. Hanya sekali sebulan menggunakan Bahasa Indonesia. GBKP bukan hanya pusat ibadah melainkan pusat kebudayaan bagi masyarakat Karo,” tutur Pendeta GBKP Samarinda, Resta Riswanto, kepada kaltimkece.id.  

Perjalanan mendirikan rumah ibadah GBKP di Samarinda terbilang panjang. Entah berapa kali, jemaat berpindah tempat untuk beribadah. Ketua Pembangunan gedung GBKP Samarinda, Hermas Sitepu, mengatakan, mulanya jemaat beribadah dari rumah ke rumah pada 2007. Ibadah sempat berpindah ke sebuah gereja di Jalan Sentosa. Mereka kemudian menyewa bangunan di Jalan Sentosa.  

“Sejak pandemi, kami beribadah di sini (showroom) difasilitasi yang punya bangunan,” tutur Hermas.

Sejak enam tahun silam, pengurus gereja berencana mendirikan rumah ibadah. Prosesnya disebut tidak mudah. Syarat yang paling sulit adalah meminta persetujuan warga sekitar lokasi pembangunan. Selama mengurus perizinan, jemaat GBKP harus menyewa bangunan buat beribadah. Itu pun, mereka seringkali mendapat penolakan sehingga harus pindah tiga kali. 

“Mendirikan gereja memang tidak semudah mendirikan tempat ibadah yang lain. Penolakan itu ada. Kami pernah ditolak (mendirikan rumah ibadah) padahal persyaratan sudah terpenuhi,” tutur lelaki berusia 51 tahun tersebut. 

Mekanisme pembangunan rumah ibadah tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis bangunan gedung. Beberapa di antaranya adalah persetujuan 60 orang di lingkungan sekitar dan 90 jemaat yang beribadah. Persetujuan dibuktikan dengan melampirkan tanda tangan dan KTP.  

“Sekarang, puji Tuhan, prosesnya sudah klir,” terang Hermas. 

Gedung ibadah GBKP rencananya didirikan di RT 29, Kelurahan Rapak Dalam, Kecamatan Loa Janan Ilir. Pembangunan rumah ibadah tersebut sudah memperoleh rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Samarinda kemudian diperoleh pada Sabtu, 6 Mei 2023. Rekomendasi tersebut diperoleh setelah pendirian rumah ibadah mendapat persetujuan atau dukungan 60 warga setempat. Proses selanjutnya adalah mengurus izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan Pemkot Samarinda. Jika izin mendirikan bangunan diperoleh, gedung gereja direncanakan rampung dalam tiga tahun. 

Hermas mengatakan, panitia pembangunan telah mengadakan syukuran setelah rekomendasi FKUB diperoleh. Mereka mengundang tokoh masyarakat serta warga sekitar. Panitia tidak ingin ada miskomunikasi. Hermas berharap, kerukunan dalam hidup bermasyarakat di lingkungan tersebut terus terwujud. 

GBKP akan dibangun di lahan seluas 7.800 meter persegi. Tiga ribu meter persegi dibangun gedung gereja beserta tempat parkir. Sisanya untuk jemaat GBKP. Hak kepemilikan tanah dipegang jemaat GBKP Samarinda. 

Penyerahan rekomendasi dari FKUB untuk pendirikan gedung GBKP Samarinda. FOTO: ISTIMEWA
 

Proses Berliku dan Panjang 

Kepada kaltimkece.id, Ketua FKUB Samarinda, Zaini Naim, mengatakan bahwa mendirikan rumah ibadah memang tidak mudah. Sederet persyaratan harus dipenuhi. Selain persetujuan administrasi, tanah harus tidak bersengketa. FKUB akan memberikan rekomendasi setelah semua persyaratan itu terpenuhi.  

“Supaya tidak roboh rumah ibadahnya, ada aturannya. Kita hidup bernegara ini harus taat aturan juga. Orang harus taat aturan dan agama,” kata Zaini. 

Ia menegaskan, sepanjang persyaratan terpenuhi, FKUB pasti merekomendasikan. “Semuanya, mau gereja, vihara, maupun masjid,” jelas Zaini yang dua periode menjabat ketua FKUB Samarinda. Ia berpesan kepada masyarakat untuk terus saling menghargai perbedaan demi kerukunan umat beragama.  

Zaini Naim, ketua FKUB Samarinda. FOTO: MUHIBAR SOBARY ARDAN-KALTIMKECE.ID
 

Proses mendirikan rumah ibadah memang cukup panjang. Setelah mendapat rekomendasi FKUB, perlu mengurus izin mendirikan bangunan. Dulu, namanya IMB sebagaimana UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung dan sejalan dengan UU 23/2024 tentang Pemerintah Daerah. Aturan ini berubah setelah UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. 

“Sekarang bukan lagi IMB tapi berubah menjadi PBG atau persetujuan bangunan gedung,” terang Kepala Bidang Pelayanan Perizinan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Samarinda, Rosana. Pengajuan PBG tersebut menggunakan aplikasi SIMBG. 

DPMPTSP Samarinda mencatat, baru satu PBG rumah ibadah yang diajukan di sistem yang baru ini. Pengajuan itu adalah fungsi bangunan gedung yang diperuntukkan untuk Gereja Masehi Advent. Lokasinya di Jalan Padat Karya, RT 19, Kelurahan Handil Bakti, Palaran. 

“Sejauh ini, yang masuk melalui sistem hanya itu. Jika ada masyarakat yang hendak mengajukan, segera mendaftar agar kami bisa segera proses,” kata dia. “Namun, jika nanti ada yang merasa sudah mengajukan dan syarat sudah lengkap tapi tidak diproses, bisa berkomunikasi dengan kami karena aplikasi barangkali terkendala.”

Sampai saat ini, masih ada empat rumah ibadah yang pernah mengajukan permohonan. Dua masjid dan dua gereja. Satu pendirian gereja di Palaran telah memperoleh PBG, satu gereja masih proses di FKUB, dan dua masjid dalam proses penerbitan PBG. Pemohon disebut belum mengunggah dokumen karena berkasnya belum lengkap.

Jabatan Fungsional Teknik Tata Bangunan dan Perumahan Ahli Muda, Dinas PUPR Samarinda, Tajudin Husen, membenarkan, semua bangunan harus diawali dengan pengajuan permohonan PBG. Persetujuan itu untuk mendapatkan pemenuhan standar teknis bangunan. Aturan ini berlaku pula untuk pendirian rumah ibadah. 

Menurut catatan DPMPTSP Samarinda, sejumlah rumah ibadah telah didirikan sepanjang 2009-2022 setelah memperoleh IMB sebelum aturan baru tadi. Jumlahnya sebanyak 85 IMB rumah ibadah. IMB tersebut diantaranya diterbitkan untuk 22 musala dan langgar, 30 masjid, dan 30 gereja. 

Pemkot Terus Fasilitasi

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengaku, telah mendengar persoalan ini dan menginstruksikan jajarannya untuk menyelesaikan persoalan. Menurutnya, Tuhan telah menciptakan umat yang berbeda-beda. Keberagaman ini harus dirawat dan dijaga bersama.  

“Bahwa memang ada di lapangan sering terjadi kasus penolakan, itu tidak bisa dihindari atau dimungkiri. Itu pentingnya fasilitasi dan komunikasi. Masalah yang selama ini tidak cair menjadi cair,” kata dia. “Kadang-kadang juga, karena miskomunikasi, terjadi resistensi. Saya berharap, pemerintah dan masyarakat menjaga keberagaman ini,” jelasnya.

Andi Harun, wali kota Samarinda. FOTO: MUHIBAR SOBARY ARDAN-KALTIMKECE.ID
 

Asisten I Sekkot Samarinda Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Ridwan Tassa,  menegaskan bahwa pemkot memfasilitasi semua agama. Pemkot berusaha agar pendirian rumah tidak menimbulkan masalah. Berdasarkan aturan, jelasnya, pendirian rumah ibadah yang mengalami penolakan berhak difasilitasi pemerintah. 

“Berikutnya, kami meminta data-data riil dari lurah, camat, beserta ketua RT. Untuk GBKP Samarinda, beberapa persyaratan memang telah dipenuhi. Informasi yang saya terima, memang pernah ada penolakan,” terangnya. 

Apabila ada penolakan, menurut aturan, pemerintah akan memberikan alternatif lokasi. Sementara jika pendirian rumah ibadah disetujui warga sekitar, rumah ibadah sudah bisa memasuki proses selanjutnya. 

“Persoalan agama itu sensitif. Orientasi kami menjaga agar supaya toleransi umat beragama tidak terganggu. Itu yang harus dijaga,” kata dia. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait

Balikpapan

Suram Nasib Jalan Alam Baru

access_time11 months ago

Pariwara Pemkab Kukar

Desa Batuq Semenisasi Jalan Desa

access_time11 months ago

Tinggalkan Komentar