Terkini

Jalan Mahal Menuju Samarinda Bebas Banjir

person access_time 5 years ago
Jalan Mahal Menuju Samarinda Bebas Banjir

Foto: Ika Praida Rahmi (kaltimkece.id)

Program pengendalian banjir Samarinda selama ini masih mengacu master plan yang dibuat 2004. Masih relevan, tapi pantas untuk di-review.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Selasa, 18 Juni 2019

kaltimkece.id Pemerintah di level pusat hingga Samarinda bereaksi setelah banjir sepekan melumpuhkan berbagai aktivitas dan perekonomian ibu kota Kaltim. Rapat koordinasi Pengendalian Banjir Kota Samarinda digelar di Bappeda Kaltim, Jalan Kusuma Bangsa Samarinda, Senin siang, 17 Juni 2019.

Rakor dipimpin Kepala Bappeda Kaltim Zairin Zain. Mewakili Wali Kota Samarinda adalah Sekkot Samarinda, Sugeng Chairuddin.  Turut diikuti perwakilan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat kota dan provinsi. Di antaranya Dinas PUPR dan Dinas Lingkungan Hidup. Pemerintah Pusat diwakili Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III.

Sejumlah kebijakan diambil. Terhitung sejak Selasa, 18 Juni 2019, Pemkot dan Pemprov dibantu Pemerintah Pusat, melaksanakan rangkaian program pengendalian banjir. Fokus terhadap pengerukkan anak Sungai Karang Mumus, khusus  di Samarinda.

Pemerintah segera mengucurkan dana Rp 17 miliar. Dimulai dengan Pemprov Kaltim yang menggelontorkan Rp 10 miliar. Sementara Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, di bawah Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, memberikan dana Rp 7 miliar.

Langkah awal ialah mengatasi masalah sosial dan normalisasi. Mulai dari komunikasi relokasi warga, pengerukan sedimentasi, dan penataan.

Dalam rapat dihasilkan kesimpulan bahwa penanganan banjir di Samarinda memerlukan Rp 6 triliun. Difokuskan ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Karang Mumus yang saat ini mengalami pendangkalan dan penyempitan. DAS kecil lainnya akan diperlebar untuk memperlancar aliran sungai.

Zairin Zain menegaskan bahwa dana tersebut bertahap digelontorkan. Terbagi selama lima tahun ke depan. Bersumber dari pusat, daerah, dan kota. Untuk tahap awal, Pemprov Kaltim menganggarkan sekitar Rp20 miliar. Dana bersifat hibah kepada Pemkot Samarinda sebagai eksekutor melalui berbagai program.

Sedangkan mulai 2020, perencanaan difokuskan masalah banjir di beberapa kabupaten/kota rawan. Dari potensi bencana banjir juga longsor. “Dana-dana penanganan banjir nanti kami susun dan masukan APBD 2020. Kami fokuskan banjir, khususnya di Samarinda karena sudah urgent dan memang harus segera diatasi,” ucap Zairin.

Ada sejumlah langkah jangka pendek diambil. Dari dana Rp 10 miliar tadi, ditujukan pengendalian banjir sistem sub DAS SKM bagian hilir, normalisasi SKM, dan revitalisasi kolam retensi Vorvoo. Masing-masing Rp 1,97 miliar dan Rp 7,09 miliar.

Agenda lain adalah pembuatan kolam retensi belakang GOR Sempaja. Juga pengerukan Bandungan Benanga di Kelurahan Lempake, Samarinda Utara. Kelak akan dibuat BWS Kalimantan III.

Adapun kegiatan pengendalian banjir Samarinda oleh Pemerintah Pusat menganggarkan penetapan sempadan Waduk Benanga sebesar Rp 1,35 miliar. Juga Penyusunan Rencana Tindak Darurat (RTD) Rp 800 juta, pembangunan embung serba guna Sempaja Rp 9,776 miliar, penyelesaian peningkatan Bendungan Benanga Rp 3,661 miliar, dan supervisi penyelesaian peningkatan Bendungan Benanga Rp 500 juta.

Sedangkan konsep pengendalian banjir sistem sub DAS SKM di bagian hulu dengan konservasi, revitalisasi rawa dan cekungan alam, serta pengendalian izin pertambangan.

Adangan Masalah Sosial

Nantinya Pemprov Kaltim melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim menormalisasi fungsi Sungai Karang Mumus dari seputaran Gang Nibung dan belakang Pasar Segiri Samarinda. Pemkot Samarinda ditugasi menyelesaikan permasalahan sosial. Yaitu relokasi permukiman warga bantaran SKM.

Sekkot Samarinda berkomitmen menyelesaikan persoalan sosial. Sugeng Chairuddin menyebut telah mendapat suntikan Rp100 miliar dari Pemprov untuk penanganan jangka menengah.  "Masalah sosial ini masalah kita juga. Kalau mau bantu, selesai ini," tegas Sugeng.

Menurut Sugeng, masyarakat yang masih mendiami bantaran SKM harus diedukasi bersama.  Jika sudah teredukasi dengan baik, relokasi bisa lebih mudah. Setidaknya 25 ribu rumah direlokasi jika SKM dinormalisasi dari hulu hingga hilir. "Berapa besarnya dampak dan kerugian, nanti dihitung lagi."

Sementara itu, Anang Mukhlis, kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan III Samarinda, menjelaskan bahwa langkah pertama Pemerintah Pusat adalah pengerukan Waduk Benanga. Program ini diikuti pembangunan polder air di kawasan GOR Sempaja. Pembuatan polder berlangsung dua tahun. Tahun ini teralokasi Rp 7 miliar. Diharapkan tuntas 2020.

Pada tahun itu juga, Pemerintah Pusat menggelontorkan dana susulan sebesar Rp 30 miliar untuk penuntasan pembangunan. "Dirjen Sumber Daya Air pada 13 Juni 2019 datang ke Samarinda melihat lokasi banjir. Intinya Pemerintah Pusat melalui APBN siap ambil peran menanggulangi banjir Samarinda," kata Anang.

Pembangunan difokuskan kawasan permukiman bantaran SKM belakang Pasar Segiri. Tahun depan dimulai dengan penurapan. 

Master Plan 2004

BWS sebenarnya sudah mengajukan program pengendalian banjir di Samarinda sejak 2018. Namun master plan pengendalian banjir Pemkot dikaji terlebih dahulu. Saat ini sedang tahap lelang untuk review oleh Pemerintah Pusat. Ditargetkan rampung 2020 dan bisa digunakan sebagai acuan.

"Karena master plan kita saat ini tahun 2004, kemungkinan ada perubahan penyusuaian dari hasil review. Perubahan tidak terlalu banyak. Hanya tambahan di titik tertentu dengan kondisi sekarang," ungkapnya.

Master plan pengendalian dan penanggulangan banjir dibuat 2004 oleh dua konsultan. Yaitu PT Indra Karya Wilayah II dan PT Ika Adya Perkasa. Dalam master plan, tertulis jika Samarinda membutuhkan banyak kegiatan proyek. Antara lain pembangunan parapet, bendali, kolam penampung sementara, dan pengerjaan gorong-gorong. Rangkaian proyek tersebut membutuhkan sekitar Rp 1,9 triliun.

Eko Wahyudi adalah salah satu insinyur di balik master plan tersebut. Dikatakan bawah perencanaan yang talah tersusun itu, hingga saat ini masih relevan. Namun, langkah review di beberapa titik adalah hal tepat. Salah satunya penyelesaian banjir di Jalan Pemuda.

"Di kawasan itu (Pemuda) saluran drainasenya ke Karang Mumus langsung. Otomatis kalau sungai Karang Mumus naik (pasang), surutnya air terhambat. Maka perlu dibangun collector drain untuk menampung air sementara sebelum dialirkan ke sungai," ucapnya.

Menurut Eko, Ruang Tata dan Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda sudah didominasi permukiman. Banyak penggiat perumahan mengabaikan ketentuan. "Padahal dalam persyaratan sudah diwajibkan harus membangun wadah penampungan air di perumahan. Sehingga debit air yang ke sungai bisa diatur," ucapnya. "Karena saluran air kita memang sudah tak mumpuni, air pasti harus antre dulu sebelum masuk ke Karang Mumus," imbuhnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar