Ketekunan dari Kampung Tenun, Potret Budaya Ikonis Kota Tepian

Kampung Tenun di Samarinda Seberang, menjadi salah satu kawsan budaya di Kaltim. Berisikan para pengrajin lintas usia. (Foto-foto: Wahyu Musyifa/kaltimkece.id)

Walau memiliki pekerjaan tetap, Yusuf menyempatkan diri membantu memintal benang.

Kulit tangan tidak lagi kencang. Tetapi tenaga masih sanggup membuat karya nan indah.

Walau menggunakan mesin sederhana, pemintalan benang bisa lebih mudah. Juga menghemat waktu dan tenaga.

Tidak hanya tangan yang bergerak. Kaki ikut bergerak seirama untuk menghasilkan kain yang indah.

Perlunya pola sebagai acuan letak untuk ornamen yang sesuai ketika diterapkan di atas kain.

Pembuatan detail ornamen dilakukan manual agar lebih sempurna dan detail.

Dihargai Rp 350 ribu hingga jutaan untuk selembar kain, belum tentu sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan.

Motif balo hatta menjadi tampilan ikonis Samarinda.

Menenun juga harus sabar dan penuh konsentrasi agar hasilnya maksimal.

Menenun harus diajarkan secara turun-temurun.

Menurunkan kemampuan menenun kepada generasi penerus, berarti juga melestarikan bagian dari budaya.

Memperkenalkan kebudayaan sedini mungkin, menjadi salah satu cara menjaga identitas daerah tidak hilang.

Wahidah salah satu pengerajin yang masih aktif mengeluti kerajinan tenun khas Samarinda.

Hainah juga salah satu pengerajin tenun yang sudah 30 tahun bergelut dengan tenun.

Detail dibuat secara perlahan dan mengunakan benang yang berbeda.

Bola-bola adalah nama alat tenun yang digunakan untuk membuat Sarung Samarinda.