Terkini

Hajatan Makan Badan Jalan Sudah Ketinggalan Zaman

person access_time 5 years ago
Hajatan Makan Badan Jalan Sudah Ketinggalan Zaman

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Tenda hajatan di badan jalan makan korban. Negara sudah lama melarang budaya lama tersebut.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Senin, 15 April 2019

kaltimkece.id Publik Samarinda baru-baru ini ramai membicarakan hajatan yang memasang tenda di badan jalan. Lalu lintas jadi padat merayap. Yang terburuk, bikin celaka pengguna jalan. Bahkan memakan nyawa.

Seperti terjadi Jumat malam, 12 April 2019. Seorang pengendara meregang nyawa akibat menubruk tenda hajatan di badan jalan. Tak ada rambu peringatan di sekitar. Kondisi jalan gelap ikut memperburuk keadaan.

Insiden itu terjadi di Jalan Bung Tomo, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda seberang. Menurut sejumlah saksi mata, tenda 4x8 meter itu didirikan Kamis siang, 11 April 2019 untuk hajatan tasmiyah, atau acara pemberian nama bagi anak yang baru lahir.

Hajatan digelar Jumat pagi, 12 April 2019. Sejak awal, tak ada rambu atau tanda peringatan di dekat berdirinya tenda. Ketika malam, kondisi jalan sekitar remang-remang. Tak ada lampu penerangan jalan. Bukan satu-dua kendaraan saja nyaris menabrak tenda berbahan besi tersebut.

“Yang pertama betul-betul menabrak tenda itu Jumat subuh. Itu masih mobil pikap pembawa ikan. Paginya langsung diganti sama penyewa tenda," ucap Anas, 37 tahun, salah satu saksi mata.

Malamnya, tenda benar-benar memakan korban jiwa. Padahal, acara hajatan sudah selesai. Anas saat itu tengah menjaga warung tepat di seberang jalan tempat tenda berdiri.

Adzan Salat Isya baru saja berkumandang. Seorang pengendara dari kejauhan melaju dengan kendaraan roda dua. Anas menaruh curiga si pengendara tak mengetahui keberadaan tenda. Namun, belum sempat beranjak untuk memberi peringatan, suara nyaring seketika terdengar. Benar saja, pengendara tadi telah menghantam tenda. Tiga besi penopang hancur ditubruk. Tenda ikut ambruk.

Anas dan warga langsung berlarian untuk membantu. Korban rupanya seorang pria tua. Saat ditemukan dalam keadaan tertindih motor dan besi tenda. Darah segar terus becucuran ke badan jalan.

Warga kesulitan mengevakuasi. Besi-besi menindih motor dan korban sukar untuk diangkat. Tak ada suara rintihan dari pengendara yang tengah mengenakan pakaian muslim itu.

Beberapa menit kemudian, setelah saling bantu, warga berhasil mengevakuasi. "Saya enggak tahu luka di bagian mana. Darah sudah banyak di badan. Sudah kritis. Kami cuma dengar suara seperti ngorok. Kami berhentikan angkot, baru diantar ke rumah sakit (RSUD IA Moeis)," terang Anas.

Menurut Anas, korban kemungkinan hendak menuju masjid. Sebelum korban melintas, adzan Isya baru berkumandang.  Mungkin itu pula yang membuat korban terburu-buru.

Setelah kejadian, baru keesokan hari tenda diangkut pemiliknya. "Acara sudah selesai dari Jumat siang. Tapi enggak juga diangkat sama orangnya (pemilik tenda)," sesal Anas.

Untuk mendapat informasi yang lebih rinci, kaltimkece.id mendatangi rumah penyewa tenda sekaligus penyelenggara hajatan. Namun, yang bersangkutan enggan berkomentar. "Ya benar saya yang buat acara. Saya enggak bisa bicara sekarang. Nanti-nanti saja ke sini lagi," ucap pria yang tak ingin menyebut namanya tersebut.

Proses Penyelidikan

Kasatlantas Polresta Samarinda Kompol Erick Budi Santoso saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa korban kecelakaan diketahui bernama Mursid. Warga Jalan Hos Cokro Aminoto RT 29 Kelurahan Baqa, Samarinda Seberang.

Pria 58 tahun tersebut berprofesi sebagai guru. Meninggal dunia setelah menjalani perawatan di fase kritisnya. Mursid sempat dirawat 24 jam. Meninggal dunia Sabtu malam, 13 April 2019.

"Korban mengendarai motor dengan nomor polisi KT 3757 WD. Menabrak tenda yang didirikan seorang warga untuk acara pribadi," terang Erick.

Kepolisian telah menggelar olah tempat kejadian perkara atau TKP. Juga dilakukan pemeriksaan dari sejumlah keterangan saksi. Koordinasi dengan Polsek Samarinda Seberang terkait izin keramaian, maupun izin pemakaian sebagian badan jalan juga dilakukan. "Belum ada yang kami tahan sebelum penyelidikan selesai," ungkapnya.

Terancam Pidana

Penggunaan badan jalan yang menggelar hajatan atau acara pribadi tanpa izin, dapat dikenakan hukuman. Ketentuan ini tertera dalam Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Juga diatur Peraturan Kapolri 10/2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas. "Kami masih selidiki terkait izin itu, dengan berkoordinasi dengan polsek setempat," tambah Erick.

Mendirikan tenda atau bangunan di badan jalan tidak dibenarkan tanpa izin kepolisian. Berdasarkan aturan tadi, ada beberapa kondisi yang memungkinkan jalan ditutup untuk kepentingan pribadi. Di antaranya, memiliki jalan alternatif yang bisa diakses warga. Pengalihan ke jalan alternatif juga harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara.

Selain itu, hanya dimungkinkan kategori jalan kabupaten/kota dan jalan desa. Untuk jalan nasional atau provinsi, hanya boleh ditutup untuk kegiatan berskala kepentingan nasional.

Pihak yang menutup jalan juga harus mengajukan izin ke kepolisian (kapolres/kapolresta setempat untuk penggunaan jalan kabupaten/kota dan kapolsek/kapolsekta setempat untuk penggunaan jalan desa). Permohonan izin diajukan paling lambat tujuh hari kerja sebelum pelaksanaan hajatan. Khusus peristiwa kematian, izin bisa diajukan lisan.

Terakhir, penyelenggara harus menyiapkan berbagai dokumen sebagai syarat melengkapi permohonan izin ke kepolisian. Antara lain foto kopi KTP penyelenggara/penanggung jawab kegiatan, waktu penyelenggaraan, jenis kegiatan, perkiraan jumlah peserta, peta lokasi kegiatan serta jalan alternatif yang akan digunakan.

Bila persyaratan tidak dipenuhi, penyelenggara hajatan bisa dikenakan sanksi. Bersifat administratif maupun pidana. Misalnya penghentian sementara pelayanan umum, penghentian sementara kegiatan, serta denda administratif berupa pembatalan atau pencabutan izin.

Sanksi lebih berat dijatuhkan bila seseorang merintangi jalan umum berimplikasi membahayakan keselamatan lalu lintas. Pasal 192 ayat (1) KUHP mengancam pidana maksimal sembilan tahun penjara.

"Saya mengimbau masyarakat yang menggelar acara tidak menggunakan badan jalan. Lebih baik menyewa gedung atau menggunakan ruang terbuka seperti lapangan. Menggunakan jalur lalu lintas di Samarinda dapat menghambat dan ada peraturan yang bisa menjerat siapapun," ungkapnya.

Sudah Ketinggalan Zaman

Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Samarinda, Hari Prabowo, menilai hajatan menggunakan badan jalan sudah ketinggalan zaman. Samarinda sudah ramai penduduknya. Jumlah kendaraan meningkat setiap tahun. Maka jalur lalu lintas jadi sangat dibutuhkan.

Sosialisasi tak menggunakan badan jalan untuk acara pribadi sudah lama mengemuka. Tapi, praktik begini masih banyak ditemukan. Beberapa nekat mengajukan permohonan ke Dishub.

"Samarinda bukan lagi seperti 20 tahun lalu. Samarinda sudah kota. Paradigma atau kebiasaan masyarakat menggelar hajatan dengan memasang tenda di jalan, sudah tidak sesuai tempatnya. Apalagi di jalan besar," urai Hari. "Masyarakat menggunakan pola-pola lama, zaman dulu. Kalau digunakan zaman sekarang, tidak benar.” (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar