Kesehatan

Bagaimana Pandemi Covid-19 Berakhir? Belajar dari Sejarah, Hanya Dua Kemungkinannya

person access_time 4 years ago
Bagaimana Pandemi Covid-19 Berakhir? Belajar dari Sejarah, Hanya Dua Kemungkinannya

Relawan Palang Merah di California, Amerika Serikat, ketika menangani pandemi flu Spanyol (foto: Edward Rogers/Media News Group)

Pandemi silih-berganti menyergap dunia selama ribuan tahun. Penyakit-penyakit itu berakhir dalam dua jalan.

Ditulis Oleh: Fel GM
Senin, 11 Mei 2020

kaltimkece.id Bukan sekali ini saja pandemi menginvasi dunia. Pes, cacar, hingga flu, telah datang silih berganti. Sampar itu merenggut puluhan bahkan ratusan juta nyawa. Umat manusia pun hidup dalam ketakutan. 

Namun demikian, selalu ada akhir di setiap pandemi. Sejumlah sejarawan menyepakati, pandemi yang melanda dunia hanya berakhir dalam dua cara. Yang pertama, berakhir secara medis. Situasi ini terjadi ketika penyebaran penyakit mulai berkurang dan tingkat kematian menurun. Sementara akhir pandemi yang kedua adalah secara sosial. Bakteri dan virus tidak berhasil dilumpuhkan, manusialah yang justru terpaksa untuk berani menghadapi penyakit.

Pandemi yang Berakhir secara Medis

Ali Maow Maalin adalah juru masak di sebuah rumah sakit di Somalia. Di mata para sejarawan kesehatan, laki-laki ini punya kedudukan istimewa. Dia adalah orang terakhir di dunia yang terinfeksi cacar secara alami. Ali sembuh dari penyakit itu pada 1977 namun sayangnya meninggal karena malaria pada 2003 (artikel The New York Times: How Pandemic Ends, 2020). 

Cacar adalah satu dari sedikit pandemi yang berakhir secara medis. Penyakit ini disebabkan virus bernama variola minor. Gejala utamanya adalah demam dan muntah diikuti ruam dan luka di mulut dan kulit. Ruam akan berubah menjadi benjolan berisi cairan yang khas. Penularan cacar antar-manusia sangat cepat melalui benda-benda yang terkontaminasi virus. Tiga dari 10 orang yang terinfeksi meninggal, seringkali setelah penderitaan luar biasa (Sherris Medical Microbiology, 2004, hlm 525).

Sepanjang 3.000 tahun, cacar menghantui kehidupan manusia. Baru pada dekade 1970-an, vaksin cacar ditemukan. Vaksin cacar disebut efektif karena memberikan perlindungan seumur hidup dari ancaman virus variola minor. Di samping itu, keberhasilan pemberantasan pandemi cacar tidak lepas dari sifat virus tersebut. Variola minor tidak berinang kepada hewan, berbeda dengan virus corona. Ketika sebagian besar penduduk dunia telah divaksin, yang terjadi adalah cacar lenyap total.

Organisasi kesehatan dunia, WHO, menyatakan penyakit ini berhasil diberantas secara global pada 1980. Pandemi cacar pun berakhir secara medis.  

Pandemi Pes yang Berakhir secara Sosial

Kebanyakan pandemi, sayangnya, berakhir secara sosial. Akhir pandemi dengan cara begini bukan karena penyakit telah ditaklukkan melainkan karena manusia telah bosan.  

"Orang-orang (yang bosan dan ingin kehidupan kembali normal) pada akhirnya belajar hidup bersama suatu penyakit," demikian Allan Brandt, sejarawan Universitas Harvard, sebagaimana ditulis The New York Times. Brandt mengatakan bahwa keadaan tersebut sangat dipengaruhi faktor sosiopolitik. 

Menengok jauh ke belakang, Flu Spanyol yang menjadi pandemi pada 1918 adalah contoh yang paling cocok dari akhir sosial. Flu ini disebabkan virus yang dinamakan H1N1. Penyebarannya hampir di seluruh dunia termasuk Nusantara. 

Sedari musim semi 1918 hingga awal musim panas 1919, sekitar 500 juta penduduk bumi terinfeksi. Angka kematiannya sungguh mengerikan, antara 17 juta hingga 50 juta orang dengan kemungkinan tertinggi 100 juta korban jiwa. Flu Spanyol menjadi pandemik yang paling mematikan dalam sejarah umat manusia (History's deadliest pandemics, from ancient Rome to modern America, artikel Washington Post, 2020).

Tidak ada vaksin maupun antivirus sampai Flu Spanyol benar-benar mereda. Pandemi ini justru "berakhir" karena orang-orang memilih tidak mengindahkannya. Dunia saat itu memang frustrasi karena peperangan. Maka ketika Perang Dunia I berakhir, orang-orang menyiapkan awal yang baru, sebuah era baru. 

Flu Spanyol akhirnya memudar seiring berakhirnya perang. Virus H1N1 berevolusi menjadi varian flu yang lebih jinak dan muncul saban tahun.

Akhir Sosial dari Wabah Pes

Seturut masuknya tarikh Masehi pada 2.000 tahun silam, wabah pes mulai merongrong umat manusia. Penyakit ini disebabkan bakteri bernama Yersinia Pestis yang hidup di kutu tikus hitam. Pes, dikenal sebagai Kematian Hitam, menular antarmanusia melalui tetesan pernapasan. 

Orang yang terpapar pes menderita demam, sakit kepala, dan muntah selama tujuh hari. Kelenjar getah bening mereka membengkak bahkan pecah. Sebelum merenggut nyawa, pes menimbulkan nyeri yang tak terperi (dokumen WHO, Plague Fact Sheet, 2014). 

Pes menyergap penduduk bumi dalam tiga gelombang yakni pada abad ke-14, akhir abad ke-19, dan awal abad ke-20. Puluhan juta orang meninggal dunia. Wabah pes paling mengerikan terjadi pada 1331 di Tiongkok. Penyakit itu, bersama dengan kecamuk perang saudara, menewaskan separuh penduduk Tiongkok.

Sampar ini berakhir secara sosial. Tidak ada obat yang benar-benar menghentikan bakteri menyebar di antara manusia. Tindakan yang banyak diambil pun jauh dari sisi medis. Di Tiongkok dan India, orang-orang membakar rumah dan perkampungan yang terserang wabah. Para sejarawan mengatakan, upaya itu sedikit banyak membuat wabah mereda. Namun demikian, pes bukannya lenyap seluruhnya. Ia datang lagi beberapa abad kemudian. 

Bagaimana Akhir Covid-19?

Perkembangan Covid-19 yang tidak terlampau menggembirakan membuat sejarawan berusaha menyimpulkan sementara. Kemungkinan yang paling mendekati adalah pandemi virus corona berakhir secara sosial sebelum berakhir secara medis. 

Sejarawan dari Amerika Serikat, Yale Naomi Rogers, menilai bahwa orang-orang mungkin sangat lelah dengan pembatasan sosial seperti sekarang ini. Pada akhirnya, mereka akan menyatakan pandemi telah usai. Sikap seperti ini dapat muncul bahkan ketika virus sedang membara di suatu populasi sementara vaksin atau pengobatan yang efektif belum ditemukan.

"Saya pikir, ada semacam masalah psikologis sosial yaitu kelelahan dan frustrasi," kata Rogers seperti dikutip dari The New York Times. 

Rogers mengungkapkan, ada dua sudut pandang yang berbeda antara masyarakat umum dengan komunitas kesehatan. Masyarakat umum lebih mengedapankan tujuan sosial termasuk motif ekonomi sebagai respons terhadap suatu pandemi. Adapun komunitas kesehatan barang tentu bersandar kepada tujuan medis. 

Kedua tujuan inilah yang pada akhirnya menimbulkan dilema. Jalan yang akan dilalui hanya dua; tujuan sosial seperti menyelematkan perekonomian atau tujuan medis yaitu menanti vaksin dan pengobatan Covid-19 ditemukan. Belajar dari sejarah berbagai pandemi, masyarakat jelata akan lebih memilih risiko mati melawan penyakit ketimbang mati karena kelaparan. (*) 

Senarai Kepustakaan

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar