Terkini

Elus Dada Realisasi Proyek Pemkot Samarinda

person access_time 5 years ago
Elus Dada Realisasi Proyek Pemkot Samarinda

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Temuan sidak di sejumlah proyek Pemkot Samarinda, bikin elus dada. Ada yang setengah tahun mangkrak, ada yang melenceng dari rencana

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Jum'at, 12 April 2019

kaltimkece.id DPRD Samarinda menggelar inspeksi mendadak pada Kamis 11 April 2019. Sidak terkait lanjutan penyampaian Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban atau LKPj Wali Kota Samarinda 2018. 

Sidak dilakukan di bawah koordinasi panitia khusus (pansus) LKPj dari DPRD Samarinda. Menyoroti kinerja lima organisasi perangkat daerah (OPD) pengguna anggaran terbesar di Pemkot.

LKPj Wali Kota Samarinda 2018 disampaikan langsung oleh Syaharie Jaang, Kamis, 5 April 2019. Belakangan, ditemukan kinerja tak sebanding kucuran rupiah yang dialokasikan. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari lima OPD ini, memunculkan hasil tak memuaskan.

Hasil rapat internal pansus LKPj, lima OPD yang disorot adalah Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda, Dinas Kesehatan (Diskes), Dinas Pertanahan dan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda. Pansus mengunjungi lima proyek yang menjadi bahan evaluasi.

TPA Sambutan

Perjalanan dimulai 09.00 Wita. Tujuan pertama adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sambutan. Pengerjaan proyek dijalankan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanahan Samarinda. "TPA Sambutan jauh dari layak. Di sana sudah jadi TPA tapi tidak ada akses masuk," sebut Ketua Pansus LKPJ, Abdul Kadir.

Pemkot tahun ini mengalokasikan Rp 2 miliar. Dianggarkan untuk pembebasan lahan akses TPA Sambutan. Fasilitas ini, pada 2020 direncanakan menggantikan TPA Bukit Pinang yang sudah overload.

Dari laporan DLH, problem TPA Sambutan masih pembebasan lahan. Ditargetkan rampung tahun ini. Teknis pembebasan lahan dilaksanakan Dinas Pertanahan.

Menurut Kabid Pertanahan Dinas Pertanahan Samarinda, Yusdiansyah, pembebasan lahan akses TPA seharusnya selesai 2015-2016. Namun, defisit anggaran membuat dana APBD dikucurkan bertahap. Dari 5 hektare lahan yang perlu dibebaskan, baru 2,2 hektare beres.

TPA Sambutan memiliki luas 30 hektare. Setiap hari beroperasi mengolah lebih 20 ton sampah. "Selama ini untuk menuju TPA, melalui jalan hauling tambang batu bara. Tidak ada akses lain. Sebelumnya melalui jalan perumahan namun warga tidak terima," ungkap Yusdiansyah.

Jembatan Bungkuk

Dari TPA Sambutan, sidak berlanjut ke Jembatan Bungkuk di Palaran. Proyek ini menghubungkan Jalan Adi Sucipto Kelurahan Rawa Makmur dan Jalan Niaga Kelurahan Handil Bakti. Tapi kondisinya sudah terbengkalai enam tahun.

Jembatan Bungkuk diguyur Rp 25 miliar sejak 2014. Dan seperti sejumlah kegiatan lain, defisit anggaran jadi alasan terhambatnya pembangunan. Penyelesaian jembatan 40 meter itu menyisakan pengerjaan area lantai atau badan jalan, trotoar, dan penerangan.  

Diungkapkan Kasi Pergantian dan Pembangunan Jembatan Dinas PUPR Samarinda, Novidana, untuk menyelesaikan jembatan, masih dibutuhkan Rp 2,5 miliar. PUPR masih menunggu dana yang belum keluar dari APBD 2019. Padahal, target rampung adalah tahun ini.

"Kalau tahap satu pembangunan pada 2015. Masuk tahap tiga pada 2018 dengan anggaran Rp 900 juta. Saat ini kendalanya di anggaran," terangnya.

Sedangkan menurut pansus LKPJ, anggaran yang dibutuhkan kelewat tinggi. Malah tidak masuk akal. Dari pantauan langsung, rupa jembatan tampak sederhana. Ketika mulai pembangunannya pada 2015, proyek diguryur Rp 19 miliar dari APBD murni. Dari APBD Perubahan 2015, pembangunan tahap dua dapat tambahan Rp 3 miliar.

Sejak itu, di tiga tahun berturut-turut, tak lagi ada anggaran didapat. Baru 2018 lalu pembangunan tahap ketiga mendapat Rp 900 juta. Namun mestinya, jembatan sudah bisa digunakan paling cepat enam bulan dari awal proses pembangunan.

Belakangan, diketahui bila jembatan ini dikerjakan tiga kontraktor. Yang menjadi kecurigaan tim pansus, tiga kontraktor dimiliki orang yang sama. "Tiga PT berbeda tetapi satu kontraktor orangnya. Itu lucu lagi. Ada apa dengan PUPR? Kami meminta PUPR terbuka dengan persoalan ini. Jangan-jangan ada kongkalikong. Yang dirugikan masyarakat. Masyarakat sendiri melihat hasil kerja PUPR. Sudah enam tahun terbengkalai," kata Kadir.

Rumah Sakit IA Moeis

Sidak dilanjutkan ke Rumah Sakit IA Moeis. Sorotan di sini adalah pematangan lahan untuk pembangunan gedung baru. Dari Hasil tinjauan, realisasinya tak sesuai perencanaan.

Teknis pengerjaan proyek dijalankan Dinas PUPR. Namun, pematangan lahan yang menghabiskan Rp 2 miliar tersebut, tak sesuai maket. Pematangan lahan harusnya 40x60 meter. Tapi hasil yang diukur pansus dan pihak RSUD IA Moeis, menunjukan hasil berbeda.

"Antara perencanaan dengan maket yang dibuat pihak rumah sakit, juga beda jauh. Tidak sinkron. Seolah-olah rumah sakit disodorkan barang serba jadi. Mereka tidak diajak bicara perencanaan. Ini lucu. Tidak ada sinergitas dalam membangun program," keluh Kadir.

Minimnya pelayanan kesehatan kelas B di Samarinda, membuat Pemerintah Pusat bereaksi. RSUD IA Moeis diminta segera naik level. Dari tipe RSUD C, jadi tipe B pada 2019 ini.

Namun, lagi-lagi minimnya anggaran jadi kendala. Pembangunan fisik tak mulai-mulai. Perlu ratusan miliar untuk peningkatan. Dan mestinya, rangkaian kegiatan selesai 2020.

Pada 2018, Pemerintah Pusat bersedia memberi dana pembangunan. Diperuntukan gedung rawat inap kelas III. Pasalnya, untuk naik kelas B, tidak diperbolehkan lagi ada rawat gabung. Perawatan dari jenis penyakit dan spesialisasi harus dibedakan. Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan ruang poli. 

Namun demikian, dana APBN yang dijanjikan harus tersendat. Alokasi hanya memungkinkan bila rumah sakit telah menyelesaikan pematangan lahan menggunakan APBD. Kondisi saat ini, lahan rencana pembangunan masih berbentuk bukit.

"Untuk pematangan ini ada Rp 2 miliar. Rp 200 juta untuk perencanaan, Rp 1,8 miliar untuk pematangan. Karena itu pengerjaan teknis, diserahkan ke PUPR dan sudah disepakati. Dana masuk ke PUPR. Kami hanya menerima jadi," kata Sunarto, kepala Tata Usaha RSUD IA Moeis.

Pematangan lahan tak sesuai maket berbuntut panjang. RSUD IA Moeis terpaksa memohon dana tambahan untuk pematangan lahan mengikuti rencana awal. Status kelas B pun harus diundur. Kecil harapan dana APBN didapat tahun ini. Pembangunan fisik diperkirakan baru terlaksana 2020.

"Kami minta lagi pengajuan dana di APBN 2019 Rp 2 miliar, menyambung pematangan yang ada. Tahun 2020 kami mengajukan lagi pembangunan fisik gedung rawat inap kelas III," jelas Sunarto.

RSUD IA Moeis disiapkan menjadi salah satu rumah sakit rujukan regional Kaltim bersama RSUD Parikesit Tenggarong. "Jadi mulai 2014 hingga 2019, kami betul-betul didukung APBN. Ini masuk tahun akhir tapi pematangan belum selesai. Pematangan harus menggunakan APBD. Kalau lahan siap baru dana APBN bisa keluar," tambahnya.

SD 005 Rapak Dalam

Sekolah dasar di Samarinda Seberang ini sedang renovasi gedung. Dikerjakan sejak 2015. Namun, hingga kini tak kunjung usai. Siswa-siswi terpaksa menumpang sekolah lain.

Menurut Kadir, pembangunan gedung SD 005 di Jalan KH Harun Nafsi, tidak terkawal dengan baik. Sekolah yang dibangun pada 1981 tersebut, saat ini menaungi 400 murid. Bangunannya semula sudah tak layak. Rusak parah dan nyaris roboh.

Sejak 2013, para pelajarnya menumpang di tiga sekolah lain. Anggaran APBD dikucurkan Rp 8,5 miliar pada 2015 untuk perbaikan. Diawali pemancangan fondasi awal. Gedung sekolah dirobohkan dan dibangunkan gedung baru. Sayang, proses pembangunan berjalan begitu lama.

Proyek dikerjakan Dinas PUPR, di bawah koordinasi Dinas Pendidikan Samarinda. Sudah empat tahun tak selesai. Semula, bangunan dua lantai tersebut ditargetkan rampung 2019.

Namun, bukan fakta itu saja yang bikin miris. Dari hasil sidak pansus, gedung baru banyak ditemui keretakan. Pembangunannya dinilai asal-asalan. Tak ada lapangan untuk bermain. Melaksanakan upacara bendera entah di mana.

Kadir menilai proyek tak sesuai perencanaan. Pansus menyarankan pihak sekolah tak menerima gedung dari Dinas PUPR sebelum benar-benar rampung. "Sangat tidak layak dan tidak memenuhi kriteria sekolah sehat untuk anak," sesal Kadir.

Pasar Baqa

Lokasi sidak terakhir adalah Pasar Baqa di Samarinda Seberang. Pembangunannya terbengkalai akibat  kasus korupsi. Saat ini masih ditangani Kejaksaan Negeri Samarinda. Sejak dimulainya pembangunan pada 2012, bangunan pasar dikerjakan Dinas PUPR dan Dinas perdagangan. Saat ini masih berbentuk tiang-tiang.

Total anggaran dikucurkan Rp 18 miliar. Dana berasal dari APBD-P 2014, APBD 2015, dan APBD-P 2015. Proyek ini berada di bawah Dinas Pasar Samarinda. Pembangunan pasar diperkirakan menelan angka Rp 60 miliar.

Di tengah jalan, dugaan kasus korupsi menyeruak. Dengan masih berprosesnya penyidikan, pembangunan tak dapat dilakukan. Kejari Samarinda memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1 miliar. Tiga tersangka ditetapkan. Satu dari kontraktor, dua pejabat pengguna anggaran.

Catatan Merah Dinas PUPR

Dari seluruh titik lokasi sidak, rata-rata proyek infrastruktur ditangani Dinas PUPR. Banyak permasalahan. Mulai tak sesuai perencanaan, hingga pembangunan terbengkalai.

"PUPR harus bertanggung jawab lebih besar. Proyek terbengkalai dan tidak jelas penyelesaiannya. Sekolah, rumah sakit, jembatan, dan Pasar Baqa. Itu rata-rata proyek mereka. Ada apa dengan mereka? Kenapa sangat tidak perfesional bekerja?" koar Ketua Pansus LKPj.

Menurut Kadir, hasil sidak bertentangan dengan LKPj Wali Kota. Pembangunan belum memuaskan. Padahal, daya serap penggunaan APBD mencapai 90 persen.

Wali Kota disarankan memeriksa program satu per satu. Tanpa hanya mendengar laporan. Pansus LKPj segera memanggil OPD terkait. Hasil sidak akan diperdalam. "Sesungguhnya, kami cek satu per satu, jauh dari target," pungkas Kadir. (*)

 

 Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar